Ξ

573 15 4
                                    

XI

Huruf ke-14 dalam alphabet Yunani

*simbol untuk inisial fungsi massa dan fungsi korelasi dalam astronomi

ξ

"Kamu kenapa teriak-teriak?" Laila mengawasi Denis yang sedang menahan dada padahal menurutnya turun lewat tangga tidak akan membuat Denis selelah itu.

Denis tidak sempat menjawab, Laila lebih dulu mendekatinya dan memeluknya. Di tengah dekapan ibunya, Denis sadar pesan itu hanya main-main. Ibunya tidak benar-benar meninggal.

Siapapun itu, yang sudah berani membawa nama ibunya di permainan murahan seperti ini, berhasil membuat lubuk hati terdalam Denis tersulut emosi.

"Suruh penjaga periksa rumah ini, Ma."

Laila terdiam beberapa detik. "Kenapa?"

"Nggak papa, cek aja."

Bibir pucat Denis mencuri perhatian Laila. "Jangan-jangan kamu benar-benar makan bakso boraks, ini buktinya kamu jadi pucat kayak gini."

Denis mendesis kesal. "Bakso boraksnya udah dulu, Ma, jangan bahas itu sekarang. Denis lagi ..."

Laila menunggu Denis menyelesaikan kalimatnya, tapi anak itu tidak mengatakan apa-apa.

"Hape kamu." Laila mengelus layar ponsel Denis yang retak. "Kenapa sayang? Kenapa sampai pecah kayak gini?"

Denis meraih ponselnya dari atas lantai. Pesan teror itu masih terus menghantui pikirannya setiap dia berkedip.

Dera masuk area Triptha melalui gerbang setelah menunjukkan sicenya di mesin detektor. Dia melambaikan tangan ke arah Seli yang masih antre karena tak tau bagaimana harus masuk.

Sejauh ini, Seli belum juga mendapatkan transferan dari orang tuanya, karena itulah dia belum bisa membeli sice baru. Itu juga berarti Seli harus menggunakan cara lain untuk masuk sekolah tanpa sice.

Antrean semakin berkurang. Seli berdiri di barisan paling depan dengan napas tertahan. Gerbang tidak akan terbuka jika tidak menedeteksi barkot dari sice seseorang.

"Pak Maul!" seru Seli kepada penjaga berseragam hitam putih yang sedang mengobrol dengan penjaga yang lain.

"Hari ini nggak pakai sice, ya!" kata Seli untuk keenam kalinya selama beberapa hari terakhir.

"Nggak, nggak bisa!" sahut Pak Maul. Tangannya yang semula berkacak pinggang, kini berpegangan pada pintu seolah menjaga pintu agar tidak didobrak paksa oleh Seli.

"Pak, tolongin saya hari ini aja, lah. Gue janji cuma hari ini doang." Seli memanyunkan bibir. Melirik ke arah Dera yang masih menunggunya di balik gerbang.

"Kemarin kamu bilang hari terakhir. Seharusnya hari ini kamu sudah ada SIC baru!" Pak Maul menatap emosi.

"Buruan, Sel!" seru cowok-cowok yang sedang antre di belakang.

Karena tak tahan dengan kegaduhan, Pak Maul juga sibuk mengawasi gerbang yang lain, akhirnya Seli meloncat ke atas gerbang setinggi dada orang dewasa itu. Tubuhnya terjatuh ke tanah, tangannya terkena ujung pot bunga.

"Seli!" pekik Pak Maul marah.

Seli buru-buru bangkit, lalu mengajak Dera berbaur di koridor yang ramai.

"Lo tuh bisa-bisanya berubah jadi cicak gitu, Sel!" Dera melepaskan genggaman Seli dari tangannya.

"Satu-satunya cara biar gue bisa masuk."

The Golden StudentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang