Wenda menahan langkah lalu memutar tubuh, patuh akan permintaan dari Saga. Alih- alih memberikan tatapan tidak suka seperti pemain antagonis, wanita itu justru membuat lengkungan tipis di wajah. Lalu kembali melemparkan iris cokelatnya kepada obyek utama.
"Okay, kalau kamu masih sibuk aku bisa nunggu di sofa sana." Wanita itu menunjuk sofa kelabu yang ditata berhadapan di sudut ruangan berbeda. Belum juga mendapatkan tanggapan dari Saga, ia melirik waktu pada arloji yang melingkar di pergelangan tangan dengan gelang bertabur swarovski.
Saga membuang napas jengah, ada gurat lelah menghadapi wanita dengan penampilan elok itu. "Sania, can you just go? Masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan."
"No, Saga. Terakhir kali aku menuruti perkataanmu, jadwal fitting baju pernikahan kita jadi tertunda. Tidak untuk sekarang." Sania meraih kotak makan yang sudah dipersiapkan sepenuh hati untuk Saga lalu melenggang. "Aku akan menunggumu sampai selesai."
Tubuh Wenda miring spontan, seolah memberikan ruang untuk Sania berjalan. Well, meskipun tanpa Wenda memiringkan tubuh pun, jalanan masih sangat lega. Lalu ia menundukkan pandangan. Gerakan spontan yang biasa dilakukan oleh Wenda ketika bersama orang kaya. Entah mengapa ia merasa segan untuk menatap wajah para konglomerat yang selalu hidup bergelimang harta itu.
"Hai, kamu pegawai baru di sini?" tanya Sania menahan langkah seraya memindai penampilan Wenda dari ujung kaki hingga puncak kepala. Setelah mendapatkan anggukan kepala dari Wenda sebagai jawabanya, Sania semakin mendekat dan berbisik di salah satu telinga, "Sabar ya ngadepin sikap Saga yang nyebelin. I feel you kok."
Kedua sudut bibir Wenda tertarik ke atas ketika Sania melenggang pergi sambil menahan kekehan. Ternyata tidak hanya ia yang berpikir jika Saga adalah salah satu spesies paling menyebalkan di dunia. Terbukti calon istri Saga juga merasakan hal yang sama. Bisa disebut Wenda lebih beruntung karena hanya akan bersama Saga selama jam kerja. Tidak bisa dibayangkan bagaimana hari-hari Sania harus dihabiskan bersama pria judes itu. Sungguh, jika ada penghargaan pria terjudes di Indonesia, Saga bisa berpeluang besar untuk menang.
Kembali membolak-balikkan file yang diberikan oleh Wenda, Saga menuangkan seluruh fokus pada lembaran tersebut. Iris hitamnya meneliti dengan sangat seksama dan penuh kehati-hatian. Saga memang terkenal sangat teliti ketika membaca sebuah dokumen, apalagi sebelum menandatangani kontrak kerja. Ia harus benar-benar memastikan jika kontrak tersebut sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak sebelum membubuhkan tanda tangan.
"Kamu sudah dapat semua jadwal saya dari Hesti?" tanya Wenda tanpa melemparkan pandangan pada Wenda.
"Sudah, Pak," jawab Wenda yang masih berdiri di depan meja Saga. Sedari tadi pria itu belum memintanya duduk, sampai kaki Wenda pegal sebab berdiri di atas sepatu berhak tinggi terlampau lama.
"Kamu harus perhatikan semua jadwal saya, dan mempersiapkan setiap pertemuan dengan sangat baik. Saya tidak menerima kesalahan sedikit pun." Gerakan membalikkan dokumen terhenti, lalu wajah Saga mendongak. "Termasuk kecerobohan kamu. Saya tidak akan mentolerir itu dalam pekerjaan."
Kalimat yang mengandung peringatan keras itu seketika membuat Wenda menelan ludah. Ia kembali teringat semua kecerobohan yang sudah dilakukan pada Saga. Menumpahkan dua gelas secara tidak sengaja, sampai memukulnya dengan sapu karena Mickey Mouse.
"Baik, Pak."
"Kamu bisa keluar dan lanjutkan pekerjaanmu," ujar Saga yang lantas dipatuhi oleh Wenda. Wanita berambut sebahu itu langsung melenggang dan melewati Sania yang sedari tadi memperhatikan Saga sambil sesekali tersenyum. Ada binar kekaguman yang tercetak di kedua matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Shouldn't have a kiss! (SUDAH TAMAT DI KARYAKARSA)
RomantizmADULT AREA! WARNING 21+ Kata orang, patah hati akan lebih mudah sembuh dengan kehadiran hati yang baru. Namun, Wenda justru menutup rapat hatinya setelah berulang kali diselingkuhi oleh Dion. Hati Wenda menjadi sulit tersentuh dengan rasa yang dise...