90. Menjadi Berguna

36 7 0
                                    

Grace dapat merasakan lututnya bergetar.

Di hadapannya adalah seekor monster dengan tinggi tiga meter dan bentang sayap dua kali panjang tubuhnya. Ia memiliki mata merah menyala dan moncong besar penuh gigi setajam gergaji.

Namun, Grace tidak tahu ia bisa seberani ini. Ia bahkan setengah sadar ketika menyambar pedang yang tergeletak di tanah dan entah mengapa telah mengayunkannya ke punggung monster itu. Hal yang lebih aneh adalah perasaan Grace yang seakan mendorongnya untuk berusaha melawan monster itu.

“Kemarilah!” Seru Grace, memasang kuda-kuda sesuai yang telah diajarkan Adro padanya.

KAKK!!

Dengan geram, monster itu menyerbu Grace dengan membabibuta. Namun, Grace segera berlari menyingkir dengan pedang yang cukup berat di kedua tangannya. Beruntung, karena monster itu sudah terluka, pergerakannya tidak secepat sebelumnya sehingga Grace berhasil berdiri di sampingnya untuk mengayunkan pedang ke arah sayapnya.

KAKK!!

“Yeah! Rasakan itu!”

Sorakan Grace membuat monster itu semakin marah hingga berusaha menyerangnya lagi. Namun Grace kembali mengelak dan mengayunkan pedangnya. Ketika monster itu mengepakkan sayapnya untuk menyerang Grace dari posisi lebih tinggi, tanpa ragu, Grace menghunuskan ujung pedangnya pada perut monster itu.

Darah biru melumuri pedang Grace dan mengotori gaunnya dan tangannya. Dengan napas terengah dan keringat bercucuran, ia menatap monster yang telah tewas penuh luka di depannya.

“Nona! Nona!” Seru Anez, berusaha menghampiri Grace dengan menyeret kakinya.

“Jangan bergerak, Anez. Luka di kakimu akan semakin parah,” Ucap Grace.

“Apa yang terjadi?”

Tiga penjaga berlari menghampiri mereka.

“Bagaimana monster bisa masuk ke sini?”

“Luke!”

“Dia masih hidup! Cepat bawa dia ke tabib!”

“Nona, apa kau tidak apa-apa?” Salah seorang penjaga menghampiri Grace.

“Oh, ya, aku baik-baik saja, tapi Anez terluka.” Jawab Grace sembari menghampiri Anez. “Apakah kau bisa menolongnya? Ia harus segera diobati,”

“Nona, aku sungguh minta maaf. Karena melindungiku, kau hampir celaka. Aku sungguh minta maaf.” Anez berusaha berlutut sambil berderai air mata.

Grace menggeleng. “Tidak, Anez. Kau tidak perlu minta maaf. Berkatmu, aku menyadari sebuah hal besar,” ia tersenyum.

***

“Grace!”

“Ukh! Ukh! K-kau… Kau mengagetkanku…” Grace menepuk-nepuk dadanya.

“Maaf.” Ucap Adro cepat. Ia mengambil gelas air dari atas meja makan kecil beroda di samping ranjang dan memberikannya pada Grace. “Kau tidak tahu betapa khawatirnya aku. Syukurlah… kelihatannya kau baik-baik saja,”

Meneguk air dari gelas pemberian Adro, akhirnya potongan daging yang membuat Grace tersedak berhasil tertelan. Setelah berdehem beberapa kali untuk mengatasi nyeri di kerongkongannya, Grace menjawab, “Maaf. Aku sudah mengatakan pada para penjaga untuk tidak mengejutkanmu.”

“Kau diserang monster, bagaimana aku tidak terkejut, bahkan jika mereka menyampaikannya sambil bermain biola?” Sahut Adro, membuat Grace terkekeh geli.

Namun, meski kalimatnya terdengar seperti lelucon, Adro tidak bermaksud begitu. Ia terus menatap Grace tajam. “Itu sangat berbahaya, Grace. Tolong jangan melakukan hal seperti itu lagi.”

(TAMAT) The Groom From The Fairy-Tale LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang