Kegelapan yang membungkus Grace perlahan memudar. Ia terjatuh di atas kedua kakinya dan samar-samar melihat Batu Sakti tengah berlutut, masih di tempat yang sama.
Mata Grace menyipit dan keningnya mengkerut. Jika tidak salah dengar, sepertinya tadi Batu Sakti mengutuknya untuk berjalan di atas perut dan kepalanya akan terus menunduk. Namun kenapa posisi pandangannya masih sama seperti sebelumnya?
“K-kau…” Batu Sakti terbata. Cahaya merah yang bersinar di sekitar tangannya yang tengah menutup luka tusuknya perlahan padam. “Ba … bagaimana bisa?”
Mengalihkan tatapannya dari Batu Sakti yang tengah termenung menatapnya, Grace mengangkat tangannya yang masih menggenggam pedang dan mendapati ia masih memiliki tubuh manusianya. “Aku … tidak berubah?”
“Ti-tidak mungkin!” Gagap Batu Sakti. “Aku jelas-jelas sudah mengutukmu. Tidak ada satupun orang di dunia ini yang bisa bebas dari kutukanku setelah menyentuhku!”
Kalimat pria tua itu membuat sebuah senyum merekah di bibir Grace. Lalu ia mengeratkan genggamannya pada pedangnya dan berkata, “Sayangnya, aku bukan orang dari dunia ini.”
“Jangan! Jika kau membunuhku, keluarga Groendez akan kehilangan kekuatan mereka!”
Tanpa basa-basi lagi, Grace langsung mengayunkan pedangnya menyamping sambil berucap, “Maaf. Itu lebih baik.”
Kepala Batu Sakti menggelinding di tanah sementara tubuhnya masih berada dalam posisi berlutut sebelum akhirnya terjatuh ke depan. Grace memalingkan wajahnya dengan napas tersendat-sendat. Tangan dan lututnya gemetar, bukan karena ia kelelahan dan kehilangan banyak darah, namun karena ia baru saja memenggal kepala seseorang hingga tewas.
Menarik napas dalam-dalam, Grace menggeleng cepat. “Kuatkan dirimu, Grace,”
Kemudian, ia melangkah menghampiri kepala Batu Sakti dan melihat wajahnya. Kedua mata pria tua itu masih melotot besar dan pangkal kepalanya masih mengucurkan darah. Sambil menahan napas, Grace menyenggol kepala tersebut dengan kakinya untuk meyakinkan dirinya bahwa pria itu sudah mati.
Krrkk!
Tiba-tiba, suara retakan kembali terdengar dari langit seperti guntur. Grace refleks menoleh ke atas dan melihat retakan-retakan lebar muncul di langit putih itu dan merambat ke sekelilingnya.
Grace tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, namun tempat itu sertinya akan segera hancur. Semakin banyak retakannya, semakin menggelap ruang putih itu. Tidak ada tempat untuk Grace berlari. Ia hanya berdiri diam di tempat hingga kegelapan menyelimutinya.
“GRACE!”
Grace membuka matanya dengan terkejut. Ia mengerjap sekali untuk mengumpulkan kewarasannya dan mendapati sebuah altar berada di hadapannya.
“Grace!” Damian menghampiri gadis itu.
“Damian. Apa kau baik-baik saja?” Grace menoleh pada pria yang seluruh tubuhnya dibasahi peluh dan merah darah merembes di berbagai bagian pakaiannya.
“Semua monsternya tiba-tiba berhenti bergerak. Apa yang terjadi?” Tanya Damian.
“Tadi aku-“
“Batunya.” Damian tanpa sengaja memotong jawaban Grace.
“Batu?” Grace menoleh pada apa yang sedang Damian tatap. Batu saktinya telah hancur berkeping-keping.
“Apa kau memegang batunya?” Damian meraih pundak Grace.
Gadis itu mengangguk. “Tadi aku bertemu dengan dewa Batu Sakti itu dan berhasil membunuhnya. Aku rasa itu penyebab-“
Suara gemuruh membuat Grace menghentikan bicaranya. Bebatuan kecil mulai berjatuhan dari langit-langit ruangan itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/330264013-288-k498822.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
(TAMAT) The Groom From The Fairy-Tale Land
Romance#WattpadfantasiID [Follow dulu yuk!] 'Jika satu pintu tertutup, masih ada seribu pintu terbuka.' Untuk ke sekian kalinya, Grace Menken disakiti oleh pria yang hanya memanfaatkan kebaikan hatinya. Hidup sebatang kara, dikucilkan, dan kerap putus cint...