XVI

195 15 0
                                    

"Lo tau nggak apa yang aneh sama Seli?" tanya Dera sambil menarik lengan Raka untuk menuju ke perpustakaan. Perasaannya gusar ketika Seli izin ke uks karena sakit, tapi tiba-tiba dia mendengar kalau Seli ternyata berada di perpustakaan.

"Dia ngilang terus sejak tadi pagi. Gue yakin ini cuma akal-akalan Seli buat bolos dari pelajaran matematika," sambung Dera.

"Denis juga nggak ada di kelas. Dia jadi satu-satunya orang yang berhasil ngerjain tugas dari Bu Hannah dan akhirnya dapat kesempatan untuk istirahat lebih dulu," jelas Raka.

"Nah, kan, ada yang nggak beres sama mereka berdua."

Raka sangat ingat malam di mana Denis menghilang. Pagi harinya, Denis bilang dia baru saja dari kosan Seli.

Apakah ada sesuatu yang terjadi pada malam itu? Lantas, kenapa Denis tidak cerita apa-apa kepada Raka?

Seli dan Denis sedang berdiri di lorong rak buku. Mereka berhadapan dan saling mengobrol ketika Dera dan Raka tiba di sana.

"Kalian kenapa ada di sini?" tanya Dera membuat Denis dan Seli langsung mengalihkan pandangan.

Seli berbalik dan menjaga jarak dua meter lebih jauh dari Denis. Sedangkan Denis tersenyum ke arah Dera dan Raka.

"Jelasin ke gue kenapa akhir-akhir ini kalian sering ngilang?!" suruh Dera membuat Raka menarik lenganya agar tidak bicara terlalu keras mengingat saat ini mereka sedang di perpustakaan.

"Kenapa lo di sini, Sel, katanya lo izin sakit mau ke uks."

"Lo sakit?" tanya Denis dengan nada perhatian membuat Dera menautkan alis.

Seli menggeleng kecil. "Gue ... gue nggak papa. Cuma mau kabur dari pelajaran Bu Dewi aja." Dia berdehem agar ketiga temannya itu percaya padanya, padahal dia keluar kelas karena ada janji dengan Denis untuk bertemu di perpustakaan.

"Sejak kapan kalian udah baikan?" Raka menyipitkan matanya karena curiga.

Baik Seli maupun Denis, tidak ada yang menjawab. Mereka terbata-bata padahal pertanyaan yang Raka berikan tidaklah sulit untuk dijawab.

"Eh ... kami belum baikan," kata Seli karena Dera dan Raka tidak berhenti mengintimidasinya.

"Belum baikan?" bantah Denis dengan nada tak terima. "Sel, kok lo bilang gitu sih?"

Seli menatap canggung. "Terus, gue harus bilang apa ke mereka? Kalau kita pacaran, gitu?"

"HAH?!" Dera membelalak. Pekikannya bisa di dengar hingga jarak lima meter. "Kalian pacaran?" Lalu dia menatap ke arah Raka yang sama-sama terkejut.

Seli pasrah. Dia membiarkan tubuhnya jadi bahan keroyokan Dera.

Karena saking bahagianya, Dera memeluk Seli, bahkan meremas tubuh mungil itu hingga Seli kesakitan. Keduanya meloncat-loncat dan menari membuat Denis dan Raka menggeleng kecil.

"Lo nggak bilang sama gue, kalau akhirnya impian lo jadi nyata, kita bakalan double date!" seru Dera sambil  menggoyangkan bahu Seli.

Kacamata yang Seli kenakan sampai turun ke hidung, tapi Dera belum selesai memeluknya. Keduanya tak sengaja menabrak rak dan membuat buku berjatuhan ke lantai.

Raka dan Denis kaget, lebih kaget lagi ketika mereka melihat Pak Satria ada di balik rak itu. Dia langsung mengalihkan pandangan ketika ketahuan sedang menguping.

Laki-laki berdasi itu bukannya pergi karena sudah kepergok sedang memata-matai, justru dia menemui mereka berempat. Dia berusaha terlihat sepercaya diri mungkin, seolah dia tidak ketahuan sedang menguntit.

"Kamu baik-baik saja, Raka?" tanya Pak Satria membuat Raka menautkan alis kebingungan.

"Ya," Raka ragu-ragu menjawab. Bahkan Denis pun melupakan tingkah absurd Dera dan Seli, kini dia sepenuhnya memperhatikan Satria yang terlihat mencurigakan.

"Cuma mau ambil buku." Tangan beraloji mahal itu meraih sebuah buku di samping Raka sampai Raka harus bergeser dua langkah ke samping.

Lantas, Pak Satria meninggalkan perpustakaan.

Tidak ada yang bicara selama Satria melakukan itu.

"Apa cuma gue yang merasa aneh sama pengawas itu?" gerutu Denis sambil menatap punggung Satria yang semakin menjauh.

"Apanya yang aneh?" sela Seli."Biasa aja, kok."

Namun tidak ada yang setuju dengan Seli. Baik Raka maupun Dera, mereka pernah melihat keanehan Pak Satria.

Dera memang tidak begitu peduli dengan keanehan itu, tapi dia masih sangat ingat ketika Pak Satria mengambil berkas milik juri yang saat itu berada di tangan Dera.

"Anyway, guys, agendakan, kapan kita bisa keluar bareng biar double date gitu," kata Dera di tengah kebingungan mereka memikirkan tentang Pak Satria.

Raka dan Denis hanya saling menatap. Jika tau reaksi Dera akan separah ini, Denis memilih untuk menyembunyikan hubungannya dengan Seli.

"Tunggu pengumuman kelulusan babak kedua, gue baru punya waktu," kata Denis. Disahut anggukan dari Raka.

"Gue sih ngikut aja." Seli sebenarnya masih tidak menyangka dia kini adalah pacarnya Denis. Situasi menjadi agak canggung di antara mereka berempat setelah status Seli berubah.

"Kalian nggak mau dengerin gue dari dulu. Kan gue udah bilang, kalau kalian tuh sebenarnya berjodoh," kata Dera. Dia ingat segala bentuk pertengkaran yang dilalui oleh Denis dan Seli.

Di setiap situasi, mereka selalu memanfaatkan kesempatan untuk berkelahi. Sekarang, justru mereka saling membutuhkan satu sama lain.

Bahkan Raka pun ingin sekali mengejek Denis karena akhirnya termakan omongan sendiri.

"Dari dulu kan gue udah bilang ke Seli, kalau dia suka sama gue, ya udah, confess aja," kata Denis membuat Seli menatap kesal.

"Terus, maksud lo, gue harus confess duluan, gitu?"

"Iya, lah. Orang lo duluan yang suka ke gua."

"Kata siapa gue yang duluan suka lo?" Seli berkacak pinggang.

"Kan emang udah kelihatan sejak lo cemburu lihat gue sama Sofia." Denis mengedikkan bahu yang justru membuat Seli naik darah.

Dera menghela napas panjang. Bahkan setelah berpacaran pun mereka masih tetap saling berdebat. Dera takut hubungan ini hanya seumur jagung.

"Nggak usah bawa-bawa nama cewek lain. Ngerti, nggak?!" Seli mengepalkan tangan.

"Tuh kan, lo cemburu." Denis tertawa mengejek.

Seli kehilangan kesabaran dan akhirnya meraih buku random di belakangnya, melempar buku itu ke wajah Denis.

Sebuah kertas melayang dan jatuh ke lantai. Kertas itu berasal dari buku yang Seli lempar. Seli mengira kertas itu adalah bagian dari buku, tapi Raka lebih dulu meraihnya dengan mata membelalak. Seli yakin, kertas itu bukan bagian dari buku.

Bagaimana Raka tidak terkejut. Kertas yang dia ambil itu terdapat embos logo TGS sangat mirip seperti kertas milik Pak Satria yang jatuh di lantai pada babak pertama.

Tidak salah lagi, kertas itu juga memiliki bekas lipatan yang sangat kentara.

Raka membalikkan kertas dan menemukan barisan huruf random. Huruf-huruf itu terdiri dari lima huruf yang beragam. Dari huruf A hingga E.

"D C D A D," bisik Raka. Mendadak dia ingat jawaban di soal-soal babak pertama.

"Kenapa, Ka?" tanya Denis panik.

"D C D A D E E B A D," gumam Raka dengan ekspresi terperangah. Tangannya mencengkram erat kertas yang baru saja dia temukan dari rak-rak perpustakaan itu. "Ini jawaban soal-soal babak pertama."

Seli, Denis, dan Dera saling menatap kebingungan.

"Mungkin ada anak iseng tulis jawaban mereka di kertas," kata Seli dengan nada santai. Namun Denis tidak bisa santai jika ada kec

The Golden StudentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang