📌
Cerita ini murni fiksi alias karangan belaka, berdasarkan imajinasi saya. Tidak untuk disimpan sebagai koleksi pribadi, di copy-paste apalagi disebarluaskan. Cukuplah dibaca di sini saja.
Bukan saya sok hebat, sok iya atau bagaimana. Tapi sebagai manusia beragama, ada ‘pertanggungjawaban’ di setiap perbuatan saya termasuk menulis ini. Jadi, saya mohon dengan sangat untuk dipahami.
Apabila dilanggar, saya tidak izin 🙏
Jangan ditiru bagian buruknya, jangan ditelan mentah-mentah bagian baiknya. Jika itu diabaikan, saya selaku penulis berlepas diri dari akibat-akibat yang ditimbulkan termasuk dosanya pula.
Thank you and happy reading~!
.
.
.
Menduduki permukaan ranjang, Keira memendar sekeliling ruangan. Ruangan yang akan menjadi kamarnya, di hunian besar bernuansa Eropa kuno ini.
Biasa saja, tidak ada yang membuatnya takjub. Selain perabotan berukiran rumit, dengan warna natural kayu. Kurang suka, Keira menggemari hal-hal simpel.
“Panggil saya jika membutuhkan sesuatu, Nona.”
Keira mengangguk sekena nya, membiarkan pelayan itu pergi. Letih mendera, sepanjang resepsi dituntut mengendalikan sikap dan raut muka. Tak cukup tersenyum, sampai-sampai menanggapi sindiran beberapa tamu undangan yang mencemeeh suaminya dibalik penuturan manis mereka.
“Sejak kapan Irena mengubah bentuk wajahnya?”
Rata-rata kalimat sarkasme demikian, mengungkit Irena Becca. Calon pengantin semestinya, nama yang tercantum di undangan. Namun, entah apa isi otak wanita itu malah memutuskan kabur di hari H. Sungguh, Keira bertekad mencacinya bila bertemu. Sudah mengakibatkan ia terseret ke dalam drama ini, mengorbankan kehidupan pribadinya yang bahkan masih ada laki-laki lain di sisi.
Grrr
Perut bergemuruh, meraung meminta asupan. Tetapi, Keira memilih mandi terlebih dahulu. Menyegarkan badan berikut kepala yang serasa penuh seperti akan pecah.
Tok Tok Tok
Spontan terhenti, Keira urung menandaskan resleting gaun yang baru ia buka sebagian. Menoleh menuju pintu, sumber ketukan berawal.
Tok Tok Tok
Keira terpejam, menahan gejolak emosi. Tidakkah penghuni bangunan ini tahu waktu dan mengerti kondisinya yang butuh istirahat?
Tok Tok Tok
“Masuk.”
Hening. Keira menunggu sembari melanjutkan acara menurunkan resleting gaunnya. Namun, hingga detik berselang, pintu tak kunjung terbuka membuat ia mengernyit.
Tok Tok Tok
Menghela napas, Keira mau tak mau turun tangan. Menyibak lebar daun pintu dan menjumpai sosok be-rahang tegas membawa nampan.
Kelu, Keira menelan kering ludahnya sebelum menunduk menghindari tatapan datar yang terpajang. Berat untuk sekadar bertanya, ‘Ada keperluan apa ke sini?’
“Ibumu-”
Keira tersentak, refleks mundur selangkah. Tak tahu kenapa, impulsif saja.
“I-Ibu?” cicit Keira, tanpa berani mengangkat wajahnya. “A-Ada apa?”
“...”
Membisu, tak ditanggapi. Cukup lama, sampai Keira memberanikan diri mendongak. Hanya sejenak, untuk lantas kembali menghadap ke lantai begitu mendapati Ibra atau bernama lengkap Ibra De Paul kian intens menaruh atensi padanya. Terkesan dingin pula. Entah mengapa.
“Temui ibumu di bawah.”
Keira mengangguk cepat, buru-buru hendak pergi. Menutup pintu, siap menyingkir dari sana andai Ibra tidak menghalangi. Berdiri menjulang, seolah membentenginya agar tetap di tempat.
“Kenap-”
Grep.Keira kaget. Sejak kapan sebelah tangan Ibra tiba di pinggang bagian belakangnya? Lalu menyentaknya hingga jarak mereka terkikis habis? Rapat, perutnya bahkan menempel di area pinggul pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Phlegmatic
Romance(Sequel of Overblown) Dipaksa menikahi sahabat ayahnya, Keira Alba tak mampu berkutik ketika keadaan sendiri sedang di ujung tanduk. 📌 BAHASA BAKU ⚠️ HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN ⚠️