Sosok Sean yang bertelanjang dada membuat kemarahan Adro melonjak hingga ke ubun-ubun. “Di mana Grace?” geramnya.
“Kenapa kau bisa ke sini?” Tanya Sean, mengerutkan kening.
Namun, Adro tidak menjawab, melainkan langsung menerobos masuk ke dalam kamar tersebut. Tubuhnya seakan tersihir menjadi batu ketika ia menemukan Grace sedang duduk di atas ranjang dengan hanya mengenakan dalaman.
“Adro?” Mata Grace membulat besar.
“Hei! Kau ini kenapa?” Sean menarik bahu Adro dari belakang.
Membalikkan punggungnya, Adro tanpa basa-basi melayangkan tinjunya ke rahang Sean hingga pria itu terjatuh ke samping. “Kau bajingan tengik!”
“Adro!” Seru Grace, melompat turun dari kasur.
Namun, Adro terlanjur dikuasai oleh amarah sehingga yang ada di dalam pikirannya hanyalah menghabisi pria berengsek yang telah menyentuh wanita yang ia cintai. Tidak menahan diri sedetik pun, Adro bergerak untuk memukuli wajah Sean bertubi-tubi.
“Kau bajingan! Berani-beraninya, kau! Aku akan membunuhmu!” Geram Adro seraya terus melayangkan pukulannya, sementara Sean hanya mampu melindungi kepalanya dengan kedua lengan tanpa mampu bangkit dari keterpurukannya.
“Adro! Hentikan!” Grace berusaha menarik tubuh Adro mundur, namun ia terlalu lemah dan kekuatan pria itu terlalu besar hingga usahanya sia-sia.
“Adro! Aku mohon hentikan! Apa yang salah denganmu?! Kau sedang melakukan tindakan kriminal!” Seru Grace, menahan tangisnya.
“Kau pikir aku peduli, hah?!” Sahut Adro tanpa berhenti memukuli Sean.
“Hei! Apa yang terjadi?!” Tiba-tiba, seorang petugas hotel muncul dari arah pintu kamar yang ternyata tidak tertutup.
Menoleh pada pria berseragam itu, Grace segera menghampirinya dengan tubuh gemetar dan wajah pucat pasi. “Tolong, tolong hentikan mereka!”
Karena pegawai pria itu hanya sendirian, ia segera menghubungi beberapa rekan kerjanya untuk membantu. Ketika kedua pegawai hotel lainnya datang, barulah mereka berhasil menahan Adro yang masih berusaha memukuli Sean. Beruntung, mereka tiba dengan cepat hingga Sean tidak terluka fatal.
Bangkit berdiri dengan susah payah, Sean menyeka ujung bibirnya yang pecah hingga mengeluarkan cukup banyak darah. “K-kau... berengsek… apa masalahmu?”
“Sean,” Grace menghampiri pria itu, hendak membopohnya. “Aku sungguh minta maaf-“
“Jangan dekati dia!” Adro menyambar lengan Grace sebelum gadis itu sampai pada Sean.
Dengan mata berkaca-kaca, Grace menatap Adro tidak percaya. Mabuk yang sejak tadi ia rasakan seketika sirna entah kemana. “Kau kenapa, Adro? Apa-apaan kau?!”
“Ayo bahas ini di rumah. Ayo pulang sekarang.”
Berusaha menarik tangannya lepas dari genggaman kuat Adro, Grace menggeleng dengan air mata perlahan menetes. “Tidak. Aku tetap di sini.”
“Grace!” Adro tanpa sadar meninggikan suaranya.
Sean melirik ketiga pegawai hotel yang hanya berdiri kebingungan memperhatikan mereka. “Tuan-tuan … maafkan keributan kami. Kalian … boleh pergi.”
“Kau yakin? Kau terluka cukup parah. Kau mungkin juga akan mengotori sprei dan karpet,” Ucap salah satu pegawai dengan agak berbisik.
Sean menggeleng pelan. “Aku akan mengganti … segala kerusakan. Tolong, tinggalkan kami.”
Setelah saling bertukar pandang sekilas, ketiga pegawai hotel itu menurut untuk keluar dari kamar, meninggalkan ketiga tamu aneh itu.
“Ayolah, kita harus pulang. Kau sedang mabuk.” Adro berusaha menurunkan nada suaranya, namun tetap enggan melepas pergelangan tangan Grace.
KAMU SEDANG MEMBACA
(TAMAT) The Groom From The Fairy-Tale Land
Romance#WattpadfantasiID [Follow dulu yuk!] 'Jika satu pintu tertutup, masih ada seribu pintu terbuka.' Untuk ke sekian kalinya, Grace Menken disakiti oleh pria yang hanya memanfaatkan kebaikan hatinya. Hidup sebatang kara, dikucilkan, dan kerap putus cint...