CHAP XXII

798 75 29
                                    

Hinata mengotak atik gawainya sambil tiduran, menunggu balasan pesan, panggilan atau mungkin VCan dari tunangannya itu. Ini sudah pukul sembilan malam, dan dari siang tadi Hinata tidak mendapatkan kabar apapun dari Naruto.

Sudah seminggu Naruto keluar kota, mengunjungi kantor cabang di Bali, membuat Hinata sudah seminggu juga tidak melihat pria itu.

Rindu berat rasanya, yang biasanya ketemu, tiba-tiba harus jarak jauh begini. Ngak sanggup kalau LDRan, berat, biar Milea dan Dilan saja. Hinata tidak kuat.

Selama seminggu itu, mereka hanya berkomunikasi di malam hari, pria itu bilang kalau dia sangat sibuk mengecek laporan keuangan cabang yang amburadul. Rindu Hinata sudah di ubun-ubun, karena kalau di Jakarta, hampir tiap hari ketemu.

Hah, belum jadi istri saja Hinata sudah uring-uringan seperti ini, salah pria itu juga sebenarnya, kalau saja Naruto tidak memperlakukannya dengan manis, mungkin Hinata tidak akan merasa kehilangan ditinggal pergi.

Mau samperin ke Bali, juga sayang cuti, nanti kan harus cuti juga pas mau tunangan dan Nikah. Susah kalau jadi budak koparat gini, apa-apa harus di pikirin.

Lagipula Naruto pasti tidak akan ijinin kalau sampai dia menyusul kesana, yang ada pasti Hinata abis-abisan di ceramahin nanti. Tapi kasihan pria itu, pasti kelelahan dan tidak ada support batin.

Menjelang hari pertunanganan mereka, entah kenapa pria itu jadi semakin sibuk, Hinata jadi kasihan kalau Naruto kecapean, atau sampai jatuh sakit nanti.

Memang semua urusan tetek bengek apapapun soal pertunanganan dan pernikahan sudah di atur bunda dan bunda Kushina, jadi mereka tidak perlu repot-repot. Tapi tetap saja, sebagai calon manten, mereka perlu fit dengan tubuh yang sehat bugar bukan ? Apa jadinya kalau sampai calon manten sakit pas hari H ? Amit-amit, Hinata tidak mau kalau sampai kejadian begitu.

Hinata saja sekarang sudah di wanti-wanti oleh bunda dan bunda Kushina untuk menjaga kesehatan badan dan perawatan diri, tiap seminggu sekali sekarang bunda Kushina selalu membawanya ke Salon.

Luluran lah, perawatan rambut sampai ujung kuku lah, bahkan perawatan bagian itu juga, ah jadi malu kalau di bahas. Kata bunda Kushina, biar aura mantennya nanti keluar dan manglingin, bikin suami senang pas malam pertama dan tidak berpaling.

Mau tidak mau Hinata manut, demi Naruto juga pikirnya dia menurut. Toh ngak salah juga bukan, kasih terbaik untuk suami nanti. Hinata jamin, mas Narutonya itu bakal dapat yang original masih segelan dan sehat walafiat lahir batin, subur dan makmur bisa di uji emisi.

Padahal selama ini, boro-boro ke Salon perawatan, keramas saja kadang jarang pakai conditioner, bahkan ngantor cuma pake bedak tabur bayi dan liptin, tapi tetap saja ada yang nyantol. Memang gen ayah Hiashi tidak bisa di pungkiri, Hinata bangga pada privillage diri sendiri.

Sudah mau jam 10 malam, tapi pria itu masih belum ada kabarnya, apa dia sudah pulang dari kantor cabang ke Hotel atau belum, atau masih lemburan seperti malam kemarin. Pria itu sudah makan atau belum, vitaminnya sudah di minum atau belum.

Ah banyak sekali yang ingin Hinata tanya. Katanya Naruto lusa akan pulang ke Jakarta lagi, Hinata jadi tidak sabar menanti.

Gadis cantik itu bangkit dari ranjang, lebih baik dia cuci muka dan kaki dulu, setelah itu tidur, besok masih hari Jumat, dan masih ada sisa satu hari lagi jadi babu di kantor. Mungkin Naruto memang sedang sangat sibuk, Hinata tidak akan menganggu, jika benar pria itu lagi sibuk-sibuknya.

Saat sedang di kamar mandi, Hinata mendengar suara gawainya berdering nyaring, seperti ada panggilan masuk. Dengan bergegas gadis itu menyelesaikan ritual malamnya. Mengeringkan wajah serta tangan dan lagsung melangkah ke kamar. Tapi deringan berhenti saat Hinata sudah meraih benda persegi itu.

Nikah Yuk Hin ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang