Chapter 25 : An Escape Plan

9.2K 897 33
                                    

Kepala Esta cenat-cenut. Bukannya asyik bermain dengan pensil dan kertas untuk memulai desain, dia malah merebahkan diri di kepala kursi. Kedua telinganya sengaja disumpal dengan airpods. Tidak ada musik yang berputar, tapi setidaknya mengurangi kebisingan yang ada di luar ruang kerjanya.

Pagi tadi negosiasi dengan Rafael gagal. Esta juga sudah menelepon Jagat dan meminta maaf walau tidak menjelaskan situasinya.

"Kamu baik-baik aja? Di kantor, kan? Aku ke sana sekarang," respons Jagat itu sukses membuat Esta kembali panik. Apalagi saat ini suaranya serak menahan tangis. Kemudian, telepon di jam tidak wajar dan meminta maaf, tentu saja suaminya sangat khawatir.

Buru-buru Esta menolak ditemui. Akan ada saatnya bercerita nanti, tidak sekarang. Karena wanita itu harus kembali ke Jade Blue. Sebentar lagi rapat dengan mertuanya serta rekan-rekannya termasuk dua orang sialan bernama Ken dan Aime segera dilaksanakan.

Esta mengira dia bisa kabur begitu saja dari Jagat, tapi ketika rapat berakhir Rubi yang malah menahannya untuk tinggal. Ibu mertuanya itu bertanya, "Mata kamu merah kayak abis nangis, Esta. Jagat abis bikin salah apa ke kamu?"

Sebenarnya tuduhan Rubi tidak seratus persen salah, tapi tidak benar juga. Esta memang menangisi Jagat. Lebih tepatnya wanita itu merasa sedih karena belum bisa membantu suaminya itu keluar dari hal yang tidak disukainya. Namun, tentu dia tidak mengatakan alasan yang sebenarnya.

"PMS, Mi. Biasalah cewek nggak ada alasan nangis. Kebawa sedih juga abis nonton drama."

Alasan basi, tapi ternyata Rubi percaya saja. Lagi pula semua perempuan tidak perlu memiliki masalah hanya untuk menangis. Hormon mereka terkadang lebih menang dalam mengendalikan tubuh dan organ-organ terutama yang berhubungan dengan perasaan.

Seharusnya Esta bisa bersantai. Rubi tak curiga dan interogasi yang akan dilakukan Jagat ditunda sampai mereka bertemu di apartemen nanti. Masalahnya sekarang, dia tidak punya ide untuk menggambar. Sedikit saja tidak punya. Padahal waktu kurang tiga minggu lagi sebelum deadline desain untuk pameran perhiasan.

Bunyi pesan masuk di ponsel menarik perhatian Esta. Refleks, dia meraih benda itu di meja kerja. Ada sebuah pesan masuk dari email pribadi, Emilia, salah seorang sahabatnya saat kuliah di Sydney. Sebuah undangan pernikahan. Acara dan waktunya tepat minggu depan.

"Nikahan kok jauh amat," gumam Esta. Dia sudah siap untuk membalas email Emilia berisikan maaf atas ketidakhadirannya.

Hanya saja ketika Esta melirik kertas kosong di meja, jadwal yang nyaris kosong sepanjang minggu depan, dan juga undangan Emilia mendadak wanita itu ada ide. Segera saja dia keluar dari aplikasi email. Dibukanya website pembelian tiket pesawat. Tanpa pikir panjang dia langsung mencari tiket menuju Sydney hari ini juga.

"Done!" ucap Esta bangga ketika tiket berhasil terpesan.

Setelahnya Esta langsung menelepon Jagat. "Jagat, jemput aku sekarang ya. Temenin aku kondangan. Now, now!"

***

Seperti biasa Jagat selalu datang secepat kilat. Tidak sampai setengah jam setelah diminta menjemput, suaminya itu sudah mengirimkan pesan kedatangannya. Dengan hati yang gembira dan mengabaikan tatapan bertanya rekan-rekannya, Semesta keluar ruang kerja sambil menenteng tas mahalnya.

"Pak Ken, izin nggak ke kantor dulu ya seminggu ke depan. Kalau ada rapat, gue ikut lewat daring aja," ucap Esta saat tanpa sengaja bertemu Ken di ujung lorong menuju lift. Sebelum bosnya itu sempat bertanya ke mana, pintu lift terbuka.

Sambil melambaikan tangan pada Ken, dia berkata, "Dah, Pak Bos."

Setelahnya Ken pun menghilang. Esta segera mengenakan kembali kacamata hitamnya. Sikapnya barusan bisa dikatakan seenaknya, tapi sebenarnya tidak. Lagi pula mereka kan menerapkan sistem kerja di mana saja. Datang ke kantor kalau rapat atau menyerahkan urusan desain, tapi itu semua bisa digantikan daring sekarang.

Crazy Wifey [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang