Satu : Batal

2.1K 132 23
                                    


"Junghwan, mama bantu lepas jasnya ya."

Junghwan duduk diam seakan-akan tuli. Setelan jas putih rancangan salah satu designer kenamaan favoritnya yang dia kenakan seperti sedang mengunci semua pergerakan tubuhnya, dan meskipun kerahnya terasa mencekik leher, Junghwan terlalu mati rasa untuk sekedar melepas satu kancing kemejanya.

Acara pertunangannya dengan Haruto sudah dibatalkan berjam-jam lalu, tapi dia belum bisa membuat dirinya bergerak melepas jas atau bangun dari posisi duduknya di pinggiran tempat tidur, tempat dia mendengar berita itu. Dia tetap duduk diam tanpa sepatah kata pun, seolah-olah berharap, kalau dia tetap diam ditempat, maka semua kejadian ini akan berubah menjadi mimpi belaka, dan Haruto akan menelpon lagi untuk mengatakan bahwa dia hanya sedang terjebak macet dan tidak sabar untuk bertemu dirinya lalu kemudian datang ke pertunangan mereka. Kemudian akhir bulan ini mereka akan menikah dan membangun rumah tangga seperti yang sudah mereka rencanakan .... bersama si kecil di perutnya.

Tapi semua tidak terjadi.

Karena kenyataannya, Haruto tidak datang. Haruto meninggalkannya hari ini, di hari pertunangan mereka.

"Ya tuhan, Haru ngga akan dateng." Bisik Junghwan pelan pada dirinya sendiri.

"Kenapa, sayang?" tanya Mama yang sedari tadi menemaninya di kamar.

Rasa bingung, sakit hati, marah, sedih dan malu yang bercampur aduk membuatnya jatuh terduduk di pinggiran tempat tidur.

"Junghwan?" panggil mama mulai terdengar khawatir. Perlahan mendekati anaknya yang semakin lama makin terlihat tidak berdaya. "Junghwan, kenapa? Ada apa, sayang?"

Junghwan mendongak, menatap mamanya dengan mata berkaca-kaca, "Haruto nggak akan datang, Ma."

"Haruto nggak akan datang gimana maksud kamu?" tanya mama bingung.

Junghwan tidak sanggup menjawab, hanya mampu menunduk terus menatap layar ponselnya yang mati, lalu setelah beberapa menit melihat raut wajah anaknya. Mama langsung bangkit kemudian keluar dari kamar.

Junghwan tidak terlalu ingat apa yang terjadi setelah itu, tapi samar-samar dia bisa mendengar mama memerintahkan seseorang untuk memanggil papa, lalu suara lantang papa menggelegar menyuruh seseorang untuk menghubungi Haruto lagi. Kemudian suara orang berjalan ke sana kemari panik terdengar di luar kamarnya. Tidak lama setelah itu terdengar suara mesin mobil dinyalakan, dan satu-persatu tamu yang hanya terdiri dari keluarga dekatnya itu pulang.

Tuhan! Junghwan merasa dibohongi, merasa di jebak habis-habisan. Bagaimana mungkin dia bisa jatuh cinta pada orang seperti itu? Pada seorang bajingan yang sebelumnya berjanji akan bertanggung jawab atas janin yang sekarang tumbuh di perutnya. Seseorang yang sanggup membatalkan pertunangannya pada hari H dengan hanya mengatakan 'maaf aku nggak bisa, aku minta maaf.'  lewat telepon kemudian menghilang entah kemana tanpa sedikitpun tanggung jawab. Seolah tak bersalah.

Padahal Haruto sudah janji. Dia sudah janji akan bertanggung jawab. Sekarang apa? Dia justru lari seperti pengecut.

Kejadian itu sudah berjam-jam lalu, tapi Junghwan masih dalam posisi yang sama, seakan tak sanggup melakukan gerakan sekecil apa pun. Bahkan tidak ada air mata yang menetes keluar, dadanya berat dan sesak tapi yang dia rasakan hanyalah kosong.

Haruto sudah berjanji, dia sudah setuju untuk tidak menggugurkan janin mereka, membesarkan anak ini dengan baik sebagai bentuk tanggung jawab atas kesalahan yang mereka lakukan. Lalu kenapa tiba-tiba kabur?

"Mama bantuin lepas jasnya ya?" Bujuk mama sekali lagi sambil mengusap lembut tengkuk sang putra bungsu.

Junghwan menatap mamanya tanpa expresi, ini bukan pertama kali mama mengatakan hal ini sejak kejadian tadi, sudah tiga kali. Dua kali sebelumnya beliau hanya mengangguk kemudian duduk diam menemaninya, tapi kali ini mama berlutut dan mulai melepas jasnya perlahan-lahan.

"Ayo berdiri, biar bisa ganti kemejanya. Panas nanti kalau pakai setelan ini terus. " Kata mama.

Melihat mama melakukan semua ini dengan sabar membuat Junghwan tidak lagi bisa menahan air matanya. Tatapannya mulai mengabur sebelum dia terisak sesenggukan tanpa bisa dikontrol lagi.

Bangsat kamu Haru...

Sekarang apa yang harus dia katakan pada mama, papa, dan abang tentang anak di perutnya.

"cup... cup... anak mama kuat, anak mama pasti akan baik-baik saja." rengkuhan mama begitu hangat tapi hati Junghwan terlalu dingin saat ini.

Junghwan tidak bisa merespon, dia hanya bisa memeluk mama seerat yang dia bisa. Junghwan hanya berharap, semoga keluarganya akan tetap mau menjadi tempat berlindungnya. Semoga mama dan papa mau menerima anak dalam perutnya, dan abang... abangnya bahkan belum pernah bertemu dengan Haruto. Junghwan berjanji akan membawa Haruto dan memperkenalkannya secara resmi saat dia berkunjung ke Aussie setelah pertunangan mereka nanti. Sekarang apa yang harus dia katakan pada Abang.

"Kamu akan baik-baik saja." Mama masih mengulangi kalimatnya bagaikan mantra yang bisa mengobati luka Junghwan. Sementara Junghwan hanya bisa memeluk sang mama seerat-eratnya, karena sekarang dia merasa jauh dari kata baik-baik saja.






_

nggak angst btw



Un-StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang