Chapter 39 : An Acceptance

8.3K 965 58
                                    

Tatapan Esta menerawang melihat jendela di sisi kanannya. Pemandangan di sana terus berubah-ubah sesuai dengan apa yang kereta lewati. Terkadang rumah-rumah penduduk, terkadang sawah hijau yang menghampar, bahkan terkadang para pengendara bermotor yang sedang menunggu di balik palang kereta.

Matahari padahal bersinar terlalu terik. Namun, Esta memilih mengabaikan itu dan membiarkan dirinya berpanas-panasan. Pikirannya ruwet dan anehnya melihat segala hal dari balik jendela kereta yang melaju membuatnya sedikit tenang sekaligus bisa bernapas dengan benar.

"Hey."

Sebuah suara tepat di telinga Esta membuatnya menoleh. Tahu-tahu saja Jagat sudah berlutut tepat di koridor sebelah kursi Esta. Tangan suaminya itu mengusap kepalanya dengan lembut.

"Kamu ngelamunin apa?" tanya Jagat. Bukan basa-basi, ada rasa penasaran dalam nada suara suaminya itu. Bahkan pria itu juga sedikit curi-curi pandang ke arah jendela. "Mengingat pemandangan kita nggak sama karena aku di sisi lain kereta, jadi aku penasaran kamu lagi liat apa sampai syahdu banget."

Esta menoleh sejenak ke arah jendela. Sambil tersenyum dia menunjuk jendela, lebih tepatnya pemandangan sawah terhampar yang terlihat. "Aku lagi lihat pemandangan di luar sana. Sawah itu, langit cerah kebiruan, dan suara mesin kereta nggak tau aja bikin aku tenang."

Kemudian, Esta kembali menatap Jagat. Tangan wanita itu mengusap pipi sang suami. "And for your information, Darling, ngelamun juga salah satu caraku dapat inspirasi."

"Jadi, alasan kamu pilih duduk di kereta kurang lebih enam jam daripada pesawat yang cuma satu jam itu karena mau lihat pemandangan ini?"

Pertanyaan Jagat membuat Esta meringis.

Tanpa sadar wanita itu mengusap perutnya di balik selimut tipis yang kereta sediakan. Walaupun dirinya belum memastikan mengenai kehamilan, tapi Esta merasa dirinya memang benar-benar hamil.

Beberapa artikel yang dia baca mengatakan wanita hamil muda disarankan untuk tidak menggunakan pesawat saat bepergian, kecuali konsultasi dengan dokter lebih dulu. Karena belum konsultasi, maka Esta memilih jalur aman. Dia yang sebenarnya ogah duduk lama-lama di kereta, memilih mengabaikan ketidaknyamanannya. Namun ternyata, wanita itu malah menikmati kereta ini.

Semua isi kepalanya itu sayangnya tidak bisa Esta beritahukan kepada Jagat. Dia menganggukan kepala, mengiakan pemikiran Jagat saat ini. "Iya, this view is amazing, don't you think?"

"Bakal lebih amazing lagi kalau nggak duduk pisah," keluh Jagat sambil mendengkus keras.

"Sabar ya." Esta kembali mengusap pipi Jagat, menenangkan prianya.

Jagat mengangguk. Sebelum kemudian, suaminya itu memilih diam menatap Esta lekat-lekat. Hal yang sukses membuat jantung wanita itu jumpalitan.

Sebenarnya Esta suka saja ditatap sedalam ini oleh Jagat. Hanya saja kedua pipinya yang merona, suara orang lain yang terdengar di salah satu sudut gerbong membuat Esta malu sendiri.

"Jagat," panggil Esta. Dia berdehem pelan. Sebuah ide membuat Jagat menjaga jaraknya selama beberapa saat. "Aku mau gambar. Boleh nggak kamu balik ke kursi kamu?"

"Boleh." Jagat mengangguk. "Cuma aku mau ke gerbong makan. Mungkin kamu butuh makan atau minum buat temenin kamu gambar?"

Ketika mendengar kata makan dan minum di kepala Esta langsung bermunculan berbagai jenis makanan dan minuman yang membuat air ludahnya ingin menetes. Dia mulai mengatakan apa aja yang muncul di kepalanya.

"Kayaknya aku mau Pop Mie, makanan khas kereta, lengkap sama sosis, telor, odeng juga enak sih. Astaga, aku ngiler. Kayaknya kalau minum, aku mau teh susu pake boba, Jagat."

Crazy Wifey [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang