82. Kemunculan Pangeran Adro

48 6 0
                                    

Adro menatap langit cerah di atas kepalanya. Matanya seketika menyipit untuk melindungi kedua iris kristalnya dari cahaya matahari yang terlalu menusuk.

“Kita beruntung. Hari masih cukup pagi, sekitar jam sebelas siang jika di duniamu.” Ucap Adro, menurunkan pandangannya.

Kedua alis Grace terangkat tinggi. “Bagaimana kau mengetahuinya? Bahkan jam tanganku tidak berfungsi,” ia melirik jam tangannya yang sudah berhenti berdetik semenjak mereka tiba di dunia ini.

“Itu mudah. Aku hanya perlu melihat posisi matahari dan bulan.” Jelas Adro, tersenyum lebar. “Jika kau merasa kagum, percayalah, ini belum seberapa,”

“Mm, itu memang mengagumkan, namun aku harap aku tidak harus melihat hal mengagumkan lainnya jika itu artinya kau harus melakukan kekerasan.” Ucap Grace dengan suara semakin memelan.

Hal itu membuat Adro menatapnya lemah. “Maaf, aku tidak bisa menjanjikan itu. Di tempat ini, satu-satunya cara melindungi diri adalah dengan kekerasan. Kau harus membunuh jika tidak ingin dibunuh.”

“Itu terdengar mengerikan, namun aku mengerti. Lakukanlah apa yang menurutmu paling benar, Adro. Ini adalah duniamu.” Grace tersenyum lembut.

Adro mengangguk. Lalu ia meraih tangan Grace dan menggandengnya. “Kita harus bergerak sekarang. Seharusnya kita masih berada di wilayah kerajaan meski cukup jauh dari istana.”

Meski mereka tidak tahu apa yang akan mereka hadapi dan tidak tahu seberapa lama mereka bisa sampai di istana, keduanya tidak patah semangat dan terus berjalan menelusuri hutan.

“Aku tidak pernah masuk ke dalam hutan seumur hidupku. Udara di sini terasa sangat bersih dan menyegarkan,” Ucap Grace sambil menatap sekeliling, menyadari bahwa hutan yang ia masuki ternyata tidak terasa seram, malahan cukup cantik, mungkin karena ini adalah negri dongeng.

Tertawa kecil, Adro menjawab, “Kau membuatku mengingat saat pertama kali datang ke duniamu. Saat itu, aku merasa agak sesak napas. Aku pikir paru-paruku bermasalah, namun setelah beberapa lama, aku akhirnya menyadari bahwa itu dikarenakan oleh udara yang berpolusi.”

“Aku benci polusi, namun kita membutuhkan tenaga yang menghasilkan polusi untuk menjalankan berbagai hal yang kita butuhkan untuk hidup,” Grace menghela.

“Tidak di duniaku. Di sini, kami tidak menggunakan listrik, namun masih bisa hidup nyaman. Jika kau sepeduli itu, mungkin kau akan cocok tinggal di sini?” Goda Adro.

Grace menggerakkan bibirnya ke samping sambil mengerutkan dahi. “Ya, aku memang peduli pada lingkungan, namun aku tidak yakin soal pendapatmu.”

“Kalau aku, aku merasa di dunia modern lebih nyaman,” Ucap Adro sambil menatap langit cerah.

“Benarkah? Apakah karena ada aku?” Grace menyeringai, membuat Adro tertawa kecil.

“Tentu saja itu adalah alasan utamanya.” Adro mengangkat tangan Grace yang sedang ia genggam, lalu mengecup punggung tangan lembut tersebut. “Tapi di samping itu, aku juga merasa dunia modern lebih menarik dan menyenangkan.”

“Itu karena kau sangat tampan seperti dewa yang jatuh dari langit. Dunia modern sangat mementingkan penampilan, kau tahu,”

“Aku tahu.” Adro menggidik bahunya sekilas. “Hal itu semakin membulatkan pendapatku bahwa aku lebih cocok tinggal di sana.”

Menanggapi tawa Adro, Grace hanya bisa menggeleng lelah. Satu hal yang ia sadari dari diri Adro setelah mereka sudah benar-benar berpacaran, pria itu memiliki sedikit sifat narsistik.

“Namun, apapun itu … tempat yang paling tepat untukku adalah tempat di mana kau berada,” Lanjut Adro, membuat Grace tersipu.

“Apakah saat tinggal di sini kau juga semahir itu merayu-“

(TAMAT) The Groom From The Fairy-Tale LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang