32. Godaan

1.7K 98 10
                                    

©pevpermint

“Oh ya, tidak usah cari pengganti Firly.”

Ibra terhenti, dari menyematkan kancing kaos polosnya.

Keira mengenakan sandal rumahan, mereka baru selesai mandi dan akan makan malam bersama di bawah. “Dia sudah tidak libur sesuka hati, lebih cekatan dari sebelumnya malah.”

Lanjut pada kegiatan semula, Ibra tak merespons.

“Lagipula Derra telanjur terbiasa bersamanya, akan sulit beradaptasi dengan babysitter baru nanti.”

“Olive saja.”

“Tidak ada pelayan yang lebih rajin dari dia,” ucap Keira sembari menuju pintu. “Mau jadi apa rumah ini tanpa nya?”

“Aku cari lain.”

“Ibra.”

“Itu urusanku.”

Mereka berhadapan di ambang pintu, Keira menghela napas. “Yakin kau memecat pekerja lama mu itu?”

“Berapa kali kubilang kalau aku tidak membedakan setiap pekerja di sini?”

“Tapi kalian akrab?”

“...”

“Kau mengobrol santai dengannya, tapi tidak dengan pegawai lain bahkan Olive atau Axel?”

“...”

“Dia juga punya kamar bagus dibanding pekerja lain?”

“Kau tidak suka?”

Keira mengernyit. “Apa maksudmu? Aku hanya memastikan, kau betul-betul tidak masalah jika memecat dia?”

“Dia tidak sepenting perkiraan mu.” Ibra beranjak, tak lupa menggandeng istrinya tersebut bersama. “Aku hanya pernah dia selamatkan. Dan sikap baikku padanya karena itu.”

“Lalu? Kau tak masalah memecatnya?”

“Hm.”

“Kau berhutang nyawa?”

“Ya.”

Keira terbungkam.

“Jangan pikirkan,” imbuh Ibra. “Makan saja yang banyak.”

Keduanya meninggalkan anak tangga, Firly cukup mendengar perbincangan mereka. Entah, entah semenjak kapan pasangan suami-istri itu dekat demikian. Tadi pun Ibra menyerang Keira dengan ciuman sesaat pulang, seolah-olah mereka sejoli didera rindu berat. Apa yang ia lewatkan? Ada apa dengan mereka berdua?

“Apa ini alasan mu tak menginginkanku sama sekali?” Tidak ada telepon atau pesan singkat Ibra yang memintanya datang ke tempat-tempat tertentu. Firly tahu business trip berlangsung ke luar negeri, namun pernah kemarin-kemarin hal serupa terjadi. Dan ia diminta menyusul guna menuntaskan hasrat pria itu. Lantas, mengapa semalam-semalam ini tidak? Bahkan sebulan lebih lamanya.

“Memecatku?” Firly terkekeh hambar. Kaget, kaget bukan kepalang. Meski telah mengantisipasi sesuatu buruk terjadi akibat kenekatannya menawarkan kepuasan pada majikan sendiri, namun ia percaya jika pria itu tidak akan membuangnya mengingat pertolongan yang pernah ia lakoni dahulu. “Kau benar-benar berubah, Ibra. Kau bukan Ibra yang kukenal.”

Drt.

Pesan teks masuk, Keira menunda suapan pencuci mulutnya bersamaan dengan berhasil ter-unggah video singkat Ibra dan Derra tadi. Lucu, sehingga ia bagikan ke akun sosial medianya.

Drt.

Kembali masuk, Keira menggeser bubble pesan teks tersebut agar hilang dari layar. Bagaimana pun ini ponsel Ibra, cukup ia pinjam untuk kepentingannya tanpa bertindak lancang.

Drt.

Keira berdesis. Memang tak henti yang mengirim pesan teks ke Ibra, hanya saja kontak bertuliskan ‘Dav’ ini men-spam. Mengesalkan. “Lihat dulu ponsel-”

“Lagi Pa, aaa~”

Keira menghela napas. Derra lagi-lagi memonopoli Ibra, berlipat ganda manjanya. Makan minta disuapi segala.

“Nanti saja.” Keira menatap ponsel itu kembali. Berniat menguncinya, namun kontak ‘Dav’ menyela dengan satu pesan teks berisi video durasi belasan detik.

Tidak, Keira tak sengaja mendapati deretan isi pesan teks tersebut. Tidak ia buka, hanya saja bubble notifikasi yang menampilkannya.

‘Kita perlu bicara’

‘Aku tunggu di tempat biasa’

‘Jam 11 besok malam’

‘[🎥 Video : 00.15]’

Drt.

‘Datang atau Keira akan melihat video itu.’

Menyipit, Keira tak salah mendapati namanya di sana. Mengapa? Kenapa ia dibawa-bawa?

“Ma?!”

Tersentak, Keira hampir menjatuhkan ponsel Ibra. Beruntung ia mengenakan dress, benda itu tertampung.

“Della panggil, tidak jawab.”

“O-Oh?” Keira berusaha menjaga sikap. Sungguh, penasaran bukan main. Bahkan siap membuka video tersebut andai Derra tak memekik. “Ada apa, Princess?”

“Puding.”

“Puding?”

“Hng, mau puding Mama.”

Keira mengangguk cepat, yang ia yakin sedikit kaku dan Ibra memperhatikannya. “Ini.”

“Telima kasih.”

“My pleasure.”

“Hihi, stobeli.”

“Ada apa?”

Keira menoleh, Ibra menanyainya.

“Lihat apa di ponselku?”

“Huh?”

“Ada apa di ponselku?”

Keira menggigit pipi dalamnya, melampiaskan gugup bak pencuri kepergok. “Ti-Tidak ada.”

“Kemarikan.”

Keira menggenggam kuat objek pipih itu, benak mengais-ngais alibi apa yang harus ia lontarkan. “A-Aku baca—tentang Loskey!”

“...”

“Ya, rivalmu. Buka cabang baru sedangkan perusahaan mu terancam-”

“Jangan dibaca.”

“Huh?”

“Memalukan.”

Keira diam, dalam hati lega karena berhasil mengalihkan fokus Ibra dari ponsel. Akan ia tahan dulu, agar pria itu tak curiga bahwa pesan teks ‘Dav’ sempat ia intip.

“Untuk apa malu?” Keira menatap pria di sampingnya, yang berlagak sibuk memakan potongan melon. “Perusahaan mereka juga pasti pernah terpuruk.”

“Ma, puding!”

Keira berganti atensi. Sebulanan susah makan dan terus merengek tentang Ibra, malam ini Derra sangat lahap. “Sudah, Baby. Nanti kekenyangan.”

“Lagi~”

“Derra.”

“Hollaaa everybody~ Carlen datang~”

Keira mengerutkan kening, tumben wanita itu datang di malam weekend begini?

“Carl!”

“Yo, Princess.” Carlen melempar gesture flaying kiss, meletakkan paperbag yang ia bawa ke atas meja. “Makan apa?”

“Puding!”

“Woah~”

“Carl, mau?”

“Sorry, Carl kenyang.” Carlen menarik kursi, duduk di sebelah Derra. “Enak?”

“Hng! Manis!”

Carlen mengusak pucuk kepala balita itu, sebelum memaku pandangan pada satu-satunya pria di antara mereka. “Bayaranku mahal, by the way.”

Seolah tuli, Ibra menyesap kopi nya.

“Padahal kalian punya babysitter, kenapa harus-”

“Saint Laurent terbaru.”

“Baik, Tuan.” Carlen menjawab Ibra bagai pelayan. “Saya akan menjaga Nona Muda sebaik mungkin.”

“Menjaga?” Keira menginterupsi. “Maksudmu?”

“Tanya saja pada suami mu.” Carlen mencubit gemas pipi Derra, gembul kemerah-merahan. “Hati-hati, Kei. Dia sedang lapar, rawrrr!”

“Rawrrr!”

Derra menirunya, Carlen tergelak. “Ah, lucu sekali anakku~”

“Siapa yang kau sebut anakmu?” desis Keira.

Carlen berdecih. “Siapa lagi kalau bukan-”

“Carl bawa apa?”

“Paperbag itu?”

“Hn!”

“Apa ya?” Carlen pura-pura berpikir. “Mau tau?”

“Iya!”

“Ayo ikut Carl!”

“Ng? Ke mana?”

“Ikut saja, Derra pasti suka hadiahnya.” Carlen menggendong cucu Edgar Alba itu, mumpung ketertarikannya teralihkan maka segera ia ajak pergi.

Keira jelas masih kebingungan, ada apa ini? Terlebih paha nya ditahan Ibra ketika berancang berdiri menghadang Carlen. “Sudah malam, Derra mau dibawa ke mana?”

“Dia aman.”

“Kau tahu sendiri, dia ingin menempeli mu.”

Ibra kembali menyesap kopi nya.

“Ibra?”

“Aku punya tugas lain.”

“Pekerjaan?” cetus Keira. “Kau bahkan baru pulang.”

Ibra lantas menoleh, mempertemukan mata mereka. “Pura-pura tidak tahu?”

“Hm?” Keira menyahut. “Aku memang tidak tahu.”

“Akting mu.”

“Bagus?”

“Keira.”

“Apa?”

“Berhenti menggoda dan habisi aku sekarang!”

Keira terkekeh, menyudahi acara mengendalikan tangan Ibra untuk menjelajahi paha nya.

“Hanya sedikit-” Keira berdiri, mendekati pria yang bernapas cukup menderu itu. Kemudian merunduk, menyejajarkan wajah mereka. “Tapi kau sudah tersulut?”

Grep!

Keira terdorong kian bungkuk, Ibra menarik lehernya.

“Pikirmu berapa lama aku menahan ini, hm?”

Netra yang biasa tanpa binar nan dingin tersebut kini berbeda, Keira tak mampu menjabarkan. Namun, kemelut gairah terpampang jelas. Beserta Frustrasi. Ibra sangat menginginkannya. “Sabar, hum?”

“Keira.”

“Jangan terburu-buru.” Keira membelai rahang tegas di hadapannya, tampak samar-samar gemetar. Si empu menahan diri, sekuat tenaga. “Aku tidak ke mana-mana.”

“Tutup mulutmu.”

“Tidak mau ciumanku?” Berdiri lagi, perlahan Keira duduk di pangkuan Ibra. Menyentuh dada yang samar naik-turun tak beraturan itu, sebelum mengikis jarak wajah mereka dan melilit leher yang menampilkan urat-urat emosi. “Aku cukup hebat soal-”

Habis kesabaran, Ibra sambar belah lunak yang tak henti mengoceh tersebut. Keira terlampau mengujinya, sejak mereka akan mandi tadi. Dilarang menyentuh wanita itu sampai diizinkan, sedangkan tubuhnya dilecehkan seenak jidat. Licik, egois, namun... menggairahkan.

Dan Olive yang menyaksikan perbuatan senonoh di ruang makan sana, segera meminta para pelayan untuk pulang ke kamar masing-masing. Mematikan lampu terang-benderang, menyisakan yang redup demi kenyamanan pasangan suami-istri itu. Lalu ia pun turut beranjak setelahnya.

.

.

.

Di karyakarsa udah ending + 2 hidden chapter, mampir bagi yg berkenan ✨

Btw kecepatan update next chap tergantung feedback kalian ~ see ya

PhlegmaticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang