Sepanjang pagi ini wajah Jagat penuh senyum. Sampai-sampai dia mengira urat saraf dalam kepalanya konslet. Namun, tidak. Karena pria itu tahu apa yang menyebabkannya seperti orang gila saat ini, Semesta dan kehebohan sang istri di walk in closet pribadi milik Jagat. Ada deretan dasi yang sedang dia lihat-lihat untuk segera diambil.
Ternyata setelah kabur seminggu ke Sydney, keesokan harinya atau tepatnya hari ini Jagat sudah harus masuk kerja sebagai seorang intern di perusahaan milik Laz. Semesta seperti biasa membela Jagat, tapi dia kalah dengan argumen Laz sekaligus status sebagai papa mertua. Jadi masalah magang ini tidak lagi bisa dihindari.
Jagat mengira mulai bekerja sesuai dengan tempatnya akan membuat pagi terasa begitu buruk. Namun, tidak dengan Semesta di sisinya. Istrinya yang hobi bangun siang mendadak sudah bangun pagi-pagi sekali. Dia ribut mencari padanan kemeja, dasi, dan celana bahkan sesederhana jam tangan untuk Jagat. Belum lagi dengan heboh mengomel karena di dekat mereka sedikit sekali tempat makan buka untuk menu sarapan yang layak bagi Semesta.
"Udah kelar kan pakai kemeja sama celananya?"
Pertanyaan Semesta membuyarkan fokus Jagat yang sejak tadi tercurah sepenuhnya pada sang istri. Tangannya yang bermenit-menit terdiam di dua kancing atas kemejanya langsung buru-buru bergerak. Pria itu menunduk. Kedua telinganya agak memanas.
"Telinga kamu kok merah, Jagat?" Semesta kembali bersuara.
Kali ini karena suara istrinya itu begitu dekat, Jagat refleks mendongak. Tahu-tahu saja Semesta sudah berdiri tepat di depannya. Wanita itu tersenyum seraya mengalungkan dasi ke leher Jagat.
"Kok aneh makin merah telinganya," bisik Semesta seraya mengusap kedua telinga Jagat. "Sebenernya aku sempet beberapa kali lihat telingamu merah, tapi ini merah banget. Apa kita perlu ke rumah sakit?"
"Nggak usah!" tolak Jagat seraya menggeleng. Kemudian, dia berdehem. "Nanti ... nanti juga balik warnanya. Nggak ada yang serius."
Semesta manggut-manggut. Sebelum kemudian fokusnya tercurah untuk membuat simpul dasi dengan sempurna. Sedangkan Jagat hanya menundukkan padangan sambil lagi-lagi terhanyut oleh kecantikan istrinya yang baru bangun tidur dan tanpa riasan.
"Done!" ucap Semesta seraya menepuk pelan dada Jagat. Kepalanya mendongak. Matanya dan milik Jagat beradu di udara. "Kamu beneran mau kerja serius di kantor?"
Jagat mendengkus geli. Tangannya mencolek pelan hidung Semesta dengan gemas. "Kamu kenapa tanya gini lagi saat setelah pakaianku udah rapi dan aku siap berangkat kerja?"
"Aku belum rela, Jagat." Semesta mengerucutkan bibirnya. "Kamu selalu bebasin dan mendukung aku ngelakuin apa yang aku suka. Sedangkan aku, aku nggak bisa mencegah kamu melakukan hal yang nggak kamu suka. Jagat, aku ngerasa nggak adil dan hubungan ini berat sebelah."
Jagat mendengkus pelan. Dia bergumam lirih, "Silly!"
"Semesta, menurutku dalam sebuah hubungan nggak ada yang adil. Apa yang aku lakuin ke kamu atau apa yang kamu lakuin ke aku, itu nggak bisa diukur besar kecilnya. Karena kita berdua sama-sama usaha demi mempertahankan apa yang kita miliki. Kita nggak pernah tahu gimana hubungan ini ke depannya kelak, Semesta, tapi kita harus berusaha keras agar hubungan ini nggak gagal."
Semesta mendesah napas panjang. Sebelum kemudian, dia merengkuh Jagat ke dalam pelukannya.
"Makasih ya, Jagat," bisik Semesta. "I'll be a better person for you from now. Promise."
Jagat mengangguk lambat-lambat. Diraihnya kedua sisi wajah Semesta. Tanpa peringatan dia menundukkan kepala, lalu menyatukan bibir mereka.
Aku mencintaimu. Dua kata itu tertahan di bibir Jagat tanpa bisa diucapkan. Untuk saat ini dengan hubungan mereka yang masih baru dan Semesta yang belum mempercayai apa itu cinta, kalimat cinta tentu belum pas diucapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Wifey [COMPLETED]
RomantizmEsta-Semesta, tidak menyangka hidupnya menggila sejak tanpa sengaja menggoda Ayah kandungnya di salah satu kelab malam di Bali. Tiba-tiba saja Esta terjebak di lift kantornya. Saingannya sesama desainer perhiasan mendapat penghargaan dari kantor. Ta...