XII

186 12 0
                                    


•••

Raka dan Dera baru saja tiba di sekolah. Mereka menempelkan sice untuk absen, lalu berjalan di koridor sambil mengecek aplikasi Triptha.

Sejak tadi Dera membicarakan tentang rumor ada anak yang memalsukan nilai OS (ujian masuk Triptha).

Berita itu tersebar sejak semalam.

Siswa tersebut mendapatkan nilai seratus di ujian karena membayar pihak sekolah sehingga dia masuk ke kelas unggulan.

"Sofia," tebak Raka. Dia ingat sekali gadis itu menyebut nilai OS-nya seratus ketika pertama kali masuk Triptha, karena itulah dia masuk kelas unggulan.

Akan tetapi, Raka sama sekali tidak menyangka kalau Sofia mendapatkan nilai seratus itu karena hasil suap.

Lalu Denis datang dengan ekspresi panik.

"Raka, ke lab sekarang!" kata Denis membuat Raka dan Dera refleks berhenti.

"Proyek tim satu hancur." Denis tidak bohong. Dia hampir saja jadi tersangka utama ketika mengetahui pintu lab satu tidak terkunci pagi tadi.

Untung saja ada Pak Hasan datang sehingga Denis bukan jadi satu-satunya orang yang melihat pertama kali proyek milik tim satu porak poranda.

"G-gimana bisa?" Raka tergagap.

"Lo liat sendiri aja."

Mereka berlarian menyusuri koridor. Nyatanya, bukan Denis dan Raka saja yang ingin tau tentang kabar itu. Anak-anak IPS juga menyusul di belakang mereka, ikut mencari tau apa yang sebenarnya terjadi.

Setibanya di lab satu, mereka melihat Aldi dan teman-temannya terduduk pasrah di kursi, beberapa di lantai sambil melamun.

Bu Sonia dan Pak Hasan melihat-lihat sisa proyek yang masih bisa diselamatkan. Sayangnya, semuanya hancur lebur seperti dimasukkan kedalam mesin penghancur.

Raka melirik ke arah Aldi. Tepat saat itu, tatapan mata keduanya bertemu dan Raka merasakan atmosfir persaingan.

Raka buru-buru mengalihkan pandangan ke arah Bu Sonia dan Pak Hasan lagi.

Anak-anak kepo semakin banyak yang berdatangan untuk melihat secara langsung tragedi mengenaskan itu.

Hingga keributan terdengar dari kejauhan membuat beberapa orang bergeser, memberikan jalan kepada dua orang gadis yang sedang saling tarik menarik.

Raka dan Denis terkejut ketika melihat Sofia lah yang datang dan dia sedang menarik lengan Gloria dengan paksa.

Gadis berambut pendek itu terlihat memberontak, wajahnya ketakutan.

Raka dan Denis saling menatap tegang karena Gloria adalah salah satu peserta dari tim mereka.

"Bu Sonia," pekik Sofia dengan nada menggebu. "Dia, Gloria yang sudah hancurkan proyek tim satu!" Sofia menghempaskan lengan Gloria.

Semua orang, termasuk Bu Sonia, menatap tidak percaya ke arah gadis berambut pendek itu.

Gloria pun tertunduk malu menjadi pusat perhatian.

"B-bukan saya, Bu. Bukan saya," rengek Gloria.

"Saya punya bukti kalau kalian memerlukannya. Bukti kalau memang Gloria yang sudah menghancurkan proyek tim saya." Tentu saja Sofia bertindak senekat ini—sampai memperlihatkan sikap kerasnya padahal selama ini dia selalu terlihat anggun—karena dia sudah punya bukti valid bahwa Gloria bersalah.

Bu Sonia tidak menjawab, dia memperhatikan Gloria dengan seksama.

Jika Gloria tidak bersalah, tentu saja dia tidak akan diam, dia pasti akan membantah Sofia, tapi dia tidak melakukannya. Maka Bu Sonia percaya dengan Sofia.

"Saya ingin, seluruh peserta The Golden Student untuk berkumpul di aula siang ini, sebarkan berita itu, Pak Hasan," perintah Bu Sonia tanpa menoleh ke arah Pak Hasan. Lalu dengan kakinya yang panjang dan berisi, dia meninggalkan ruangan itu.

Anak-anak memberikan jalan kepada Bu Sonia. Meskipun mereka menunduk sebagai penghormatan, Bu Sonia tidak peduli sama sekali. Dia benar-benar tidak menyangka pertandingan ini akan jadi kacau padahal dia tidak ingin mengecewakan para pihak TGS karena sudah memilih Triptha sebagai lokasi pertandingan.

Sambil berjalan ke ruang kepala sekolah, Bu Sonia menelfon seseorang. Dia menyuruh untuk tidak menyebarkan berita ini ke media mana pun. Dia tidak ingin nama Triptha tercoreng hanya karena sebuah keributan kecil.

Seperginya Bu Sonia dari ruangan, Pak Hasan pun ikut pergi setelah memberikan ucapan semangat untuk tim satu.

Gloria jadi tontonan semua orang padahal dia cuma berdiri di tengah ruangan sambil menunduk dan manangis.

Raka dan Denis memilih untuk keluar dari sana. Mereka sudah membuat rencana untuk menanyai Gloria jika mereka punya kesempatan nanti. Tentu saja mereka penasaran, apa yang membuat Gloria nekat melakukan hal itu.

"Raka!" bentak seseorang dari belakang sana membuat Raka menghentikan langkah dan menoleh.

Siapa lagi jika bukan Aldi. Tangannya terlihat mengepal. Sudut matanya lancip, memperlihatkan sorot kebencian.

"Lo mau gunain cara kotor, hah?!" sentak Aldi sambil mendorong bahu Raka.

Setelah Gloria, kini anak-anak yang masih berkumpul di sana mengalihkan pandangan ke arah Aldi.

"Lo pasti suruh anak buah lo itu untuk hancurin proyek gue, kan? Otak lo nggak bisa buat lo menang kalau lo nggak curang?"

Raka terkejut mendapat serangan mendadak dari Aldi, tapi bukan berarti dia takut. "Lo pikir gue tau tentang masalah ini?"

"Iya, siapa lagi kalau bukan pecundang kayak lo. Lo berani terima tantangan gue, tapi lo nggak berani gunain otak lo sendiri, lo curang. Dasar pecundang!" Aldi mendorong Raka sekali lagi hingga Raka nyaris berada di tepi tangga.

"Ada apa ini?!" sela Pak Satria. Menarik bahu Raka agar tidak berdiri di tepi tangga atau Raka akan jatuh jika dia melangkah mundur sekali saja.

Akhirnya orang yang ditunggu-tunggu sejak tadi datang juga. Begitu Pak Satria datang, anak-anak menghela napas lega.

"Jangan gunakan kekerasan di kompetisi saya!" tegas Pak Satria. Menatap Raka dan Aldi satu persatu.

"Semua yang terjadi sedang diselidiki dan selama proses penyelidikan, saya tidak ingin ada kekerasan. Kalian mengerti?!" bentak pak Satria ke arah Aldi.

"Raka, kamu baik-baik saja?" tanya Pak Satria, bicara dengan nada khawatir kepada Raka.

"Iya, Pak," sahut Raka. Sedangkan Aldi mengumpat di dalam hati karena selalu dia yang disalahkan setiap kali bertengkar dengan Raka. Baik Pak Hasan, maupun Pak Satria, mereka pasti akan langsung menuduh Aldi yang jahat.

"Sebaiknya kamu kembali ke tempat kamu, Aldi," perintah Pak Satria dengan nada garang. "Jangan buat onar atau saya terpaksa akan blacklist kamu dari peserta TGS."

Aldi tidak kaget mendengar ancaman itu. Dia berbalik untuk meninggalkan koridor. Menyuruh anak-anak untuk bubar.

Setelah Aldi pergi dan lab satu kosong, Pak Satria kembali menatap ke arah Raka. "Kalau Aldi banyak tingkah, jangan segan-segan untuk panggil saya, Raka."

Raka mengangguk mengerti. Dia masih berusaha menetralkan emosinya. Lalu mengajak Denis dan Dera untuk pergi dari sana.

Ada sebuah alasan kenapa Raka tidak berterima kasih kepada Pak Satria. Dia ingat jelas apa yang terjadi kemarin sore.

Pukul setengah enam sore dia melihat proyek satu dari jendela, proyek itu masih baik-baik saja. Hingga dia melihat siluet Pak Satria di dalam ruangan lab satu.

Dalam hatinya yang terdalam, Raka mencurigai Pak Satria. Di sisi lain, dia juga curiga dengan Gloria karena pengakuan Sofia tadi. Lantas, siapa sebenarnya di antara kedua orang itu yang bersalah?

The Golden StudentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang