IV

318 11 0
                                    

Senin itu, anak-anak berseragam putih abu-abu dikumpulkan di aula. Mereka semua adalah kumpulan siswa yang resmi menjadi peserta di The Golden Student.

Di antara lautan siswa yang sedang mendengarkan sambutan dari Bu Sonia, si Kepala Sekolah, ada Raka dan Denis yang sedang menunjuk-nunjuk gadis bertuksedo di atas panggung.

Sejauh ini tidak ada yang tau siapa gadis yang duduk di jajaran para juri TGS itu. Dia terlihat seperti bukan siswa dari Triptha.

Memang begitulah kenyataannya ketika Denis sadar kalau gadis bermata sipit itu pernah dia lihat di sebuah artikel berita asal Singapura.

Dia adalah Yang Lau Lee, duta siswa dari Singapura sekaligus pemenang TGS tahun lalu.

Ketika Denis fokus memperhatikan Yang Lau Lee, Raka justru heran melihat Mr Benjamin ada di antara para juri. Laki-laki itu pernah datang ke rumah Irfan, tepat ketika Raka pertama kali tinggal di sana.

"Kita bersama dengan duta siswa Singapura, pemenang The Golden Student 2016, YANG LAU LEE!"

Seandainya Bu Sonia tidak mengawali, tidak akan ada yang bertepuk tangan karena terpesona melihat betapa berwibawanya gadis seusia mereka itu.

Yang Lau Lee bangkit, bahunya tersampir selempang dengan tulisan bahasa Inggris yang menunjukkan bahwa dia duta pelajar dari Singapura—sebuah hadiah bagi siapapun yang memenangkan TGS.

Lencana berlogo mahkota di dada kanan menyala-nyala ketika dia tiba di depan mic untuk menggantikan Bu Sonia.

"Thank you!" suaranya melengking dan kecil, mengingatkan Raka dengan suara gadis-gadis di drama Korea yang pernah Dera tonton.

"Good morning, everyone! I am so glad to be here with all of you. Perkenalkan, nama saya Yang Lau Lee. Saya adalah duta siswa dari Singapura semenjak memenangkan The Golden Student tahun lalu."

Denis tidak berkedip membayangkan dirinya ada di posisi Yang. Mengenakan selempang, menyombongkan lencana, dan bicara di depan teman-teman seusianya dengan penuh wibawa.

"Awalnya saya juga adalah siswa biasa seperti kalian. Belajar, mengikuti lomba, melaksanakan ujian, dan lain sebagainya. Tapi kali ini saya berdiri di sini.

Saya merasa bangga pada diri saya sendiri karena saya berjuang untuk mendapatkan semua ini.

Kalian juga bisa seperti saya asalkan kalian berusaha dan percaya. Saya yakin, salah satu dari kalian di aula ini akan menjadi perwakilan duta siswa dari Indonesia.

Saya akan sangat menunggu salah satu dari kalian bergabung dengan pemenang The Golden Student dari negara lain."

Raka setengah tidak percaya Yang Lau Lee adalah anak seumurannya. Wajahnya memang babyface dan terlihat seperti siswa SMA, tapi sikapnya dan profesiolitasnya berhasil membuat Raka kagum.

"Para pemenang The Golden Student punya begitu banyak program menarik.

Kami melakukan pertemuan setiap satu bulan sekali di berbagai negara.

Baru minggu lalu saya pulang dari Milan, dan bulan depan kami akan mengadakan pertemuan di Cardiff.

Kami membahas isu-isu pendidikan, perlombaan, dan juga menjadi volunteer di berbagai acara internasional.

Kami sangat menunggu duta dari Indonesia untuk bergabung dan menjadi bagian dari kelompok kami."

Kedatangan Yang untuk memberikan motivasi ternyata seratus persen berhasil. Buktinya, tidak ada yang tidak tergiur dengan penjelasan Yang.

Mereka semua semakin bersemangat untuk menjadi pemenang TGS, tak terkecuali Denis yang sudah berencana untuk tidak tidur malam ini demi belajar.

Bahkan Raka pun tergiur meskipun selama ini dia ikut TGS dengan tujuan untuk memenangkan Dera dari tantangan Aldi.

Acara selesai pukul sebelas siang. Semua siswa keluar dari aula. Beberapa masih berkerumun untuk meminta foto dengan Yang Lau Lee.

Denis adalah salah satu dari mereka seandainya Seli tidak menariknya untuk kembali ke jalan yang benar.

"Yang bener aja lo, masa mau minta foto bareng cewek-cewek, dasar kecoa albino!" kata Seli membuat Denis menghempaskan lengannya.

"Mau minta tips biar bisa jadi juara," jelas Denis.

"Tipsnya cuma satu," sela Dera ketika mereka duduk di bangku koridor yang agak jauh dari keberadaan kerumunan orang-orang.

"Apa tuh?" tanya Denis.

"Ya, lo belajar." Dera mengedikkan bahu.

Raka menepuk bahu Dera membuat perhatian teralihkan padanya. "Jangan suruh Denis belajar, dia belajar tiap hari. Suruh Denis nge-gym juga, soalnya ada babak atletik di TGS."

Mereka tertawa mendengar ucapan Raka. Denis bukannya malas berolahraga, dia hanya tidak diperbolehkan olahraga terlalu sering oleh keluarganya. 

Saat kecil dia pernah jatuh dari perlombaan sepeda hingga lumpuh dua minggu. Sejak saat itu, ibunya sangat protektif tiap kali Denis olahraga. Ikut klub basket pun sebenarnya diam-diam, tidak ada yang tau.

"Nail art yuk, Der." Seli melihat-lihat kukunya yang terlihat seperti kacang jamuran.

"Eh, gimana ya." Dera meringis. Nail art adalah hobi mereka berdua sampai Raka dan Denis bosan mendengarnya.

"Elo tuh, gimana sih, Sel? Bukannya belajar malah nail art." Denis mengacak rambut Seli, bahkan mendorong-dorongnya sampai tangannya tercakar oleh kuku tajam Seli.

"Ini fungsinya nail art, biar gue bisa cakar lo hidup-hidup. Belajar? Gue udah puas belajar, nggak usah khawatir gue nggak lolos, Den. Gue yang bakal menang nanti."

Denis tertawa mengejek. "Bayangin, Seli di atas panggung, pakai lencana TGS sama selempang duta siswa Indonesia," katanya di tengah tawa.

"Terus kenapa kalau gue kayak gitu?" Seli mendelik marah. "Kalau lo bisa menang, gue juga bisa."

Seharusnya hari ini Seli libur dari kerjanya di apotek, karena itulah dia tadi mengajak Dera ke salon untuk nail art.

Namun ketika pulang sekolah, Seli mendapatkan informasi dari atasannya kalau dia tetap harus masuk.

Dengan enggan Seli berangkat kerja. Dia membawa serta buku-buku berisi soal latihan yang sudah dia pinjam sejak lima hari lalu, tapi belum pernah dia buka sampai sekarang.

Hingga jam pulang tiba, sekitar pukul delapan malam, Seli belum juga membuka buku itu. Alhasil buku-buku itu sia-sia karena tidak dipelajari sama sekali.

Sambil bersiul-siul riang, Seli membelokkan motornya yang hampir tiba di depan rumah.

Komplek perumahannya dilengkapi dengan jalan setapak yang sedang Seli lewati. Namun motor Seli harus terhenti karena ada mobil kap besar diparkir di tengah jalan.

"Nggak enak punya tetangga tukang kayu. Mana tiap pagi ngang ngeng ngang ngeng suara mesin. Kalau malam mobil gede halangin jalan kayak gini," gerutu Seli sambil menghentikan motornya.

Dengan terpaksa dia harus menarik motornya agar bisa melewati celah kecil yang tersisa di jalan setapak.

Ketika melewati mobil kap itu, Seli agak melirik ke dalam. Dia tidak melihat ada kayu maupun bahan-bahan pengrajin kayu.

Dia melihat ada lemari dan beberapa barang rumah tangga. Seli menatap sekeliling, apa salah satu tetangganya ada yang pindah rumah?

Seli memarkirkan motornya di depan rumah. Dia membawa serta tasnya dan berjalan santai ke depan pintu utama.

Baru saja ingin memasukkan kunci ke dalam lubang pintu, Seli kaget pintu itu bisa dibuka hanya dengan sekali dorongan.

Ada orang yang baru saja masuk rumah ini.

Seli membuka pintu rumahnya dan dia terkejut setengah mati melihat apa yang terjadi di dalam sana.

The Golden StudentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang