61. Di Luar Dugaan

53 11 2
                                    

“Jadi, pria itu adalah teman kantor yang keluar bersamamu seharian ini?”

Grace meneguk liurnya, lalu berbalik perlahan untuk menghadap Adro yang tengah menutup pintu di belakangnya. Ia mengangguk sekali. “Benar. Aku sudah memberitahukan itu padamu barusan.”

“Dan ia juga adalah orang yang selama ini bertukar pesan denganmu hingga larut malam?”

Grace mengangguk lagi. “Benar.”

Menyandarkan punggungnya pada pintu rumah, Adro menyembunyikan kepalan tangannya dengan cara melipat lengan di depan dada. “Kenapa kau tidak pernah menceritakannya padaku?”

Ekspresi geram yang Adro tunjukkan membuat leher Grace menegang, namun, ia harus mengendalikan keadaan dengan cara mengendalikan dirinya sendiri. Ini adalah rumahnya dan kehidupannya – Mereka hanya sahabat. Kenapa ia harus merasa takut dan bersalah seperti ini kepada Adro?

Menarik napas panjang, Grace menegapkan punggungnya. “Aku tidak yakin hal seperti ini saja harus aku ceritakan padamu. Sean hanya temanku, sama seperti Bella dan Sarah. Bedanya, ia adalah pria, itu saja.”

“Tapi aku bisa melihat jelas bahwa ia sedang berusaha mendekatimu, itulah bedanya.” Sahut Adro, melangkah mendekati Grace.

Menahan kakinya agar tidak melangkah mundur, Grace malah mengangkat wajahnya untuk menatap Adro pada kedua mata kristalnya. “Jika benar ia sedang mendekatiku, apakah itu sebuah masalah?”

Berusaha mengendalikan napasnya, Adro memejamkan mata sekilas untuk mengendalikan ekspresi wajahnya agar tidak menakuti Grace. Kemudian, ia mengajukan pertanyaan yang sebenarnya membuat dirinya sendiri takut,

“Apa kau suka padanya?”

Menyembunyikan kepalan tangan di belakang punggungnya, Grace mengangguk sekali. “Sean adalah pria baik-baik, aku dapat melihatnya. Aku … tertarik padanya.”

Meski sudah mempersiapkan diri, kelihatannya persiapan itu terlalu singkat sehingga sensasi menghujam pada jantung Adro terasa tak tertahankan. Darah seakan mendidih memenuhi kepalanya hingga membuat kedua tangannya turut terasa panas. Namun, Adro harus menahan semua amarah ini agar ia tidak menyesal nantinya.

“Oh,” Adro mengangguk-angguk sambil diam-diam mengatur napas. “Kalau begitu, kau harus memastikan pria itu sungguhan baik dan mampu membahagiakanmu - Kalau tidak, pria itu akan berhadapan dengan saudara sepupumu yang over protective ini.”

Mengerutkan dahi, Grace menjawab, “Aku tidak pernah berkata kau over protective.”

Namun, kalimat Grace hanya dibalas oleh sebuah tawa sinis singkat dari Adro. Pria itu melangkah melewati Grace yang masih berdiri kaku dengan luapan emosi.

Grace membalik tubuhnya untuk mendapati Adro sedang membuka sofa lipat yang selama ini menjadi tempat tidurnya. Entah mengapa, rasa berdenyut terus meremas jantung Grace. Rasanya, lebih baik menghadapi Adro yang terus bicara meski membuatnya pusing, daripada melihat Adro yang menjadi diam dan mengabaikannya seperti sekarang.

Adro pasti kecewa. Pria itu marah, Grace bisa melihat jelas dari wajah dan gerak-geriknya. Ia harap Adro bersikap seperti ini karena ia sungguhan khawatir padanya, bukan karena ia merasa cemburu.

Setelah menyiapkan tempat tidurnya, Adro masuk ke kamar mandi, dan mengunci pintu. Ia menatap dirinya sendiri di cermin. Sungguh, ia tidak pernah merasa semenyedihkan dan sefrustasi ini. Jika ini bukan rumah Grace, ia sudah meninju cermin di hadapannya hingga hancur berantakan.

‘Tidak. Aku tidak terima Grace memiliki kekasih. Aku tidak bisa melihatnya menyukai pria lain. Ia harus terus bersamaku.’ Pikir Adro.

Kemudian, ia meletakkan kedua tangannya di kedua sisi wastafel sebelum memejamkan matanya erat-erat. Hatinya sakit sekali. Sungguh menyakitkan ketika ia mencintai seseorang dan begitu menginginkannya, namun, orang itu tidak mencintainya sama sekali.

(TAMAT) The Groom From The Fairy-Tale LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang