Selama perjalanan dari kantor Jagat menuju tempat yang Esta inginkan, wanita itu tidak bisa berhenti menggelengkan kepala. Di dalam otaknya hanya ada satu pertanyaan, kok bisa ada pria seunik Jagat?
Lupakan masalah betapa tampan Jagat dengan mata teduhnya itu atau suaranya yang lembut setiap kali berbicara. Lupakan juga bagaimana kayanya pria itu dengan ibu seorang CEO perusahaan perhiasan ternama di Indonesia dan punya Ayah yang seorang direktur perbankan besar. Lupakan semuanya karena ketika mengenal Jagat secara personal, Esta terheran-heran bagaimana bisa laki-laki nyaris tiga puluh tahun ini bisa hidup seperti sekarang.
Pertama, Jagat tidak bisa menyetir mobil. Pria itu katanya bisa, tapi dengan dua syarat; mobil matic dan butuh beberapa menit untuk beradaptasi. Daripada Esta mengantar nyawa, lebih baik dia menyetir. Kedua, Jagat terlihat begitu tegang selama Esta menyetir. Pria itu sampai memegang kuat-kuat pegangan di atas jendela mobil. Ketiga, Jagat nyaris tak bersuara selain merespons pertanyaan Esta.
Esta kesal, tapi dia juga tertantang. Ada keinginan kuat dalam dirinya untuk mengubah sosok Jagat agar tidak seperti sekarang. Apalagi mereka akan menikah. Dan dia butuh pernikahan ini selain alasan pria itu tampan dan ibunya adalah bos Esta,tapi juga agar dia bebas dari bahasan kapan nikah yang tidak ada habisnya.
"Kita udah sampai," ucap Esta memecahkan keheningan.
Mobil perlahan berhenti dan terparkir di depan sebuah kafe. Pilihannya jatuh ke tempat ini karena pengunjungnya jarang banyak serta pemandangan di samping danaunya memukau.
"Ramai ya ...."
Gumaman lirih Jagat sukses membuat Esta mendelik. Wanita itu kembali memperhatikan isi kafe. Dari luar saja dia hanya melihat sepasang orang duduk di dekat jendela. Sisanya tak terlihat. Walau begitu dia bisa menemukan banyak kendaraan berjejer di sana.
"Nggak kok." Esta berusaha untuk tidak mengomel. "Turun aja, Yuk."
"Eh, gimana kalau kita ke pameran lukisan di dekat sini? Di sana sepi dan ... penuh inspirasi buat gambar kamu."
Esta menoleh. Ditatapnya Jagat dengan mata menyipit.
"Seriously? I've been there before. Sepi? Banget. Penuh inspirasi? Nggak juga. Masalahnya Jagat, di sana nggak ada tempat duduk dan aku butuh duduk buat gambar."
Hanya saja Jagat terlihat iritasi menatap kafe di depan mereka. Esta seolah paham betapa tidak nyamannya pria itu dengan keramaian. Sebuah pertanyaan meluncur dari bibir wanita itu, "Kamu nggak suka tempat rame?"
Mata Jagat melebar selama beberapa detik, lalu mengangguk. Tidak ada penjelasan lanjutan dan Esta semakin penasaran.
"Kenapa?" desak Esta. Wanita itu juga penasaran apa yang melandasi Jagat jadi seiritasi ini dengan manusia-manusia. "Karena menghabiskan energi?"
Lagi-lagi Jagat mengangguk. Tak lama pria itu sedikit menjelaskan. "Aku terbiasa ada di tempat sepi, Semesta. Ketenangan membuatku merasa damai. Sedangkan keramaian membuatku merasa gila."
Jawaban menarik. Esta jadi semakin penasaran kegilaan apa yang Jagat bawa jika pria itu terjebak dalam keramaian. Mereka akan menikah, jadi Esta harus mempelajari suaminya semakin dalam.
"Kalau gitu kita masuk," putus Esta yang dibalas pelototan tajam Jagat. "Jagat, nggak selamanya kamu bisa tinggal atau berlindung di dalam sepi. Sekaya apa pun kamu, semampu apa pun kamu hidup tanpa orang di sekitarmu, tapi percaya deh kamu tetep butuh orang lain atau pergi ke keramaian."
"Semesta, please ...."
Suara Jagat yang super lembut itu membuat Esta sedikit meleleh. Jantungnya bahkan berdebar cukup kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Wifey [COMPLETED]
RomanceEsta-Semesta, tidak menyangka hidupnya menggila sejak tanpa sengaja menggoda Ayah kandungnya di salah satu kelab malam di Bali. Tiba-tiba saja Esta terjebak di lift kantornya. Saingannya sesama desainer perhiasan mendapat penghargaan dari kantor. Ta...