Bab 4

1.5K 210 47
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lima jam yang lalu ....

Iris hitam Saga meneliti setiap kata yang tercetak pada lembaran di tangan. Sesekali melirik pada pribadi yang duduk di hadapannya sambil meremas ujung blouse. Saga tidak menyukai hal yang menyimpang dari aturan perusahaan.

"Hesti." Suara bariton Saga kontan membuat kepala Hesti mendongak. Ia meneguk saliva kasar, merasa takut dengan apa yang akan diucapkan oleh atasannya itu.

"Ma-maaf Pak Saga."

Raut tidak tega muncul di wajah Saga. Ia tahu jika beberapa bulan ini Hesti cukup kewalahan merawat sang ibu yang tinggal di kota berbeda. Namun, peraturan tepat peraturan. Saga tidak boleh melanggar dengan alasan apapun.

"Tetap harus One month notice, Hesti. Saya tidak bisa cari sekretaris baru dalam kondisi terburu-buru." Saga menjeda ucapannya sebentar sambil mencari solusi terbaik. "Kamu cari perawat profesional di kota kamu."

"Perawat, Pak?" Dahi Hesti berlipat memberikan respon tidak paham.

"Perawat untuk ibu kamu. Sementara kamu harus fokus menyelesaikan semua pekerjaan sebelum resign. Kamu bisa pulang ke rumah satu minggu sekali." Mata Saga yang berbingkai kelopak mata tunggal itu memindai ekspresi ragu dari Hesti. "Saya yang akan menanggung biayanya. Kamu nggak usah khawatir."

"Be-beneran, Pak?" Hesti memastikan kembali.

Bola mata Saga kembali memutar ke arah Hesti. "Apa menurutmu saya sedang bercanda?"

"Ti-tidak Pak Saga. Terima kasih banyak, Pak. Terima kasih sekali lagi," ujar Hesti berulang kali.

"Kamu bisa kembali bekerja," titah Saga yang langsung dilakukan oleh Hesti.

"Saya permisi Pak Saga." Hesti beranjak dari duduknya dan melenggang pergi dari ruangan Saga.

Setelah wanita itu menghilang dari balik pintu, Saga menghela napas kasar. Tidak mudah mendapatkan sekretaris yang bisa menyesuaikan diri dengannya. Hesti menjadi sekretaris Saga semenjak pria itu menjabat sebagai CEO di Gunawan group.

Suara halus ketukan pintu yang tercipta menyita perhatian Saga pada layar MacBook. "Masuk."

Seorang pria dengan setelan warna navy dan dasi hitam yang tersimpul rapi di leher muncul dari balik pintu.

"Sedang sibuk?" tanya Ruslan selaku general manajer di The Royal 8. Senyuman mengembang hingga membuat bingkai kacamatanya bergerak sebab tarikan dari kedua sudut bibir.

"Enggak, Om. Silahkan masuk," ujar Saga sembari membenarkan duduknya. "Ada yang bisa aku bantu?"

Setelah meletakkan bokong di kursi yang berhadapan dengan Saga, Ruslan menyodorkan kotak makan warna ungu. "Rendang, kesukaan kamu."

Salah satu sudut bibir Saga tertarik samar. Lalu ia melihat kotak tersebut dan wajah Ruslan secara bergantian.

"Kamu harus banyak makan. Om tahu gimana rasanya hidup sendiri, nggak ada yang ngurusin," terang Ruslan dengan wajah yang berseri. Well, pria paruh baya itu memang selalu tampak bergembira sepanjang waktu.

We Shouldn't have a kiss! (SUDAH TAMAT DI KARYAKARSA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang