CHAP XIX

822 98 21
                                    

"Gua liatin makin lama makin lengket aja nih sama boss gua ?" Ucap Ino, jam istirahat Hinata di seret oleh Ino untuk makan siang bersama, karena beberapa waktu lalu, Hinata selalu di monopoli oleh Naruto, alhasil Naruto hari ini harus gigit jari makan sendiri di pojokan kantin, ada temannya memang, tapi tetap saja dia tidak rela, kan maunya makan siang bareng ayang.

"Nasi ketan kali lengket" cuek gadis itu, yang tau hubungannya dan Naruto di kantor memang hanya dua sahabatnya saja, sedangkan yang satu lagi tidak masuk karena cuti lahiran selama tiga bulan penuh. Jadi siang ini mereka hanya makan berdua.

"Jadi beneran pak Naruto mau seriusin lu Hin ?" Ino berbisik, karena Hinata sudah mewanti-wanti sebelumnya, agar jangan sampai ada orang yang tahu dulu, sebelum dia menyebar undangan nanti.

Hinata menatap Ino dengan tampang serius dan mengangguk, "Mas Naruto maunya malahan secepatnya, gua jadi degdegan tau No" Ucap gadis itu tak kalah pelannya.

"Degdegan kenapa sih, bagus dong. Makin cepat makin bagus, udah nggak sabar gua liat anak lu sama Pak Naruto gimana nanti bentukannya" Hinata memukul pelan bahu Ino, memang rada-rada sinting sahabatnya yang satu ini, mereka bercocok tanam saja kan belum, malah sudah mikirin bentukan anaknya dengan Naruto.

"Kenapa emang, ada yang salah sama ucapan gua ?" Ino tidak terima dong di toyor bahunya, emang ada yang salah, orang menikah tentu ujung-ujungnya bakal beranak dong, bukan begitu ?

"Gua malah degdegannya sama begituan. Gimana nanti ya pas malam pertama? Apa nggak bakal pingsan gua No?" Hinata berbisik sangat pelan pada Ino saat melontarkan pertanyaan itu. Tak ayal gelak tawa Ino pecah, sampai seluruh orang di kantin itu menatap kearah meja mereka, tak ketinggalan Naruto juga menatap Hinata dengan rasa penasaran, apa sih yang mereka gosipkan saat ini, dia kan juga ingin tau.

Ino mengatur napasnya, masih memegangi perutnya yang mulai kram, karena tergelak keras barusan, dia tidak ambil pusing dengan lirikan orang-orang, tapi Hinata justru berbeda, rasanya gadis itu ingin memukul Ino sampai pingsan, malu-maluin soalnya. Apalagi Hinata sempat bertatapan sebentar dengan Naruto tadi, dan raut pria itu jelas ingin tau dan menanyakan padanya dengan gerakan bibir saja, tapi Hinata hanya menggeleng untuk menjawab pria itu.

"Makanya pacaran, sekali-sekali juga nonton noh film semi, apa mau gua kirimin linknya ?" Ucap Ino pelan, dia sudah bisa mengontrol tawanya, dan kembali dalam mode serius. Sahabatnya satu ini emang beda, maklum belum pernah di grepe-grepe jantan, beda sama Ino yang memang doyan pacaran, hingga akhirnya memutuskan menikah dan setia pada suaminya yang lumayan tampan walaupun kurang mapan.

"Geli gua No kalau nonton yang begituan" Jujur Hinata, selama hidupnya belum pernah gadis itu nonton film bercocok tanam, Hinata aja kalau nonton Drakor pas ada adegan kissing tutup mata, rada lain memang. Ino menepuk jidatnya dan menghela napas lelah.

"Yaudah mah, lu ngak usah pikirin yang begituan sekarang, gua yakin pak Naruto bakal ajarin A-Znya nanti, laki-laki kan lebih jago tuh soal begituan, cukup lu ngangkang dan terima dia apa adanya" Lagi-lagi Ino berbisik, dan Hinata kali ini bukan lagi menoyor bahu wanita itu, tapi mencubit pinggangnya gemas sampai Ino berteriak kesakitan. Lagian apa-apaan ucapan wanita itu barusan, bulu roma Hinata merinding semua.

Tapi kali ini orang-orang di kantin itu tidak merespon jeritan wanita itu, karena mereka berpikir, emang Ino caperan orangnya.

"Abang lu gimana Hin, sudah setuju dia?" Hinata menggeleng

"Kagak tau gua, rada aneh emang bang Neji. Pusing juga mikirinnya" Ucap Hinata pelan, rautnya berubah sendu. Neji sampai hari ini masih belum memberikan restu, tapi tidak se bar-bar kemarin meminta Hinata untuk putus dari Naruto. Abangnya lebih kediam saja sekarang, Hinata jadi bingung juga. Apa dia dan Naruto samperin aja kali kerumah Neji, terus minta restu baik-baik.

Nikah Yuk Hin ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang