Hingga acara berakhir, Adro tetap tidak menemukan Grace. Ya, ia memang belum benar-benar mencari gadis itu di antara banyaknya penonton karena sebagai model, tatapannya harus tetap lurus ke depan selama ia melakukan runway.
Namun, kini hanya tersisa sesi foto bersama di atas panggung. Kedua mata Adro bergerak menyisir setiap kursi yang membentang di sekelilingnya tanpa melihat sosok Grace sama sekali.
Kenapa gadis itu belum juga datang? Kenapa ia lama sekali?
“Panitia! Kami juga ingin berfoto bersama!” Seru beberapa mahasiswi dari bawah panggung.
“Maaf, itu tidak bisa dilakukan,” Jawab salah satu panitia yang berjaga di atas panggung.
Namun, Adro menghampiri salah satu panitia tersebut, dan membisikinya, “Aku tidak apa berfoto bersama beberapa penggemarku. Namun, apakah kau bisa menyaring mereka agar tidak terlalu banyak?”
Panitia pria itu lantas menoleh pada Adro dengan mata membesar. “Kau serius ini tidak apa? Kalian tidak akan membebankan biaya tambahan pada kami, ‘kan?”
Adro tersenyum sembari menggeleng. “Ini adalah permintaan pribadiku. Kelihatannya beberapa dari penonton di bawah adalah penggemarku. Aku hanya ingin menyapa mereka sedikit,”
Panitia itu mengerutkan keningnya sembari menatap ke sekeliling untuk mendapati sebagian penonton tengah bergerak keluar dari auditorium. Setelah berpikir sejenak, ia akhirnya mengangguk. “Baiklah. Tapi kami tidak bertanggungjawab jika terjadi sesuatu yang merugikanmu nanti,”
“Tidak perlu khawatir. Aku akan baik-baik saja,” Adro tersenyum tipis. “Aku hanya seorang model yang baru saja terkenal.”
“Mereka benar bahwa kau sangat rendah hati,” Panitia itu tertawa kecil. “Baiklah kalau begitu. Kau bebas sekarang, tapi tolong jangan membuat keributan,”
“Tentu,” Jawab Adro.
Sesuai janjinya pada dirinya sendiri dan kedua temannya, Lily tetap menunggu di bawah panggung agar bisa berfoto dengan Adro. Ialah yang terus meneriaki para panitia agar mengijinkannya berfoto dengan model yang sedang ia kagumi akhir-akhir ini tersebut.
Namun, yang Lily tidak tahu adalah sejak tadi, Adro telah menyadari keberadaannya karena ia sangat berisik. Bukan hanya itu, Adro juga masih mengingat wajahnya dan kedua temannya sebagai tiga perempuan yang saat itu mengganggu Grace di mall.
Setelah mengganti pakaiannya, Adro segera kembali lagi ke panggung untuk turun berfoto dengan para penggemarnya. Sama seperti Lilly, Rossa, dan Bree, sekitar tiga puluh orang sudah menunggu dengan sabar di bawah panggung setelah mendapat kabar dari panitia bahwa Adro bersedia berfoto bersama sebentar.
‘Jadi, ketiga perempuan pengganggu gadisku ternyata adalah penggemarku, yah? Ini sangat menarik ketika mereka bahkan berhasil menjadi orang-orang yang dipilih panitia untuk berfoto bersamaku. Haha…’ Pikir Adro dalam hati sembari menuruni tangga panggung. Meski begitu, ia tetap mengukir senyum super ramah pada wajahnya.
“Adro! Adro!” Seru para penggemar itu yang hampir seluruhnya adalah perempuan.
“Hai. Terima kasih sudah menungguku,” Sapa Adro begitu kakinya menuruni anak tangga terakhir.
Seperti setetes sirup, Adro seketika dikerumuni oleh para penggemarnya yang bertingkah seperti semut di musim kering. Meski begitu, ia sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini sehingga mampu menghadapai para penggemar gilanya dengan senyum yang terus awet di wajahnya.
“Lihat itu; Mereka seperti zombie kelaparan.” Ucap Victor dengan tangan terlipat di depan dadanya. Lalu ia menoleh pada Kenzie yang berdiri di sampinganya. “Aku beruntung pacarku tidak seperti mereka,”

KAMU SEDANG MEMBACA
(TAMAT) The Groom From The Fairy-Tale Land
Romance#WattpadfantasiID [Follow dulu yuk!] 'Jika satu pintu tertutup, masih ada seribu pintu terbuka.' Untuk ke sekian kalinya, Grace Menken disakiti oleh pria yang hanya memanfaatkan kebaikan hatinya. Hidup sebatang kara, dikucilkan, dan kerap putus cint...