JENNIEDagu Jisoo langsung terangkat, kesal. Jennie bisa melihat wanita itu mengatupkan rahangnya.
"Itu hanya semantik, Jiyong. Kita akan tinggal bersama di rumahmu atau di rumahku. Tidak akan mengubah apapun."
"Lalu mengapa kau harus memiliki apartmen sendiri?"
"Karena daddy tidak ingin aku terburu-buru. Dia berkata bahwa dia akan menerima hubungan kita jika aku tidak langsung tinggal bersamamu."
Jisoo menatapnya.
"Tolong mengerti, keluarga ku sangat penting bagi ku dan mereka hanya khawatir aku akan terluka."
Jisoo menjilat bibirnya, dan Jennie tahu dia pasti memilih kata-kata yang akan keluar dari mulutnya dengan hati-hati.
"Kau sendiri bahkan mengatakan bahwa jika kau jadi aku, kau akan mendapatkan apartemenmu sendiri. Jadi, kau sebenarnya juga tahu apa yang mereka katakan itu benar."
Jisoo memutar matanya.
"Tapi aku tidak akan punya apartemen sendiri--tidak juga. Kita hanya akan punya dua apartemen di antara kita berdua. Enam bulan ke depan, setelah sedikit mandiri, aku akan resmi pindah ke sini."
Jisoo duduk di bangku dan kemudian menggaruk kepalanya, tetap diam.
"Bagaimana menurutmu?" Jennie bertanya.
"Apakah penting apa yang aku pikirkan?"
"Tentu saja."
Jisoo mengangkat bahu dan menuangkan segelas wine.
Katakan saja sesuatu... apa saja.
Jennie duduk di sampingnya. Pikirnya di setiap detik Jisoo akan menjadi gila dan marah, saat melihatnya menyesap wine.
"Lakukan apa yang kau inginkan." Jisoo akhirnya bergumam.
Jennie mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"
"Maksudku, lakukan apa yang kau inginkan." Jisoo mengendikkan bahunya.
"Apa kau marah denganku?"
"Marah, tidak. Kecewa... ya."
Hatinya jatuh saat mendengar ucapan sang kekasih. "Kau kecewa." Bisiknya. Pikirnya dia lebih ingin Jisoo marah daripada kecewa.
Jisoo menangkup pipi Jennie dengan tangannya. "Nde, aku kecewa." Dia mengembuskan napas berat. "Aku ingin memulai hidup kita bersama sekarang, tapi aku juga mengerti."
Jennie kehilangan jejak percakapan mereka. "Apa yang kau mengerti?" Tanyanya bingung.
"Aku mengerti bahwa keluarga mu adalah yang utama, dan bahwa kau akan selalu, melakukan apa yang mereka ingin kau lakukan." Jennie mengerutkan kening.
"Tidak apa-apa." Jisoo bibir bawah Jennie dengan ibu jarinya dan menatapnya sejenak. "Aku hanya harus belajar menghadapinya." Dia mengendikkan bahu. "Selama mereka bahagia, kau akan bahagia juga, kan? Aku pergi mandi dulu." Jisoo berbalik dan, tanpa sepatah kata pun, dia melangkah untuk naik ke atas.
Jennie menatap kulkas, kata-kata Jisoo berulang-ulang di benaknya.
Selama mereka bahagia, kau akan bahagia juga, bukan?
Apa benar?
Apakah aku hanya akan bahagia jika keluarga ku menerima Jisoo?
Bagaimana jika aku melakukan ini untuk mereka, dan kemudian mereka tidak akan pernah menerima Jisoo? Bagaimana jika aku membiarkan mereka membuat jarak di antara kami berdua?
![](https://img.wattpad.com/cover/321290396-288-k494314.jpg)