Chapter 23 : Take and Give

8.7K 943 14
                                    

Ketika Jagat sedang asyik membaca naskah di kantor ditemani dengan teh kesukaannya, tiba-tiba saja Rubi menelepon. Permintaan maminya yang menyuruh untuk pulang ke rumah orang tua Jagat. Detik itu perasaan pria itu tidak enak. Apalagi dia tahu seharusnya hari ini Semesta dan kedua ibu mereka sedang berada di salon untuk melakukan segala treatment wanita entah apa itu.

Apalagi ketika Jagat sampai rumah, dia menemukan semua orang sudah berkumpul di ruang keluarga. Para ayah berdiri di sudut ruangan mengobrol. Sedangkan para ibu menatap tajam kepada Semesta yang duduk seorang diri di sofa sambil menunduk.

Masalah serius. tebak Jagat. Hanya saja dia berusaha untuk tidak terpengaruh akan suasana negatif yang memenuhi seisi ruangan.

"Ini ... kenapa?" tanya Jagat. Dia memilih berdiri tepat di sebelah Semesta. Tangannya memegang pundak istrinya itu.

"Coba, Jagat, kamu tanya sama istrimu ada masalah apa. Mom pusing," sahut Ratu.

Jagat mengangguk. Karena terlihat akan jadi pembicaraan yang intens, pria itu memutuskan untuk membawa istrinya itu ke tempat yang lebih privasi untuk berbicara. Jadi, begitu dia meminta izin untuk menyepi berdua dengan Semesta, Jagat segera menggandeng istrinya menaiki tangga menuju kamar tidurnya yang berada di lantai dua.

Rumah orang tua Jagat ini memiliki tiga lantai. Lantai teratas adalah lantai kamar tidur utama, milik orang tuanya sekaligus ada ruang kerja Laz dan ruang koleksi perhiasan milik Rubi yang dijaga sangat ketat. Di lantai dua adalah kamar tidur Jagat dan Bri. Sedangkan lantai bawah ada kamar tidur tamu. Untuk kamar asisten berada di paviliun, bangunan lain yang tidak bersatu dengan bangunan utama.

Sesampainya di dalam kamar, Jagat langsung mendudukkan Semesta di sofa yang menempel dengan kaki ranjang. Sementara Jagat sendiri memilih duduk di meja kopi tepat di seberang sang istri.

"Jadi, ada apa?" tanya Jagat. Tangannya meraih tangan Semesta untuk dia genggam.

Semesta mendongak. Selama beberapa detik, istrinya itu diam seraya menatap Jagat lekat-lekat. Sebelum kemudian, dia berkata lambat-lambat, "Aku ... minta resepsi kita diundur selama beberapa bulan at least sampai pameran selesai."

Sesaat Jagat mengerjap. Sebelum kemudian, mulutnya berkata dengan sendirinya, "Kenapa nggak dibatalin aja sekalian?"

Pertanyaan Jagat sukses membuat Semesta melongo. Mata wanita itu melebar. "Dibatalin? Kamu nggak marah?"

Seketika Jagat mendesah napas panjang. Tangannya meremas tangan Semesta. "Semesta, kamu tau betapa nggak sukanya aku dengan keramaian. Pesta pernikahan itu cukup buang-buang energi dalam satu hari penuh. Jadi, kalau batal lebih bagus, tapi kalau hanya minta dimundurin ya oke. Aku ikut aja."

"Kalau kamu nggak suka pesta pernikahan, kamu ngapain setuju?" Semesta menarik tangannya pelan, lalu memukul bahu Jagat dengan gemas. "Apalagi ini acaranya di Bali, di luar pulau. Lebih melelahkan lagi."

"Karena aku tau kamu suka pesta." Sekali lagi Jagat menggenggam tangan Semesta. Dengan sengaja pria itu menautkan jari-jari mereka agar istrinya tidak lagi bertindak seperti memukul atau mencubit dan sejenisnya.

"Kalau gitu kita batalin aja gimana?" Sudut bibir Semesta yang tadinya sedikit melengkung ke bawah, semakin jelas melengkung ke bawah. "Ini kan pernikahan kamu juga. If you don't like a party then don't throw the party, Jagat. Jangan maksa kalau kamu nggak nyaman."

"Nggak apa-apa." Jagat terkekeh. "Lagian dengan status sosial kita, aku rasa kita nggak bisa mengabaikan sebuah pesta. Semesta, kita bicara ke intinya aja karena semua orang lagi nunggu kita di bawah. Jadi, kenapa tiba-tiba minta diundur? Aku rasa aku butuh tau masalah yang sebenernya."

Crazy Wifey [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang