Aku lahir dari keluarga bejat dan amburadul. Tetapi, yang kubanggakan dari diri kami adalah fakta bahwa kami bukan orang-orang sok suci. Kami tidak pernah membela diri atas pilihan-pilihan hidup kami. Demikian itu juga, kami tidak pernah meminta orang-orang menerima pilihan-pilihan kami. Kami hanya mau dibiarkan saja hidup tanpa orang-orang merasa perlu mengurusi kehidupan kami. Kami tidak pernah meminta diterima apalagi diceramahi oleh orang-orang di sekitar kami.
Aku lahir dari keluarga yang broken home. Orangtuaku bercerai. Aku tinggal bersama Mamaku. Mamaku itu memang hebat. Di usianya yang sudah kepala lima, dia masih tetap cantik dan seksi. Di pekerjaan pun dia tetap bisa memiliki prestasi yang cemerlang. Mama lahir dari keluarga berada yang punya berbagai bisnis, termasuk bisnis pakaian yang sudah diwariskan dari kakek buyutku. Papaku adalah orang kepercayaan Kakekku yang dipaksa menikah dengan Mama. Saat Kakekku meninggal, Mama dengan teganya menceraikan Papa. Aku tentu sebenarnya sedih, tetapi aku bisa apa. Karena hidup dengan Mama lebih bebas, aku memilih untuk tinggal bersamanya sejak dia bercerai dengan Papaku setahun yang lalu. Apalagi, Papa orangnya terlalu strict dan ketat pada kami. Karena Papa datang dari keluarga yang tidak berada, dia selalu mengajarkan kami untuk tidak menghambur-hamburkan uang meskipun sekarang dia telah menerima saham perusahaan Mama yang nilainya sampai ratusan milyar. Alhasil, aku dan dua orang adikku lantas memilih tinggal bersama Mama dengan kompak. Sama sepertiku, mereka juga doyan hura-hura, menghabiskan uang Mama yang aku tidak tahu bagaimana caranya selalu saja ada. Apa yang kami minta selalu bisa dipenuhi Mama.
Namaku Ethan. Aku masih kuliah di semester enam fakultas ekonomi di sebuah perguruan tinggi swasta yang bergengsi di Jakarta. Adikku yang pertama namanya Erica. Dia juga kuliah di fakultas ekonomi, satu kampus denganku. Tapi, dia masih duduk di semester dua. Adikku yang paling kecil, Evan. Dia masih kelas tiga SMA. Dari kecil selalu hidup bergelimang harta dari warisan keluarga Mamaku membuat kehidupan glamor sangat melekat dalam diri kami. Masing-masing kami dibelikan Mama mobil mewah sebagai alat transportasi. Uang jajan kami tak pernah kuran, bahkan selalu berlebih. Karena itu, aku dan adik-adikku tak pernah protes dengan apapun yang dilakukan oleh Mamaku. Aku dan adik-adikku selalu kompak membela Mam, termasuk saat bercerai dengan Papa. Padahal sebab perceraian kedua orangtuaku itu adalah jelas-jelas karena kesalahan Mama. Papa menangkap basah Mama sedang pesta seks dengan tiga orang gigolo muda di hotel yang dipesan dengan kartu kredit kantor!
Meski begitu, aku dan adik-adikku tetap saja kompak membela Mama. Soalnya, Mama selalu memberikan apa yang kami mau. Kami sayang Papa dan ingin Papa ada di bagian hidup kami. Oleh karena itu, tiap liburan semester, kami selalu pergi bersama-sama dengan Papa untuk berlibur. Biasanya, Papa mengajak kami pergi ke negara-negara di Eropa, ke Amerika Serikat, Kanada, Australia, atau negara-negara Asia Timur, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Hong Kong. Aku sendiri sangat menikmati bila bepergian dengan Papa karena Mama sangat sibuk dan jarang pulang ke rumah karena entah pekerjaannya atau pesta seks dengan berondong-berondongnya. Lagian kelakuanku dan adik-adikku juga enggak beda-beda amat sama Mama. Aku dan Evan juga pernah bawa perek seksi dari Uzbekistan ke rumah. Si Erica tahu tentang hal itu dan dia sih santai-santai aja. Soalnya, dia juga sering bawa cowok-cowok ganteng dari klub ke kamarnya.
Setelah orang tua kami bercerai, rumah kami yang megah jadi seperti rumah bordil saja deh. Mama, aku, Erica, dan Evan rutin membawa partner seks kami kemari. Karena kami sama gilanya, jadi asyik-asyik saja. Kalau waktu ada Papa kan enggak asik. Papa suka sok suci. Meski tidak bisa memarahi kelakukan binal anak-anaknya, Papa suka ngomel atau ngasih nasihat. Sebel, kan? Berasa kayak pendeta aja Papaku itu.
Ilustrasi: Leo
Dari banyak cowok, si Leo yang paling sering dibawa Mama ke rumah. Leo adalah seorang pria muda usia 27 tahun dengan kulit putih, wajah yang luar biasa tampan nan terawat, serta tubuh bak seorang peragawan fitness. Tubuhnya tinggi, sekitar 180 cm, dan berat badannya ideal, sekitar 75 kg. Dia sangat berotot dan tampak sangat macho karena tatapan matanya yang tajam dan cara bicaranya yang berwibawa banget. Leo juga selalu berbau wangi entah kenapa. Setiap kali dia di rumah, dari jauh aku bisa mencium bau parfumnya yang macho banget saat aku berada di dekatnya. Pokoknya, dia itu pejantan yang ideal banget, deh! Aku aja yang pria tidak malu-malu mengakuinya. Aku juga tidak tahu si Leo ini kerjaannya awalnya. Dia tuh kayak suami baru Mama aja jadinya. Hampir tiap hari dia selalu ada di rumah. Ngapain? Ya layani Mamaku ngentot lah! Paling kalau Mama lagi bosen dan pengen cari variasi pasangan lain, barulah dia diusir ngibrit dari rumahku balik ke kostnya. No hard feelings. Udah biasa hal itu terjadi. Alhasil, aku dan kedua adikku jadi sadar kalua si Leo ini ya seorang gigolo kelas atas yang biasa disimpan tante-tante kaya seperti Mamaku.
Mama sepertinya sudah keranjingan banget sama servis si Leo. Karena seringnya si Leo di rumah, aku dan adik-adikku jadi akrab dengan dia. Obrolan kami nyambung karena dia usianya juga tidak terlalu berbeda jauh dari diriku. Kami bisa ngobrol tentang apa saja selama berjam-jam, mulai dari otomotif, olahraga, musik, dan pasti seks. Hehe. Bisa dibilang, si Leo ini piaraan Mama. Segala biaya hidupnya, Mamaku yang nanggung. Si Erica paling senang dengan keberadaan Leo di rumah. Piaraan Mama itu dimanfaatinnya juga buat muasin nafsunya yang binal.
“Habisnya, si Leo itu ganteng banget sih! Macho banget. Apalagi, body-nya oke banget lagi!” kata Erica padaku suatu hari tanpa malu sedikit pun. “Belum lagi kontolnya! Gede banget, Ethan! Ngeseksnya gila-gilaan! Pantes aja Mama paling demen ama dia dibandingin ama gigolo yang lain!”
YOU ARE READING
KUMPULAN CERITA PANAS by Roberto Gonzales
ChickLitKumpulan Cerita Panas buatan Roberto Gonzales. Khusus 21 tahun ke atas.