“Benarkah?” Mata Grace berbinar. “Ah… Senang mendengarnya,”
“Itu benar. Aku sudah membuat daftar lokasi-“
Kalimat Adro terputus saat ponselnya yang berada di atas sofa di belakangnya berdering. “Maaf, aku harus menjawab ini dua menit,” ucapnya pada Grace setelah ia meraih benda tersebut.
“Tentu. Gunakanlah waktumu,” Jawab Grace.
“Terima kasih,” Ucap Adro singkat sebelum menjawab panggilan tersebut.
“Hei, Spencer … Ah, ya, aku tahu … Apa? Haha, pria gila itu … Tidak, tidak, tentu aku baik-baik saja - Kau tahu aku tidak sering memeriksa ponselku seperti kalian … Ya, baiklah. Aku akan melihatnya sebentar. Itu ada di group chat, ‘kan? … Oke, tidak masalah.”
Sambil menyesap anggurnya, Grace melirik Adro yang baru saja menurunkan ponselnya sebelum menatap benda yang masih menyala itu. Setelahnya, Adro terlihat bersemangat mengetik pesan sambil terkekeh-kekeh sendirian.
Seperti yang Adro janjikan, ia telah selesai hanya dalam dua menit. Lalu, ia meletakkan ponselnya kembali ke atas sofa. “Maaf, itu adalah teman-teman kerjaku yang melaporkan sedikit hal yang mereka pikir penting,”
Tersenyum sambil menggeleng kecil, Grace menjawab, “Tentu tidak apa. Kau memiliki kehidupanmu sendiri,”. Lalu, ia menekan bibirnya sekilas sebelum melanjutkan, “Tapi, kelihatannya, kau sudah sangat terbiasa di sini, yah? Dari pandanganku, kau terlihat menikmati berteman dengan orang-orang luar hingga menjadi teman akrab,”
Adro tersenyum tipis seraya menghela kecil. “Kau benar. Mereka tidak seburuk itu, ternyata,”
“Senang melihatmu bisa berbaur di tempat kerjamu. Sebenarnya, sejak awal, aku pun sudah tahu bahwa kau tidak akan kesulitan untuk berteman dengan siapa saja karena kau sangat ramah dan populer,” Grace tertawa kecil.
“Tetap saja, aku tidak akan bisa sampai di titik ini jika saat itu kau tidak menyuruhku untuk tidak langsung pulang ke rumah setelah pekerjaanku selesai agar aku bisa menongkrong bersama mereka.”
“Karena itulah yang biasanya orang kebanyakan lakukan,” Sahut Grace. “Berbeda denganku, kau adalah orang dengan kepercayaan diri tinggi dan penuh potensi. Sangat disayangkan jika kau mengurung dirimu terus di rumah bersama orang sepertiku,”
Menatap Grace yang tersenyum tipis sambil menundukkan wajahnya sedikit, Adro mengepalkan tangannya untuk menahan perasaannya yang bergejolak.
Lalu, pria itu menarik napas dalam sebelum membalas, “Bagaimanapun, jika selama ini kau tidak memaksaku, aku lebih memilih mengurung diriku bersamamu karena itulah yang paling aku sukai,”
Kalimat Adro membuat mata Grace membesar dan lehernya seketika kaku. Butuh beberapa detik hingga ia bisa mengendalikan kegugupannya sebelum berdehem dan mengangkat kepalanya tanpa menatap Adro, berpura-pura menonton Tv di depan yang masih memutar film. “A-aku pikir, aku lebih senang melihatmu berbaur dengan orang-orang di luar,”
“Begitukah?” Adro terus menatap Grace. Ia tahu gadis itu tengah berusaha menghindar dari tatapannya.
Grace mengangguk sembari meraih gelas anggurnya dan mengambil dua tegukan. Lalu, ia melanjutkan, “Mulai sekarang, aku juga akan berusaha berbaur dengan orang-orang di luar karena sosialisasi dan relasi memang dibutuhkan dalam dunia karir. Aku sudah cukup tua untuk selalu kalah dari rasa takutku seperti saat aku masih bersekolah dan kuliah. Pada akhrinya, aku harus memaksa diriku sendiri agar bisa bertahan hidup di dunia ini,”
“Kalau begitu, aku akan membantumu,” Ucap Adro ringan. “Jika kau ingin memiliki banyak relasi, aku bisa mengajakmu saat aku keluar bersama teman-temanku. Kebanyakan dari mereka juga ramah dan banyak bicara, jadi, itu akan menjadi latihan yang bagus untukmu. Selain itu, aku juga bisa terus mengawasimu … maksudku, menjagamu,”
KAMU SEDANG MEMBACA
(TAMAT) The Groom From The Fairy-Tale Land
Romance#WattpadfantasiID [Follow dulu yuk!] 'Jika satu pintu tertutup, masih ada seribu pintu terbuka.' Untuk ke sekian kalinya, Grace Menken disakiti oleh pria yang hanya memanfaatkan kebaikan hatinya. Hidup sebatang kara, dikucilkan, dan kerap putus cint...