Ilustrasi: Juna
Beginilah nasibku. Aku jelas-jelas bukan homo. Apalagi banci. Butuh uang untuk hidup membuatku terjebak dalam dunia pelacur waria seperti ini. Setiap hari aku harus memakai baju perempuan, nongkrong di pinggir jalan, menanti laki-laki yang memiliki orientasi seksual menyimpang atau sekadar pengen coba-coba mem-booking-ku.
Si Ivana, alias Ivan, teman sekamar sekaligus rekan se-profesiku, jelas-jelas waria asli. Dia bencong tulen. Teteknya aja gede kayak cewek akibat suntikan silikon. Kalau tetekku? Sumpelan kain isinya. Hehehe. Dan aku jelas gak mau nyuntik silikon kayak dia karena aku jelas laki-laki tulen. Kalau lagi enggak kerja malam kayak gini, sehari-hari penampilanku ya lelaki asli.
Pada Ivana sering aku katakan enggak akan bakalan aku mau melakukan hal seperti ini kalau bukan karena duit. Aku adalah lelaki normal yang ingin kawin dengan perempuan asli. Aku juga bilang tak akan pernah mau ngentot dengan laki-laki manapun jika tidak berpenampilan sebagai waria. Ivana manggut-manggut mendengar kata-kataku yang penuh semangat kalau sedang membicarakan hal ini. Dia selalu berkomentar bahwa dia menghargai prinsipku itu. Dia berharap suatu saat aku bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan tak lagi menjadi waria bohongan seperti sekarang.
“Biarlah aku saja yang begini, Bang,” katanya. “Sudah terlanjur…”
Dia terlihat sangat sedih saat mengucapkan kata-kata itu.
[ … ]
Jujur saja, aku tidak terlalu laris saat menjadi seorang waria bayaran. Mungkin karena tubuhku sebenarnya mirip seperti seorang pria tulen dan badanku cukup kekar. Para pelanggan waria bayaran seperti kami seringnya suka waria yang kemayu dan berperilaku feminin. Kalau aku sedang bokek berat karena semalaman tidak ada yang booking, si Ivana sering memberi aku uang. Sebagai imbalannya, aku bersedia ngentotin dia sampai dia lemas. Ini kulakukan hanya sekadar membalas kebaikannya saja. Masa sudah ditolong, aku enggak memberikan kesenangan padanya? Aku tak mau menjadi orang yang tak tahu membalas budi. Dan Ivana tahu pasti, kalau apa yang kulakukan padanya bukan karena aku menikmatinya. Tapi hanya sekadar balas budiku saja padanya.
Bukan GR, aku idola para waria di kosku lho. Kok bisa? Meskipun tidak terlalu laku menjadi seorang waria, wajahku sebenarnya ganteng. Tubuhku kekar dan berotot. Kontolku gede kayak terong ungu. Para waria di kos-kosanku sampai pernah berantem, pakai jambak-jambakan segala lagi. Semuanya gara-gara merebutkan aku, ingin aku sekamar dengan mereka. Malah, mereka bersedia aku tidak usah patungan bayar sewa kamar. Tetapi, bagaimana pun juga, aku tetap setia sama si Ivana. Dia lah orang yang pertama kali menolong aku waktu aku tiba di Jakarta dari kampung halamanku. Dan dia yang selalu menolong aku sampai sekarang. Jadi, meskipun waria yang lain menawarkan hal yang lebih dari yang bisa diberikan Ivana padaku, aku tetap menolak ajakan mereka. Aku menjaga perasaan si Ivana yang sensitif banget.
YOU ARE READING
KUMPULAN CERITA PANAS by Roberto Gonzales
ChickLitKumpulan Cerita Panas buatan Roberto Gonzales. Khusus 21 tahun ke atas.