Denah Keraton
Nakula tak begitu pandai menyampaikan segala kegelisahan yang ada di hatinya.
Alih-alih mencari tahu apa dan kenapa, ia justru lebih memilih untuk tenggelam dalam pergulatan batinnya sendiri. Menyalahkan hati, si organ fiktif milik manusia, yang seharusnya cukup bekerja untuk menyekresikan lemak dan mengubah glikogen menjadi gulkosa. Seharusnya cukup sebatas itu, dan bukannya membuat tubuhnya sesak dengan perasaan yang membuncah, ditambah sialnya, hati turut mengirimkan sinyal-sinyal pada organ yang lain.
Jantung yang berdegup semakin kencang.
Mata yang membayangkan rekah merah bibir Bathara.
Hidup yang menghidu sedap aroma vanilla yang manis.
Bibir yang masih terasa menyentuh benda lemb--
"ASTAGA!" Mata Nakula berulang kali terbuka dan tertutup dengan dramatis, mencoba menghilangkan bayangan-bayangan yang berkunjung di pikirannya belakangan ini. Tangannya masih sibuk mengusak kuda yang biasanya ia tunggangi, sembari berulang kali mengelusnya dengan pola yang sama.
"Raden Nakula?" Mas Joko, salah satu abdi dalem yang bertugas di dalam istal menepuk punggung Nakula yang turun. "Mas udah cukup itu, Mas. Sekarang kudanya perlu makan."
Nakula hanya menurut, pikirannya masih saja linglung dan kosong. Ranum bibir lembut yang masih terbayang--Nakula kembali mengusak kedua rambutnya. Melangkah gontai dan sempat tersandung tapal yang biasanya digunakan untuk mengikat kuda. "Wadoh, ada apa Raden? Apa ada yang salah?"
"Ndak, Mas. Saya cuma bing--" Baru Nakula hendak menjawab, abdi dalem perempuan, yang sepertinya salah satu dari kelima pawon ageng yang ada di keraton ini, Paring Dalem Raden Ayu Gebuli tergopoh-gopoh keluar dari Bangsal Kasatriyan untuk mendatanginya.
"Mas Nakula, ada Mas Bathara, Mas." Nakula menyengrit, kenapa abdi dalem dari Pawon Kilen yang mendatanginya? Kalau benar Bathara memang datang, bukanya seharusnya dirinya sekarang sibuk di pawon dan menyiapkan jamuan makan untuk tamu-tamu keraton?
"Bathara, Mbok?"
"Iya, sama Bapak."
"Bapak?"
"Njih, Bapak Suryodiputran rawuh."
"HAH?" Kedua bola matanya melebar, "MBOK NAKULA PERGI MANDI DULU!"
"Lah, bukannya Raden baru saja mandi?" Mas Joko keluar dari istal sembari menarik satu kuda putih yang biasa Nakula gunakan untuk olahraga menunggang kuda.
"Mas Joko, gimana ini, Mas?"
"Waduh gimana apanya, Raden?"
"Anu--" Abdi dalem yang berasal dari pawon kilen itu berusaha menyela Nakula dan abdi dalemnya. "Kali ini Pawon Garwa Dalem yang menyiapkan makananya, Raden...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gotta Be You - Jaemren
RomanceSurat-surat tak pernah diterima, jarak yang membentang, dan seberkas cahaya senja yang rebah di cakrawala. Bagi Bathara, hidup harus berjalan sebagaimana mestinya: meskipun kehilangan orang yang paling dicintai memang tak memiliki penawar. Ia menge...