Chap XXVIII

746 72 44
                                    

Menjadi calon pengantin dan akan segera menikah memang sudah lama di idam-idamkan oleh Naruto. Apalagi selama ini khayalan untuk bisa segera mempersunting Hinata selalu masuk di alam bawah sadarnya, alias mimpinya setiap malam.

Rasa tidak sabar itu makin hari makin tidak bisa di tahan. Kalau ada ilmu mempercepat waktu, mungkin Naruto sudah menggunakan itu beberapa bulan yang lalu. Tapi tentu mustahil, kalau cara mempercepat jarum jam berputar tentu bisa, tinggal putarin aja sendiri jarumnya.

Naruto nelangsa, hari-harinya sepi, bagai duda yang tiggal mati istri, padahal nikah aja belum, apalagi berumah tangga. Bisa aja dia melewati ini, tapi rasanya kenapa berat sekali.

Syarat dan tata cara sebelum menikah yang sangat menyiksa ini tidak pernah di bayangkan akan seberat ini sebelumnya. Bagi Naruto begitu, tida tau kalau untuk calon pengantin di belahan bumi lain.

Bagaimana pria anak semata wayang bunda Kushina itu tidak akan nelangsa. Hampir tiga hari dia tidak berkomunikasi dengan calon bininya, Hinata, jangankan untuk bertatap muka, mendengar suara gadis itu saja, Naruto tidak di perbolehkan, katanya itu pantangan, pamali kalau di langgar. Atau tidak nanti acara nikahnya bakal bermasalah. Jadi mau tidak mau baik Naruto dan Hinata mengikuti semua wejangan. Demi kelangsungan pernikahan yang aman dan tentram.

Seperti biasa, Naruto tetap ke kantor untuk bekerja, karena dia belum mengambil cuti untuk menikah, atau acara sebelum pernikahan, sedangkan Hinata sudah mengambil cuti beberapa hari yang lalu, karena calon pengantin wanita tentu akan melakukan banyak ritual, totok aura lah, mandi kembang lah, dan banyak lagi.

Beda lagi dangan calon pengantin pria, yang penting minimal mandi, beres.

Hal lain seperti di sembunyikan di rumah juga misalnya. Juga jadi salah satu hal wajib untuk pengantin wanita.

Ya, gadis itu saat ini di pingit di rumah. Tidak boleh kemanapun, tidak boleh bertemu Naruto, tidak boleh berhubungan dengan calon pengantin pria, walaupun hanya via video callan pun tidak di ijinkan, nomor ponsel gadis itu tidak aktif. Haram hukumnya kata bunda jika bercengkrama.

Jadi terpaksa, beberapa hari ini Naruto terlihat seperti anak ayam kehilangan induk, tidak ada yang bisa dia ikuti atau di usik. Gadisnya sudah tidak bisa di temui, apalagi untuk di ajak keluar bersama. Rasanya ingin kerumah Hinata. Tapi takutnya nanti di marahi oleh sang bunda.

Apalagi kalau ketemu sama ayah Hiashi, takutnya calon mertuanya itu menganggap Naruto tidak kuat iman. Masa gitu doang sudah nggak tahan.

"Nggak sabaran banget pengen unboxing Hinata ya, sabar dong bro. Tinggal berapa minggu lagi coba" Kiba menepuk bahu pria itu. Duduk di sebelah Naruto yang dari jauh terlihat bengong doang seraya mengaduk-aduk makanan di dalam piring pesannya dikantin.

Jarang-jarang Naruto memasang tampang bloon begitu. Biasanya aura gagahnya kemana-mana. Tapi kali ini, melihat aura suram pria itu, membuat rekan-rekan yang lain takut untk mendekat, kecuali Kiba.

Kiba merasa Naruto terlihat tidak bersemangat akhir-akhir ini. Sedangkan pria yang di ajak bicara hanya mendengus malas. Tidak ada tenaga untuk meladani kiba yang bermulut besar seperti biasanya.

Naruto menghela napas dalam, seakan membawa beban berat di pundak.

"Kalau mau kawin gini, emang nggak boleh nyelinap gitu ya kerumah perempuannya?" Naruto mencoba mencari peruntungan. Kiba kan sudah menikah duluan, jadi dia pasti sudah lebih berpengalaman.

Kiba tersenyum geli. Pertanyaan macam apa itu.

"Kalau gua dulu sih bisa-bisa aja ya, kan kita beda budaya, gua orang Sumatera lu Jawa. Beda kultur. Ya coba aja lu nyelinap ke rumah Hinata. Paling-paling ntar di kasih BK sama bundanya"

Nikah Yuk Hin ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang