"Maaf, maksud Bapak apa?" tanya Wenda setelah beberapa saat mengumpulkan keberanian.
Gunawan melipat tangan di depan dada lau menarik salah satu sudut bibir. Pandangan pria baya itu masih tertuju pada Wenda yang duduk dengan kedua tangan bertumpu di atas paha.
"Persiapkan acara Kimmy. Lagipula Saga tidak pernah berkontribusi dalam keluarga," ujar Gunawan kemudian. "Kita pulang."
Mendengar perintah dari sang suami, Bianca bangkit dari duduknya dan mengikuti langkah Gunawan. Sementara itu, Wenda ikut berdiri sambil membungkukkan badan sebagai rasa hormat.
Mata Wenda masih melihat Gunawan dan Bianca hingga punggung mereka menghilang dari balik pintu. Pantas saja Saga merasa asing dalam rumahnya sendiri. Gunawan seolah tidak pernah menghargai usaha yang selama ini dilakukan oleh Saga untuk perusahaan. Pria itu sering mengesampingkan diri sendiri demi pekerjaan.
Ponsel Wenda yang berdering di dalam tas membuatnya merogoh cepat. Nama Saga muncul dari layar ponsel.
["Kamu dimana? Aku jemput."]
"Ah, nggak usah. Ini aku mau ke kafe sama Tika, ada urusan dikit."
["Urusan apa?"]
"Urusan cewek," jawab Wenda seraya mengalungkan tasnya.
["Iya urusan seperti apa?"]
"Urusan cewek, Saga. Kamu nggak boleh tahu."
["Hm gitu, jadi aku nggak boleh tahu? Kalau gitu aku ikut ke kafe ya, kita ketemu di sana."]
"Nggak! Nanti kita 'kan bisa ketemu di apartemen. Lagian emang acaranya udah selesai?" Kaki Wenda mengayun keluar dari kafe.
["Belum, masih pada ngobrol. Tapi aku udah males."]
"Saga kamu harus memperbanyak relasi demi bisnis kamu. Jangan dikit-dikit males gitu dong. Lagipula bentar lagi rapat saham."
["Iya."]
"Ya udah aku tutup dulu ya, nanti aku kabari kalau sampai apartemen."
["Oke, kamu hati-hati ya."]
"Kamu juga."
["Wen."]
"Apa?"
["Aku sayang kamu."]
Mendengar kalimat sederhana itu, jantung Wenda bergetar diikuti senyuman tipis terulas di wajah. Hati Wenda seperti disiram air dingin setelah tadi berhadapan dengan ayah dan ibu tiri Saga.
"Aku juga. Bye." Panggilan mereka terputus, Wenda yang melakukan.
Tarikan dari kedua sudut bibir Wenda kembali tercipta saat melihat potret yang dijadikan Walpaper pada layar ponsel. Wajah kaget Saga ketika mendapatkan kecupan dari Wenda di pipi membuatnya terlihat menggemaskan. Wenda sangat menyukai foto itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Shouldn't have a kiss! (SUDAH TAMAT DI KARYAKARSA)
RomanceADULT AREA! WARNING 21+ Kata orang, patah hati akan lebih mudah sembuh dengan kehadiran hati yang baru. Namun, Wenda justru menutup rapat hatinya setelah berulang kali diselingkuhi oleh Dion. Hati Wenda menjadi sulit tersentuh dengan rasa yang dise...