Ken serius dengan teleponnya siang ini. Tahu-tahu saja atasan Semesta itu datang ke Wang Publishing untuk bertemu dengan Jagat. Dia tidak sendirian. Ada Aime yang mengekori selayaknya bos dan asistennya.
Meskipun Jagat enggan menerima Ken dan Aime, tapi pria itu tetap melakukannya. Dia mengikuti apa saja yang Semesta perintahkan, termasuk meminta dua orang ini masuk ke ruang paling pribadinya di Wang Publishing.
"Tolong masukin ke ruangan kamu karena ruang tunggu tamu terlalu terbuka untuk bahas cincin kita. Please! Apalagi aku juga takut Laras tiba-tiba muncul dan tanya mengenai status kita. Plis, Mas, nurut ya, plis plis."
Pikiran Semesta terlalu jauh, tapi Jagat tidak bisa menolak. Dia risih ada orang asing, hanya saja segala permintaan istri sesusah apa pun harus dia penuhi. Jadi, Jagat setuju menerima Ken dan Aime dalam ruang kerjanya.
"Kalian suka teh?" Jagat mulai berbicara setelah keheningan panjang. Apalagi saat ini Ken dan Aime tidak memulai bersuara karena terlalu asyik memperhatikan ruangan Jagat yang penuh dengan rak-rak buku tinggi.
"Suka, Pak Jagat. Apa aja asal nggak merepotkan," jawab Ken cepat. "Ini kantor Bapak, bener-bener mencerminkan pengusaha penerbitan sejati. Keren, keren."
Respons Jagat hanya gumaman terima kasih. Sekalipun dalam hati dia yakin Ken hanya berusaha memuji karena statusnya sebagai anak Rubi.
Jagat segera beranjak dari kursi. Dipanaskan teko berisi teh aroma mint kesukaannya. Tidak lupa dia mengambil dua gelas tambahan untuk Aime dan Ken.
Sepertinya harus buang dua gelas ini setelah ini, batin Jagat. Demi Semesta, dia juga harus mengorbankan gelas-gelas teh kesukaannya ini untuk diganti. Mungkin dia bisa meminta sang istri untuk memilihkan gelas-gelas teh baru.
Begitu teko mendidih, Jagat segera menuangkan tehnya ke gelas Ken, Aime, dan dirinya sendiri. Baru setelahnya dia menduduki kursi di seberang dua orang penjahat dalam kisah Semesta itu.
"Waduh, Pak Jagat, kok ngerepotin sampai seduh teh sendiri." Aime ikut bersuara. Dia mengendus-endus teh yang baru Jagat tuangkan ke gelas. "Aromanya enak banget."
"Nggak repot," jawab Jagat diplomatis. "Minum teh paling pas tepat setelah diseduh seperti sekarang. Kalau udah agak sedikit dingin, jadi nggak enak lagi. Minum, minum."
Untuk sesaat Ken dan Aime saling bertukar pandang. Sebelum kemudian, mereka meringis sambil mengangguk. Sedikit ragu keduanya mengangkat gelas teh, lalu ditiup.
"Jangan ditiup!" peringat Jagat agak keras. Kepalanya menggeleng. "That's not how you taste the tea. Boleh dicium aromanya, tapi dilarang meniupnya. Ayo diminum mumpung masih panas."
Mereka kompak terbelalak, tapi tak bisa menolak. Lambat-lambat mereka minum teh panas itu dengan buru-buru sekalipun ada kernyitan di pelipis keduanya.
Hukuman untuk penindas! Jagat tertawa dalam hati. Dan dia semakin puas saat setelah teh di gelas Ken dan Aime tandas, keduanya kompak menjulurkan lidah karena kepanasan selayaknya anjing.
"Maaf ya, Pak, kita belum terbiasa minum teh panas. Jadi melet-melet gini," ucap Ken yang hanya dibalas anggukan tak peduli Jagat. "Tapi, tehnya enak banget. Saya suka. Nanti saya minta nama produknya buat beli dan bikin sendiri di rumah ya, Pak."
Lagi-lagi Jagat mengangguk tak peduli. Lagi pula Ken hanya berbasa-basi demi menerbangkannya, tapi tentu saja gagal.
Perhatian Jagat teralih pada Aime yang mengeluarkan sebuah kotak beludu warna biru. Dia sudah akan membukanya, tapi pria itu buru-buru menahan, "Tunggu. Di mana Semesta?"
"Semesta? Hari ini dia ada urusan, Pak Jagat, jadi kami saya dan Pak Ken yang mengantar cincin ini langsung ke Bapak sebagai bentuk permintaan maaf." Ken bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Wifey [COMPLETED]
RomantikEsta-Semesta, tidak menyangka hidupnya menggila sejak tanpa sengaja menggoda Ayah kandungnya di salah satu kelab malam di Bali. Tiba-tiba saja Esta terjebak di lift kantornya. Saingannya sesama desainer perhiasan mendapat penghargaan dari kantor. Ta...