CHAP II

1.1K 116 11
                                    


Nah, inilah yang di takutkan Hinata, dan akhirnya terwujud juga.

Lepas dua minggu yang lalu kantornya di buat heboh dengan dirinya dan sang Manager keuangan datang bersama, di satu mobil yang sama juga, berita gonjang ganjing yang tidak mengenakan sampai mengesalkan sudah terdengar di telinga Hinata.

Ada yang menggosipkan kalau dia dan sang Manager menjalin hubungan gelap, asmara, ada juga yang tidak rela Hinata dekat-dekat dengan sang social butterfly Naruto yang membuat kepalanya pusing.

Demi mulut Bundanya yang mengoceh jodoh terus, Hinata hanya ingin hidup tenang, kerja pulang kerja pulang dan terima gaji, hanya itu yang ia inginkan, tidak ingin terusik dengan berita atau gosip-gosip murahan.

Hinata adalah bentuk kata lain dari kata cuek, gadis itu termasuk salah satu manusia apatis dan tidak peduli sekitar, yang penting kerja beres dan bisa pulang on time, nine to five dalam bekerja harus jadi tujuan utama, itu prinsip sang dara.

Namun namanya telinga dan manusia, walaupun setidak peduli apapun, tapi jika di gunjingkan tiap hari, menipis pula kesabaran gadis itu, apalagi rekan-rekan di kantor juga tidak tanggung-tanggung menanyakan langsung untuk mencari validasi.

"Benaran Hin, lu seriusan nggak sama Pak Naruto ? Mayan loh, tampan dan mapan say" Ini contohnya, temannya yang dari divisi lain, dua wanita biang gosip sudah memburunya dengan pertanyaan serupa hampir dua minggu ini setiap hari.

"Lu bedua nggak percayaan banget ya sama gue, emang pernah gue bohong Sak, No ?"

Dua wanita biang gosip yang di kenal dengan nama Sakura dan Ino itu hanya cengiran tanpa dosa.

Mereka memang dari divisi berbeda, tapi bersahabat bisa darimanapun bukan ? Apalagi ketiga gadis itu sudah mengenal dari jaman SMA, tinggal juga di di kawasan yang sama, bisa di bilang kawan main dari dulu.

Jadi tidak heran, walaupun dua gadis itu hanya dua staff biasa dan Hinata SPV mereka tetap akrab, apalagi Hinata dulu juga dari staff biasa juga.

"Lagian ada juga malah bagus kali Hin, Bunda lu pasti bakal senang bukan main" Celetuk Ino, dan di balas dengan tatapan bosan oleh Hinata.

"Lu bedua nggak ada kerjaan ya, sampai jauh-jauh ke ruangan gue cuma buat nanya ginian doang? Rekan-rekan gue yang lain diruangan ini terganggu tau, lu juga No, lu bawahan nya Mas Naruto kan ya, apa nggak takut di omelin lu?" semua mata rekan-rekannya yang lain sedari tadi mencuri-curi dengar pada obrolan mereka betiga dan Hinata agak sedikit risih

"Nggak tuh, Pak Naruto kan baik, lagian yang penting kerjaan gue beres, dia nggak bakal ngamuk. Eh lagian lu bedua tau nggak sih, itu Pak Naruto, ternyata temen kampus ayang Sai gue dulu, sama-sama anak UI doi bedua, kalau nggak salah laki lu juga anak UI kan Sak ?" Balas Ino semangat, Sakura juga tak kalah semangatnya.

"Iya Laki gue juga anak UI, jangan-jangan itu orang betiga kenal lagi ya, ah jadi kangen Bang Sas gue" Sakura mengusap perutnya yang keliatan buncit, maklum hamil muda anak pertama.

Memang di antara mereka yang masih jones cuma Hinata, yang lain sudah punya gandengan, apalagi sekarang Sakura sudah hamil anak pertama. Tambah merana Hinata, karena tidak ada bahan perbandingan ke Sang Bunda.

"Ini kalian bedua kenapa ngomongnya jadi ngalor ngidul gini ya, keluar sana gue lagi sibuk tau" Jawab Hinata malas, kenapa sahabatnya jadi membahas Naruto dan latar belakang pria itu, kan tidak ada urusan juga dengan dia.

"Iya-iya, bawel banget si Jones, yuk No keluar, si Jones udah bete tuh"

"Gue sambit ya Sak lu pake duit"

"Hahahaha, mau dong bu SPV, sambit saya juga" ucapa Ino dan kedua wanita itu tergelak ke arah Hinata seraya berdiri dan melangkah ke arah pintu keluar

"Nanti jangan lupa Hin pulang bareng gue, lu udah janji temenin gue ke store Baby kan"

"Iya calon Mamud, sana-sana kalian jauh-jauh dari gue" Usir Hinata dan dua wanita itu menghilang dari ruangannya.

Gadis itu menghela napas lelah, dia lelah batin bukan fisik, dirumah musuhnya sang Bunda, di kantor malah dapat gosip murahan.

Mungkin segelas kopi bisa menenangkan jiwanya yang lelah.

Hinata melangkah keluar ruangan menuju Pantry dengan tumbler Starbucks imut di tangannya.

******

"Ngopi Hin?" Hinata berjengkit dan menolehkan kepalanya kebelakang, disana sudah ada Naruto yang masuk juga ke area Pantry.

"Eh, iya mas, ngantuk soalnya" Hinata merespon sekedarnya. Gadis itu masih sibuk mengaduk kopi di tumblernya bertumpu pada lemari pantry yang bisa di jadikan meja dan tidak terlalu memperhatikan Naruto.

"Misi Hin, mau ambil sendok" Belum sempat Hinata menoleh dan mencerna maksud Naruto, pria itu sudah berada di belakangnya dan meraih sendok di laci-laci kecil lemari itu, kondisi mereka seperti Naruto sedang memeluknya dari belakang.

Gadis itu kaget bukan main, dan langsung menjauhkan badannya ke samping, jangan sampai ada gosip baru lagi yang buat panas kuping.

Setelah itu Hinata melemparkan tatapannya ke pintu masuk pantry, berharap jangan sampai ada yang melihat tingkah Naruto barusan.

Lagian ini laki kenapa bisa dengan entengnya begitu, Hinata di buat kesal sendiri.

Naruto memperhatikan raut Hinata yang terlihat aneh, "Kenapa Hin, kamu sakit?" Tanya pria itu dan tidak tanggung-tanggung tangan kekarnya dengan kurang ajar sudah mampir di dahi gadis itu.

Hinata mundur lagi sedikit untuk mengelak dari tangan pria itu

"Gapapa mas, lagi suntuk aja, saya duluan mas" Hinata pikir dia harus segera keluar dari ruangan itu, gila-gila, lagian kenapa Naruto harus disana bersamaan dengannya, kan bisa nanti kek atau nggak usah ketemua gini, bikin Hidup sang dara tidak tenang saja.

"Kamu marah sama saya ya Hin? Kenapa?" Hinata yang hampir meraih pintu keluar, dengan reflek membalikan badannya ke arah Naruto dan menatap pria itu bingung setelah mendengar pertanyaan aneh barusan.

Hinata bisa liat juga, pria itu menunduk dengan masih mengaduk kopi di gelasnya, setelah itu menatap Hinata dengan pandangan yang tidak bisa gadis itu baca.

"Eh, Mas Naruto ngomong apa, jelas nggak lah mas, heheh" Jawab gadis itu bingung dengan cengengesan tidak penting, lagian kenapa juga dia harus marah dengan Naruto, bukan salah pria itu juga sebenarnya, yang salah hanya Hinata saja yang tidak ingin di sangkut-sangkutkan dengan dia.

"Oh, saya pikir kamu marah sama saya"

"Nggak mungkin mas, saya duluan ya mas" Gadis itu berpamitan lagi dan di balas anggukan lemah oleh Naruto, pria itu masih menatap pintu dimana gadis itu keluar dan menghilang.

"Saya kan cuma mau lebih dekat sama kamu Hinata"

Naruto menghela napas lelah dan menghirup kopi di gelasnya pelan.

TBC

Nikah Yuk Hin ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang