CHAP VIII

800 99 6
                                    


"Mas kenapa kesini ?" Pertanyaan itu terdengar tidak sopan memang, tapi Hinata tidak perduli. Jantungnya hampir saja berhenti memompa darah saat melihat pria itu sudah duduk dengan manis di depan rumahnya pagi ini.

Naruto tersenyum dengan tenang, tapi sebenarnya dia juga gugup datang bertandang ke rumah Hinata, apalagi tadi langsung disambut calon ayah mertua, alias ayah gadis itu langsung. Salahkan sifat impulsifnya yang datang secara tiba-tiba, tanpa pikir panjang dia langsung tancap gas kerumah Hinata dengan maksud ingin mengajak gadis itu berangkat ke kantor bersama."Mau ajakin kamu kekantor bareng, kebetulan saya ada urusan sebentar tadi di daerah sini, dan kebetulan rumah kamu juga disini Hin, jadi bisa sekalian gitu"

"Saya bisa berangkat sendiri mas, lagian tau darimana alamat rumah saya ya ?" Mampus lu Nar, alasan apa lagi ya, ngak mungkin dong Naruto bilang kalau stalkingin Hinata pulang pergi ngantor, bisa ilfeel nanti dia.

"Kan kamu sendiri yang kasih tau kemarin Hin, waktu saya ajakin keluar weekend ini."

Hinata menyipitkan matanya, menatap Naruto sedikit curiga, apa benar dia yang kasih tau, seingatnya belum pernah. Tapi dengan bodohnya Hinata percaya, dia mengangguk singkat dan Naruto menghela napas lega, ternyata Hinata gampang juga ditipu, syukur.

"Lagian biar saya gampang jemput kamu besok malam Hin." lanjut Naruto, Hinata sudah setuju keluar dengannya sabtu malam ini, jadi itung-itung gladi resik dulu gitu.

"Tapi saya bisa ke kantor sendiri mas, tidak perlu di jemput, mas Naruto bisa duluan saja" Hinata tidak mau menyusahkan, apalagi itu Naruto.

"Yah Hin, saya sudah disini loh, masa kamu tolak" Naruto terlihat merengek, dan ini kali pertama Hinata menyaksikan tampang pria itu yang lebih seperti bocah SD. Ingin rasanya Hinata merekamnya, dan menyebarkan ke group Whatsapp kantor, agar semua orang tau kalau pria yang digadang-gadang sempurna ini, ternyata konyol juga.

"Belum berangkat juga Nat, nungguin apaan?" Ayah keluar dari dalam rumah, sudah rapi karena mau kerumah Neji jemput Bunda. Naruto kembali memamerkan senyum pepsodentnya pada ayah Hinata, berbasa-basi biar terlihat ramah di depan calon mertua masa depan, sedangkan Hiashi hanya mengangguk singkat. Pemuda itu sudah mengenalkan diri tadi padanya sebagai teman Hinata.

"Iya Yah, ini mau berangkat, ayah sudah mau jemput Bunda ke rumah bang Neji ya ?" Hiashi mengangguk singkat, sedangkan Naruto sedikit menegang mendengar nama Neji di sebut. Jadi benar apa yang Kiba bilang kemarin.

"Teman kamu siapa namanya?" Naruto dengan kikuk mengulurkan tangannya ke arah ayah Hinata "Naruto om"

"Owh ya udah, ayah duluan ya, adik kamu masih di dalam, nanti pintu biar dia yang tutup. Nak Naruto saya duluan" Hinata dan Naruto mengangguk singkat, Hiashi melaju dengan mobilnya.

"Yuk Hin," Tanpa mengindahkan penolakan dari Hinata barusan, Naruto meraih jemari gadis itu dan membawanya ke mobil, membukakan pintu mobil agar Hinata bisa masuk segera. Dengan rela dan tidak rela, Hinata duduk di dalam mobil itu.

Naruto ikut masuk juga, saat melihat seatbelt gadis itu belum terpasang, dengan tanpa permisi dia langsung memasangkannya. Hinata otomatis menahan napasnya saat Naruto melakukan itu. 'Bisa meninggoy muda gue kalau kek gini' Jerit Hinata dalam Hati.

Tidak ada yang bersuara selama mobil Naruto melaju, Hinata hanya diam menatap kedepan, ini kali keduanya dalam mobil Naruto, dan dia tidak tau harus bicara apa, entah kenapa dia jadi sedikit gugup di dekat pria itu. Harum tubuh Naruto bisa di ciumnya, dan itu membuat perasaan aneh dalam dada Hinata.

Tidak jauh beda dengan Hinata, Naruto juga merasakan hal yanga sama. Rasanya dia ingin meraih jemari gadis itu untuk di genggam, tapi yang ada Hinata akan menamparnya nanti karena bertingkah cabul.

Nikah Yuk Hin ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang