09. Jenuh

1.6K 95 6
                                    

Berkomentarlah yang bijak.
Apabila Anda melanggar, saya berlepas diri dari akibat dan dosanya.

Thanks and happy reading ✨

.

.

.

“Minta maaf.”

Keira tak habis pikir, mengapa justru dirinya yang dipojokkan?

“Minta maaf sekarang, Keira.”

Terkekeh hambar, Keira memandang Firly. Lalu selanjutnya berpindah ke Ibra lagi.

“Aku?” sebut Keira pada diri sendiri. “Kau titah aku untuk meminta maaf ke pelayan sepertinya?”

“Keira.”

“Jangan tatap aku begitu,” pungkas Keira penuh penekanan. “Jangan tatap aku seperti akulah penjahatnya di sini.”

“Kau memang salah.”

“Jika aku sepenuhnya salah, tanpa kau minta pun aku akan meminta maaf. Tak peduli walau dia pengemis.” Keira beranjak, lenyap sudah selera makan.

Ibra tak sempat menghadang, wanita muda itu lebih dulu berlari kecil meninggalkannya.

Hening sekian detik. Lantas Olive pamit undur diri bersama rekan-rekannya untuk kembali ke dapur.

Tersisalah dua manusia beda gender di sana, Firly maju selangkah guna mendekat. “Sorry.”

Ibra menaruh atensi, kemudian menggeleng. “Kau tidak salah.”

“Tapi Nona, salah paham.”

“Kau pergilah.”

“Ingin aku temani?”

Ibra tak menjawab, dan Firly anggap sebagai ganti setuju. Maka, ia menarik kursi. Tepat di samping pria itu, berseberangan dengan tempat di mana biasa Keira duduk selama menyandang status istri pimpinan Depaul Group.

“Sudah dingin, mau aku hangatkan lagi?” tawar Firly menyinggung sajian lezat di atas meja.

Ibra menolak, dengan menarik piring Keira beserta segelas susu coklat di dekatnya.

Melihat itu, Firly bergeming. Terlebih saat Ibra ikut menyesap sup bekas Keira, juga melahap makanan yang perempuan bermarga Alba tersebut ambil untuk sendiri sebelumnya. Sangat bertolak belakang dengan kepribadian, yang bahkan pria ini enggan menggunakan gelas usai di pegang orang lain. “Kau menyukainya?”

“Aku tidak suka susu.”

“Tapi tetap kau minum?”

Ibra tak bernapas meneguknya, hingga kosong tidak bersisa.

“Suka?”

“Berhenti menanyakan itu.”

“Kau suka Keira?”

Ibra menaruh kembali gelas di pegangannya ke sedia kala.

Dan Firly menjumpai sirat mata pria itu berubah penuh makna. “Dia cemburu, lucu sekali.”

“Dia tidak.”

“Tidak lucu?”

“Tidak cemburu.”

“Jadi, dia lucu?”

Ibra terdiam.

Firly tertawa kecil. “Aku pro masalah asmara, ingat?”

“Tidak mungkin dia cemburu.”

“Ayolah.”

“Kalau cemburu, tidak mungkin meminta mu mengurusku.”

PhlegmaticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang