CHAP IX

750 104 14
                                    


"Mas turunin saya di depan aja ya"

"Loh kenapa Hin, nggak sampai rumah ?" Naruto bingung, padahal rumah gadis itu tinggal beberapa meter lagi di depan.

"Gapapa mas, mau beliin titipan Bunda dulu, mas Naruto duluan saja, makasih banyak sudah repot-repot anterin pulang". Hinata tersenyum ramah, dia sejujurnya tidak enak hati menyusahkan pria itu, sudah di jemput, pulang di antar lagi.

"Mau beliin Bunda kamu Nasi Goreng di depan ya, sini biar saya yang beliin, kamu tunggu disini saja, mau berapa?" Hinata tentu menolak, dengan cepat dia menahan lengan pria itu yang mau keluar dari mobilnya menuju gerobak nasi goreng mang uci di depan.

Naruto melihat jemari Hinata yang menahan lengannya, baru kali ini gadis itu mau meberikan kontak fisik, walaupun mungkin dia tidak sadar, tapi Naruto bahagia bukan main. Ingin rasanya dia tersenyum sampai mulutnya kering.

"Mas nggak usah, haduh saya nggak enak" Hinata tanpa sadar meremas lengan Naruto

"Gapapa Hin, saya yang mau, saya maksa loh ini. Jadi mau berapa ? Buat Bunda saja, ayah atau yang lain juga ? Saya mau anterin kamu sampai rumah, nggak bertanggung jawab namanya kalau saya turunin kamu disini" Hinata menatap pria itu, kenapa dadanya jadi berdebar begini, tidak tau kenapa pria itu jadi terlihat makin tampan saat ini.

Hinata menggeleng pelan untuk menghilangkan pikirannya barusan, "Yaudah mas, biar saya saja yang turun, mas tunggu disini saja ya" Jalan tengah yang di pilih Hinata, karena rasanya tidak etis kalau pria itu yang menunggu disana, bagaimanapun Naruto atasannya.

"Yaudah, kita turun barengan, mungkin saya juga mau beliin buat Bunda dan ayah dirumah nanti. Yuk Hin". Mereka berdua sama-sama keras kepala, dan akhirnya Hinata yang mengalah, dia memang selalu kalah kalau di hadapan pria itu, aura dominan Naruto sangat kuat.

***************

"Eh mbak Nata, udah lama nggak keliatan, sehat mbak ?" Mang uci, kang nasi goreng langsung menyapa gadis itu antusias, sudah lama dia tidak melihat dara cantik penghuni komplek itu, mungkin sudah 2 mingguan.

"Mamang bisa aja, sehat mang Alhamdulillah, lagian dua minggu yang lalu saya juga kesini" Hinata terkekeh pelan, "mang bungkus dua ya, satu pedes yang satu nggak, pake acar dua-duanya ya mang" lanjut gadis itu

"Siapp mbak, disebelah siapa mbak, pacarnya ya? Cieee, Bunda bentar lagi dapat menantu baru nih" Mang uci cengengesan, melihat Naruto dan Hinata bergantian, walaupun tangannya masih sibuk mengaduk nasi goreng di wajan.

Hinata menggeleng pelan, tidak enak juga dengan Naruto, "Bukan mang, boss saya ini. Katanya mau cobain Nasi goreng mang uci juga" Jelas gadis itu. Kalau Hinata bisa lihat tampang Naruto sekarang, ada sedikit kecawa disana, padahal pria itu sudah bahagia waktu mang uci bilang kalau dia pacar Hinata, tapi di bantah oleh gadis itu.

"Wah saya kirain pacar mbak Nata, serasi banget soalnya mbak, Bunda pasti senang"  Mang uci masih betah membuat gadis itu malu, apa dia batalin saja pesanannya ya, tapi kasihan juga.

"Doain saja mang, kalau jodoh nggak kemana" Naruto buka suara, Hinata langsung menoleh kearah pria tu, jawaban ambigu Naruto membuat gadis itu bingung dan degdegan.

"Aamiin Mas-,

"Naruto mang," Pria itu mengenalkan namanya

"Iya, Aamiin ya mas Naruto, saya doakan biar berjodoh, mas Naruto mau pesan juga ?"

"Iya, bungkus dua juga, samain dengan pesanan Hinata tadi mang"

"Siap mas, mbak Nata dan mas Naruto bisa duduk dulu ya" Naruto dan Hinata mengangguk, setelah itu mereka berdua melangkah ke arah dua kursi yang tidak jauh darisana.

Dua manusia itu hanya diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Apalagi Hinata, ucapan pria itu barusan masih berkeliaran di kepalanya, apa maksudnya, apa ucapan sahabatnya tempo hari kalau Naruto ada rasa padanya itu benar?

"Kamu suka nasi goreng ya Hin ?" Naruto ingin tau lebih jauh tentang gadis itu, jadi dia coba memancing kesukaan atau hal apapun yang disenangi Hinata.

Hinata tersentak dari lamunannya, " Eh, iya mas, lumayan. Saya suka semua makanan sih, yang penting halal, eh kecuali lele kali ya" Hinata terkekeh pelan

Naruto ikut tersenyum, "Kenapa dengan lele emangnya ?"

"Takut mas, kek uler, ngeri"

Naruto tanpa sadar menepuk puncak kepala gadis itu "Ada-ada saja kamu Hin, tapi saya juga nggak suka lele sih, soalnya kata orang-orang makanannya ta*k ya?" Hinata mengangguk setuju

"Nah iya mas, makin jijik nggak sih, makan yang pasti-pasti aja ya kan" Mereka berdua terkekeh,  tanpa sadar obrolan random itu mengalir begitu saja, membicarakan hal-hal yang tidak penting sambil menunggu mang uci menyiapkan pesanan mereka. Hinata baru menyadari kalau pria itu nyambung di ajak bicara, tiba-tiba ada rasa nyaman di hatinya.

Pria itu banyak melontarkan lelucon-lelucon yang membuat Hinata tertawa, satu lagi sifat Naruto yang baru Hinata ketahui, makin membuat nilai tambah pria itu dimata Hinata.

Sedangkan Naruto memandang gadis itu takjub, Hinata banyak tertawa dan tersenyum, bahkan hanya dengan lelucon sepele darinya. Hinata makin di pandang makin cantik, dia lagi-lagi jatuh dalam pesona gadis itu.

Mang uci datang mengintrupsi kegiatan dua sejoli itu, membawakan pesanan Naruto dan Hinata yang sudah selesai. Hinata makin tidak enak hati, karena Naruto bersikeras untuk membayarkan langsung pesanannya.

**********************

Mobil itu berhenti tepat di depan rumah Hinata. "Mas Naruto, makasih ya sudah anterin sampai rumah, dibeliin ini juga, saya makin nggak enak"

"Gapapa Hin, saya senang kok bisa kasih buat Bunda kamu", jangankan Nasi goreng Hin, sak gerobak dan mang ucinya kalau kamu mau, saya bisa beliin langsung.

"Kapan-kapan gantian saya yang traktir ya mas".  Naruto mengangguk mantap, "Saya tunggu loh Hin". Naruto senang bukan main saat Hinata berucap seperti itu, berarti dengan tidak langsung, gadis itu mau jalan lagi dengannya.

"Yaudah mas, saya duluan ya, mas hati-hati pulangnya" Naruto mengangguk pelan, inginnya sih di tawarin mampir gitu, biar bisa ketemu calon ibu mertua juga, tapi sepertinya Hinata tidak berminat. Tidak masalah, yang penting hari ini bisa berduaan dengan Hinata sedikit lebih lama.

Gadis itu keluar dari mobil Naruto, melangkah masuk melewati pagar rumahnya, tapi tidak lupa melambai singkat kearah pria itu. Saat Hinata sudah hilang dari pandangan, Naruto menyenderkan badannya ke kursi mobil, menyentuh dada kiri pelan,  jantungnya rasa mau copot dari rongga karena debaran yang begitu kuat, ingin rasanya merengkuh Hinata dalam pelukannya malam ini, tapi apa ada, mereka belum terikat hubungan apapun.

*****************

"Tumben kamu pulang malem Nat, biasanya kalau Jumat kan jam 5an sudah di rumah" Bunda yang duduk di ruang keluarga dengan ayah langsung menodong pertanyaan padanya.

Hinata melangkah ke arah Bundanya, menyerahkan bungkusan nasi goreng mang uci titipan sang Bunda. "Iya Bun, ada kerjaan lebih tadi, jadi dikelarin dulu deh, yaudah Nata mau ke kamar dulu ya"

"Dianterin Naruto lagi Nat pulangnya?" Ayah tiba-tiba ikut nimbrung, karena Hiashi mendengar suara mobil di depan, Hinata hanya mengengguk singkat tanpa menolah, dia lelah sekali dan ingin mandi.

"Naruto siapa yah ?" Jiwa kepo Bundanya tidak bisa di tahan, wanita paruh baya itu langsung memberondong suaminya dengan pertanyaan.

"Kata Hinata atasannya, tadi pagi jemput kesini. Anaknya gagah Bun". Hiashi yakin kalau ada sesuatu antara putrinya dengan pria tadi pagi itu,  atau pria itu yang ada rasa dengan putrinya, jelas sekali dari tatapannya pada Hinata, jadi dia bersemangat memberitahukan istrinya perihal Naruto.

"Serius yah, apa pacar Hinata kali ya?" Bunda sudah mulai berangan-angan, membayangkan kalau sebentar lagi putrinya akan segera menikah, jelas dia sudah tidak sabaran.

"Ngak tau Bun, tanyain ke Hinata aja sana"

"Ayah benar, Bunda ke kamar Hinata dulu ya". Hiashi hanya menggeleng heran melihat tingkah istrinya, pasalnya wanita itu setengah berlari menuju kamar putrinya, terlalu bersemangat.





TBC

Nikah Yuk Hin ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang