CHAP VII

833 114 25
                                    

Tidak tau kenapa, informasi yang di dapatkan dari Kiba beberapa waktu lalu sedikit mengganggu Naruto. Sudah dipastikan agenda mendekati Hinata akan jadi rumit nantinya karena abang dari gadis itu, si Neji kepala batu.

Tapi jujur Naruto tidak gentar sama sekali, karena yang harus di dapatkan adalah hati Hinata bukan abangnya, masalah keluarga dan restu bisa di urus nanti, walaupun Naruto tau ini akan sulit kedepannya, ya gimana tidak akan sulit, mendapatkan hati sang dara saja susahnya setengah mati, apalagi kalau harus ditambah masalah restu dari pihak keluarga.

Naruto melangkah ke meja makan keluarga dengan kepala tertunduk dan wajah masam tertekuk. Semalaman ia tidak bisa tidur nyenyak, dan sekarang Naruto merasa mengantuk. Lagi-lagi ini semua salah Hinata, gadis itu yang membuatnya mandi tak basah, tidurpun tak lena, hampir sama dengan ayam jago kepunyaan tuk dalangnya upin-ipin.

Di meja itu telah duduk Bunda dan Ayahnya, menatap putra semata wayang mereka dengan pandangan heran, anak itu terlihat seperti mayat hidup, hidup segan mati tak mau, tidak seperti biasanya yang gagah dan tampan. Kushina menatap Minato suaminya dengan pandangan bertanya, sedangkan pria paru baya itu hanya mengangkat bahunya tanda tidak paham.

"Kamu kenapa nak ?" Ibu mana yang tidak penasaran jika anaknya berwajah muram tidak wajar. Naruto melihat sekilas ke arah sang Bunda, menggeleng pelan untuk memberi jawaban.

Kushina menyodorkan segelas kopi ke arah Naruto dan diterima pria itu ogah-ogahan tidak bertenaga. Hatinya lagi nelangsa.

Putra tampannya lebih terlihat seperti Zombie, Kushina jadi merinding sendiri.

"Kamu lagi sakit Nar, kalau iya nggak usah kerja jangan di paksain" Minato yang sedari tadi diam seperti tidak berminat, akhirnya membuka obrolan. Naruto juga menatap Ayahnya malas, dengan gelengan yang sama yang barusan di berikan ke Bundanya.

"Lagi galau ya, patah hati ?" Sontak ucapan sang Ayah mengejutkan sang anak, tau darimana Ayahnya kalau dia lagi galau?

Matanya memanas, rasanya ingin menangis di pelukan Kushina, mengadu kalau gadis yang bernama Hinata incarannya sangat sulit di taklukan, tapi gengsi dong ya, mau ditaruh dimana muka tampannya itu, sudah gede masa masih cengeng.

Minato terbahak, dia yakin tebakannya benar, "Lemah kamu, masa galau karena cinta, malu-maluin Ayah saja" Kushina ikut terbahak, ini momen langka sebenarnya, melihat anaknya muram masalah hati, karena setau Kushina, Naruto tidak pernah memikirkan apa itu wanita, gadis maupun Janda, mau heran, tapi itulah Naruto, jadi Kushina juga tidak pernah memaksa anaknya untuk buru-buru berumah tangga, karena prinsipnya, kalau jodoh pasti bakal bertemu, walaupun Kushina juga ngebet pengen momong cucu. Sejujurnya dia lelah menunggu.

"Ini beda yah, produk langka, limited edition, satu dari seribu" Naruto berucap menggebu-gebu, tak ingin di remehkan oleh Ayahnya sendiri.

"Kalau langka halalin segera dong, nunggu apa lagi, nunggu imam mahdi turun?" Kushina ikut nimbrung.

"Kalau semudah ucapan Bunda, Naru sudah beranak pinak hari ini" Naruto jadi heran, kedua orang tuanya tidak ada yang meberikan support batin, hanya mengolok tanpa ampun, kemana lagi dia bisa bersandar, terlalu dramatis memang.

Minato paham kalau saat ini masalahnya sudah lain, Naruto sepertinya memang terlalu jatuh hati, dia jadi penasaran siapa sosok sang dara yang bisa membuat tampang putranya bermuram durja bak duda di tinggal mati istri tercinta.

"coba kasih tau Ayah sama Bunda, kayak gimana sih orangnya?" Dengan semangat 45, Naruto meraih ponsel di sebelahnya, mengotak-atik galeri untuk menemukan foto Hinata yang memang dia sengaja koleksi.

"Ini, cantik kan ?" Naruto menujukan foto itu dengan bangga, dia yakin seleranya pasti sesuai kriteria keluarga.

Kushina berteriak, suaranya lumayan keras sehingga membuat Naruto dan Minato menutup telinga. Bundanya memang agak lain.

Nikah Yuk Hin ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang