Karena pencarian mereka sama sekali tidak membuahkan hasil, keduanya memutuskan untuk kembali ke rumah Grace.
Di dalam perjalanan, Grace menyadari bahwa Adro terus diam menatap jendela. Pria itu pasti merasa sangat kecewa dan gundah. Mansion itu adalah satu-satunya tempat yang bisa mereka andalkan untuk menemukan jalan pulang Adro karena dari sana’lah pria itu muncul.
Dengan tidak adanya petunjuk apa pun di mansion itu menandakan bahwa kemungkinan Adro bisa kembali sangatlah kecil atau bahkan mustahil.
“Maaf jika pencarian hari ini tidak memiliki hasil,” Ucap Grace pelan.
Adro menoleh pada gadis itu. Ia menyadari mungkin wajahnya sekarang terlihat cemberut meski ia tidak bermaksud begitu. Ia segera mengukir senyum. “Kau tidak perlu minta maaf. Ini semua bukan salahmu. Akulah yang seharusnya berterimakasih padamu karena sudah membantuku meski kondisi kakimu sedang cedera,”
“Sejak orangtua hingga akhirnya nenekku juga meninggal, aku sering merasa ketakutan,” Ucap Grace tiba-tiba. “Itu adalah perasaan takut yang tidak bisa dijelaskan. Aku merasa sendirian di dunia ini meski aku memiliki Sarah dan Bella sebagai temanku. Dan meski aku sudah dewasa dan sangat wajar jika aku hidup sendiri, itu terasa berbeda ketika aku mengetahui bahwa aku tidak lagi memiliki keluarga di dunia ini. Ketika aku merasa kesepian, tidak ada lagi tempat untukku mencari kehangatan. Bahkan seorang pengembara pun memiliki rumah untuk pulang, ‘kan? Bagiku, rumah tidak selalu berbentuk sebuah bangunan beratap, melainkan seseorang yang aku sayangi,”
Adro terdiam dengan tatapan kosong ke bawah. Kemudian ia menoleh pada Grace. “Aku menyesal kau harus merasakan hal itu. Dan kau benar, bahkan seorang pengembara memiliki tempat atau seseorang untuk kembali. Sangat disayangkan aku baru menyadarinya,”
“Kau tidak menyadarinya?” Kedua alis Grace terangkat.
“Dapat aku katakan bahwa selama ini aku kurang menghargai rumahku, atau yang dapat aku sebut sebagai keluargaku – ayah, ibu, saudara laki-lakiku, dan lainnya. Aku tahu mereka adalah keluargaku, namun aku tidak melihat mereka dengan pandangan sedalam dirimu kepada keluargamu. Aku mengembara dan pergi berperang tanpa pernah memikirkan mereka. Namun di dasar hatiku, rasanya aku menyadari bahwa ada rumah sesungguhnya di mana aku dapat beristirahat dengan tenang,” Jelas Adro.
“Nenekku berkata bahwa kau baru akan menyadari betapa pentingnya suatu hal ketika kau kehilangan itu,” Gumam Grace.
Adro menatap gadis itu lagi. “Aku rasa kau benar.” Gumamnya. “Dan kini aku mulai merasakannya,”
Grace menarik napas dalam hingga kedua pundaknya terangkat. Lalu ia menatap Adro penuh semangat. “Karena itu, Adro. Aku akan terus membantumu kembali sehingga kau bisa bertemu dengan keluargamu lagi. Aku tidak bisa menjanjikan akan berhasil, namun aku berjanji akan melakukan yang terbaik yang aku bisa,”
***
“Apa kau yakin meninggalkan pria itu di rumahmu sendirian?”
Grace menoleh pada Sarah yang sedang menyetir. Sejak tadi, ia hanya diam. Bukan karena ia tidak memiliki apa pun untuk dikatakan kepada sang sahabat, namun ia memiliki terlalu banyak kalimat di otak yang berujung tersangkut di tenggorokannya. Ia ingin bertanya pada Sarah mengenai kertas pesan terakhirnya, namun bingung bagaimana memulainya.
Namun, hingga saat ini, Sarah tidak kunjung memberikan tanda-tanda bahwa ia mengetahui sesuatu tentang surat itu. Ia malah kembali membahas tentang Adro.
“Aku… cukup yakin ia tidak akan menghancurkan rumahku. Aku sudah mengajarkannya cara menggunakan oven, pancuran, dan lainnya,” Jawab Grace.
Sarah mendecakkan lidahnya. “Bukan itu maksudku, Konyol. Maaf jika aku seakan menguliahimu, namun kita telah berteman sejak kecil dan aku bertemu denganmu hampir enam hari dalam seminggu selama empat belas tahun. Satu kali pun aku tidak pernah melihat kau memiliki kerabat yang datang ke rumahmu atau berita tentang itu. Apakah aku salah jika menyebut pria aneh itu sebagai orang asing?”
![](https://img.wattpad.com/cover/330264013-288-k498822.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
(TAMAT) The Groom From The Fairy-Tale Land
Romance#WattpadfantasiID [Follow dulu yuk!] 'Jika satu pintu tertutup, masih ada seribu pintu terbuka.' Untuk ke sekian kalinya, Grace Menken disakiti oleh pria yang hanya memanfaatkan kebaikan hatinya. Hidup sebatang kara, dikucilkan, dan kerap putus cint...