Jalanan pukul setengah sebelas siang terlihat lengang. Radio berputar lirih. Sementara pikiran Esta berkelana pada momen obrolannya dengan Jagat di Bali seminggu yang lalu. Siapa sangka hubungan mereka berubah sedikit agak canggung. Bahkan saling sentuh pun terasa aneh bagi Esta.
Namun, Jagat dan segala cara suaminya itu memperlakukan Esta membuat wanita itu lama-lama bersikap seperti biasanya. Jika Esta meminta ruang, maka Jagat akan menjaga jarak. Jika Esta minta ditemani ke mana saja, suaminya akan berada di sisinya detik itu juga. Hal sederhana itu nyatanya mampu sedikit menyentuh hati wanita yang tak mempercayai cinta dalam pernikahan, seperti dirinya.
Tiba-tiba saja radio yang berputar berubah menjadi nada dering ponsel. Seketika Esta ditarik ke dunia. Dia melirik layar radio. Ada nama Vania, asisten sekaligus rekan kerjanya di Jade Blue.
"Ya, Van?" sapa Esta begitu mengangkat panggilan Vania.
"Lo di mana? Jadi kan jenguk Stefany yang baru lahiran?"
Esta berdecak pelan. "Kok lo nggak percaya banget sih gue berangkat ke Stefany? Ini lagi di jalan, Van."
"Ya kan lo tau kalau Stef ini satu genk sama Aime. Jelas di sana bakal ada musuh bebuyutan lo. Takutnya lo milih kabur."
"Hell-no, babe, you know me that well. Aime bukan lawan gue, jadi ngapain gue harus takut. Paling sepuluh menit lagi gue sampai."
"Jangan lupa hadiah lo buat Stef. Biar nggak kena nyinyiran Aime."
Sekali lagi Esta berdecak pelan. "Berisik. Iya, udah gue siapin semua. See you! Jangan ganggu gue nyetir lagi."
Tanpa menunggu balasan Vanka, Esta segera memutus panggilan asistennya itu. Diliriknya bangku belakang sudah ada bingkisan besar untuk Stef yang tidak akan memalukan. Sebelum kemudian, dia tancap gas membelah jalanan Jakarta siang ini.
***
Bahkan tidak sampai sepuluh menit kemudian, Esta berhasil memarkirkan Audi merah kesayangannya itu di depan rumah Stefany. Terlihat di salah satu carport sudah ada Cooper biru dengan plat nomor B 41 ME. Sudah jelas jika mobil itu menabrak orang, maka dengan cepat semua orang tahu bahwa Aime adalah pelakunya.
Agak sedikit terburu Esta meraih sebuah paper bag berukuran besar memasuki rumah. Asisten rumah tangga yang menyambut langsung mengantarkannya menuju lantai dua, ke kamar Stefany berada.
Di sana sudah terlihat beberapa rekan kerjanya hadir dan berdiri di depan kamar. Vania sendiri tiba-tiba muncul dari dalam kamar, lalu menarik Esta. Dia berbisik, "Aime mepet Stefany mulu, jadi jangan berantem di depan ibu lahiran dan bayi umur seminggu."
"Van, tenang. Gue nggak sebodoh Aime yang hobi bikin keributan nggak tau tempat. Santai, santai."
Setelah dia mengentak pegangan Vania, Esta dengan langkah penuh percaya dirinya memasuki kamar Stefany. Benar saja, Aime sudah menempel duduk di samping Stefany yang sedang menggendong bayinya.
"Stef," sapa Esta seraya memamerkan bawaanya. "Selamat ya atas lahiran lo. Gue bawain hadiah spesial buat lo. Some of my relative said kalau cewek abis lahiran sering banget harus tidur atau duduk tegak pas lagi menyusui dan itu pasti bikin leher lo kaku, jadi gue beliin pijat leher. Sama ada sepuluh kali voucher pijat di rumah. Just call them, say my name 'Semesta Maharaja', and they will come right away."
Senyum Stefany langsung merekah lebar. "Semesta, makasih ya. Lo ... orang pertama yang perhatian sama gue."
Esta terkekeh pelan. Dia melayangkan dua ibu jarinya.
Seperti biasa Aime yang tampak tidak suka langsung mendengkus keras. Sambil menatap bayi mungil berpakaian serba biru itu dia berkata, "Baby, masa Onty Esta nggak bawain kamu apa-apa. Padahal kamu abis aja lahiran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Wifey [COMPLETED]
Roman d'amourEsta-Semesta, tidak menyangka hidupnya menggila sejak tanpa sengaja menggoda Ayah kandungnya di salah satu kelab malam di Bali. Tiba-tiba saja Esta terjebak di lift kantornya. Saingannya sesama desainer perhiasan mendapat penghargaan dari kantor. Ta...