VII : BABAK PERTAMA

300 11 0
                                    

Denis mengangguk. "Nah, iya. Ngapain dia di sini?"

"Kurang tau. Lo gimana? Udah persiapan buat hari ini?" tanya Raka membuat Denis curiga karena tiba-tiba dia mengalihkan pembicaraan.

"Lumayan," sahut Denis. Dia berbohong. Dia sama sekali tidak melakukan persiapan. Dia menghabiskan malamnya dengan menggalau di balkon.

"Mata lo bengkak gitu kenapa?" perhatian Raka justru teralihkan ke wajah Denis yang kelihatan lebih pucat daripada biasanya.

Sambil menelan cerealnya, Denis menghela napas kecewa. Mana bisa dia tahan tidak membagi ceritanya dengan Raka. Apalagi tentang pengalaman pertamanya tentang patah hati.

"Lo tau nggak selama ini gue dekat sama Sofia?" tanya Denis membuat Raka menautkan alis.

Denis ingat dia pernah menceritakan sekilas kepada Raka tentang rasa tertariknya kepada Sofia.

"Gue kira gue akan punya pacar untuk pertama kalinya dalam hidup gue, tapi tiba-tiba dia bilang kalau dia deket sama gue cuma karena dia pura-pura suka sama gue." Denis tidak akan menceritakan tentang ciuman pertamanya.

"Awalnya gue kira dia serius, Ka. Dia benar-benar keliatan kayak orang serius, sampai akhirnya dia ngaku kayak gitu."

Tiba-tiba selera makan Denis menghilang.

"Lo tau apa yang lebih parah?" tanya Denis lagi. "Dia berusaha ngedeketin gue supaya gue bisa menjauh dari lo. Dia ngelakuin semua ini semata-mata cuma karena disuruh Aldi. Orang yang selama ini bekerja sama dengan Aldi buat gangguin kita itu Sofia orangnya."

Raka terlihat syok meskipun dari awal dia sudah bisa menebaknya. "Gue udah tau."

Denis membelalak terkejut. "Sejak kapan lo tau?"

"Sejak gue dapat informasi dari Seli kalau Aldi yang kembaliin sice milik Seli padahal Sofia yang ambil. Itu artinya Aldi dan Seli ada interaksi lebih daripada teman sekelas. Mereka sama-sama mantan siswa NHS. Kita nggak tau apa aja yang mereka alami waktu mereka masih sekolah di NHS. Entah itu mereka temenan, atau justru pacaran," jelas Raka panjang lebar.

Denis menyesal tidak menyadari hal itu sejak dulu. "Gue cuma nggak nyangka aja kalau Sofia ternyata punya sisi lain yang hampir sama kayak Aldi."

Raka menuangkan air putih ke gelas kosong, lalu menggeser gelas itu ke hadapan Denis. "Lupain aja dia. Fokus sama yang lebih pasti."

"Maksud lo?"

Raka tidak menjawab. Dia ingin Denis berpikir sendiri apa arti ucapannya barusan.

"Terus, kenapa lo pagi-pagi buta kayak gini ke sini? Ditinggal keluar kota, kah?" tebak Raka.

"Enggak, lagi ada masalah aja sama Papa." Denis mengaduk-aduk cerealnya yang hampir berubah jadi bubur karena tidak lekas dimakan.

"Mulai hari ini gue nggak dibolehin keluar malam gara-gara kita bubarin Rule Breakers." Denis menghembuskan napas kasar. "Bukan cuma itu, gue dibeda-bedain sama lo. Katanya selama ini gue belum bisa jaga diri. Gue nggak kayak lo yang pemberani. Gue capek dianggap anak kecil terus, Ka. Gue juga pengen bebas kayak lo, kayak yang lain."

Pantas saja Denis datang dengan wajah pucat dan mata bengkak, rupanya dia sedang dilanda dua masalah sekaligus.

Raka ikut sedih meskipun ekspresi wajahnya sama seperti biasa, datar.

Sudah berkali-kali Raka menjadi tempat curhat Denis dan ini pertama kalinya Denis terlihat semenyedihkan ini.

"Simpel aja, Den. Lo buktiin ke mereka kalau lo bisa jaga diri," kata Raka dengan nada menggurui.

The Golden StudentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang