JENNIE"Kang menelponku," Kata Irene santai sambil menyesap cocktailnya.
Jennie terkesiap dan langsung menatap Kang yang berdiri agak jauh dari mereka bersama Vernon. "Oh my god, kapan?"
"Tadi malam."
"Dan?"
"Shh, aku tidak ingin Nayeon tahu."
"Mengapa tidak?"
"Karena jika dia berhubungan dengan Jun Myeon seperti yang kita curigai, dia akan memberitahu oppamu."
"Hmm, pemikiran yang bagus." Mereka berada di bar untuk menghabiskan waktu bersama. Jisoo dan Seungwan ada di rumah mereka menonton sepak bola. Nayeon ada di kamar mandi bar sekarang, tapi temannya itu akan menginap di rumah mereka malam ini.
"Apa yang Kang katakan?" Jennie berbisik.
"Dia bertanya padaku apakah aku ingin keluar dengannya. Dia memberitahuku bahwa Jisoo memperingatkannya untuk menjauh dariku beberapa minggu yang lalu--berkata bahwa dia tidak ingin kami berkencan karena jika hubungan kami tidak berhasil, dia tidak ingin hubungan persahabatanku denganmu ikut hancur."
Jennie melongo. "Apa?"
"Rupanya, Jisoo tahu kalau Kang naksir padaku selama ini."
Mata Jennie terbelalak kaget. "Kau bercanda kan? Apa dia sendiri mengatakannya?"
"Kau tahu, Jisoo lebih mirip Jun Myeon dari yang kau kira." Irene menghela nafas kasar.
"Oh god."
Nayeon tersenyum hangat, kembali ke meja mereka. "Lagi?" Dia bertanya.
"Yes please." Jennie tersenyum.
"Tentu," Kata Irene.
Mereka berdua menatap Nayeon yang mulai melangkah ke bar. "Menurutku, dia pasti sudah tidur dengan Jun Myeon." Bisik Jennie pelan.
"Tapi kenapa dia tidak memberitahu kita? Kita bahkan menceritakan segalanya di antara satu sama lain. Aku tidak mengerti. Mengapa dia menyembunyikan ini?"
"Aku tidak tahu." Jennie mengangkat bahu. "Apa yang aku tahu, dalam sebulan terakhir keluargaku tidak berbicara denganku, Nayeon sudah lima kali menginap di rumah Jisoo. Itu lebih banyak dari yang pernah dia lakukan untuk bertemu denganku sebelumnya. Seolah-olah dia sedang memerhatikan ku untuk Jun Myeon."
"Tapi yang pasti dia bisa melihat betapa bahagianya kalian berdua bersama." Irene mengerutkan kening. "Jisoo benar-benar menyayangimu, demi Tuhan."
Nayeon tiba di meja mereka dengan tiga minuman.
"Terima kasih."
"Ceritakan padaku semua tentang usaha bisnis barumu." Nayeon tersenyum. "Apa rencanamu?"
"Bukan bisnis, itu hanya amal." Jennie tersenyum bangga. "Sejauh ini, aku memiliki ruang kantor yang aku inginkan, dan aku mempekerjakan dua orang yang bekerja dengan ku di ruang surat di pekerjaan lamaku."
"Siapa?"
"Jihyo dan Jackson."
"Bukankah Jihyo seolah bom yang akan lepas?" Nayeon mengerutkan keningnya.
"Tidak. Dia cerdas, cantik, dan aku menyukainya. Sedangkan Jackson, dia hanyalah Jackson. Dia akan baik-baik saja di tempat ini sampai perjalanan berikutnya."
"Siapa lagi yang akan bekerja di sana?"
"Dua pengacara muda lulusan universitas-keduanya laki-laki. Mereka mulai pada bulan Februari."