24. Pria Baru

1.1K 76 6
                                    

©pevpermint

"Axel?"



"Ya, Tuan?"



"Mertua mu semakin parah?"



"Maaf?"



"Olive meminta cuti."



"Itu..." Axel sungkan. Jelas, sebab sebulan ini mereka sudah mengambil cuti lebih dari tiga kali. "Emm, yaa... Dokter menyarankan rawat-inap, tapi beliau tidak mau."



"..."



"Maaf jika kinerja kami mengecewakan Anda belakangan ini."



"Rawat saja, ambil cuti panjang."



Axel menggeleng kasar, menyalakan mesin mobil yang akan membawa mereka ke area helipad. "Tidak, Tuan. Kami masih bisa bergantian dengan saudara Olive yang lain."



Tok Tok Tok



Axel menoleh.



Begitu pula Ibra, mendapati Keira mengetuk kaca jendela mobilnya sembari menunjukkan benda pipih yang dipegang.



Klik.



"Hampir tertinggal," ujar Keira ketika kaca jendela mobil terbuka. "Beruntung ada yang menelepon."



Ibra menerimanya, melirik layar yang masih menyala dan menunjukkan foto Derra disertai notifikasi panggilan tidak terjawab.



"Kemungkinan penting, tiga kali dia menelepon mu."



"Siapa?"



"Dav?"



Membeku, Ibra terbungkam. Ingatan langsung terlempar pada Firly yang ia tinggal di apartemen usai memuaskannya. Benar, kontak bertuliskan 'Dav' adalah wanita itu. Ia ambil sepenggal nama marganya, Firly Davis.



"Telepon dia kembali, aku masuk dulu."



Grep!



Ibra menahan tangan Keira saat akan berlalu.



Keira tentu terkejut, terlebih menemukan wajah Ibra pucat pasi padahal sebelumnya segar-segar saja. "Kau sakit?"



"Jangan ke mana-mana."



Keira mengernyit.



"Tetap di rumah, jangan-"



Ting!



Ting!



Ting!



Keira melihat ke sana, asal suara yang merupakan denting pesan teks.



Dan Ibra impulsif mengantongi ponselnya, rahang mengetat samar karena ia yakin barusan pesan teks dari Firly. "Aku berangkat."



Meski terheran, namun Keira hanya mengangguk. Membiarkan pria itu melepas genggaman di tangannya, kemudian ia menepi. "Hati-hati."



Mobil melaju, Ibra menyorot dingin layar ponsel nya. Yang menampilkan sederet kalimat tak penting, amat sangat tak penting.



'Boleh aku membeli lemari? Punyaku sudah rusak kuncinya.'



'Lemari seperti di apartemen ini. Cantik, aku suka.'



'Tuan, kau meninggalkan kartu mu lagi di sini. Satu saja sudah cukup untukku.'



'Atau aku boleh memakai kedua-duanya?'



Dengan gigi bergemeletuk, Ibra men-dial kontak tersebut. Yang sigap diangkat didering pertama.

PhlegmaticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang