Dia, Bathara

642 125 40
                                    


Apa yang harus Nakula lakukan? 

Haruskah ia menghentikan segalanya, atau tetap diam dan membuat kebisuan yang nyata? Seolah dirinya tak peduli, meskipun sebenarnya nuraninya meronta. Ada yang mengganjal dalam dirinya, namun ia tak tahu apa.

Sungguh, ketidaktahuan lebih menyeramkan dibandingkan musuh yang terlihat.

Semua pasang mata menatap dirinya, melihatnya seperti orang bodoh. Beberapa abdi mulai berbisik bahwa Nakula sudah hilang cintanya. Atau Bathara yang mungkin sudah punya kekasih di luar sana.

Atau benar? Bathara sebenarnya sudah punya kekasih di luar sana?

Mimpi itu juga terus berulang, setiap malam, tanpa henti. Membuat tidurnya tak pernah nyenyak. Ada rasa sakit yang bercokol di kepalanya, juga setiap bangun, Nakula rasakan matanya basah.

Ia seperti berhutang permintaan maaf kepada seseorang.

Ketika ia melihat Bathara menangis, dan menitipkan cincin yang ada kini ia genggam erat. Yang terus ia lakukan adalah mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia sepengecut ini?

"Tidak ada satu pun yang kalian lihat dan dengar hari ini." Gusti Raja mengucapkan kalimat itu dengan tegas, "Tidak pernah ada pertemuan yang diadakan di Bangsal Trajumas pagi ini."

Nakula melihat tatapan Rama dengan penuh keterkejutan. Semua orang tahu, itu titah untuk menutup mulut. Tiada yang berani untuk membantah, sebab melenceng dari titah raja berarti siap menghadapi kemalangan dalam hidup.

"Bersumpahlah demi lidah kalian."

Hening. Terlalu hening. Bahkan tak ada satu helaan napas yang lolos. Semuanya mengangguk dan sesuai dengan dawuh yang diberikan, mereka bersumpah tak hanya untuk lidah mereka, juga untuk hidup masing-masing dari mereka dan keluarganya.

Kewibawaan istana ini telah tercoreng, dan kabar ini tak boleh sampai di luar rapatnya tembok istana.

Cakrawala belum berganti biru dengan sempurna, sedang waktu mulai memanjat naik perlahan. Dipanggilnya seluruh penasihat Raja, juga dengan abdi yang bertugas di Pengadilan Surambi. Hanya perlu dua puluh menit, keputusan bulat telah dibuat.

Air itu mengucur deras, melewati belikat, turun pada perutnya yang rata, lalu jatuh tepat di pangkuan. Pelan-pelan air meresap pada motif bunga Sidomukti, kemudian setelah satu usapan di rambut, ciduk itu diletakkan. Dibiarkannya ia mengapung pada tempayan. Pelan-pelan juga mulai Bathara rasakan perasaan dingin yang berubah menjadi menggigil ketika angin siang yang mendung menerpa kulit polosnya, meskipun semestinya ini bukan hari-hari hujan. Saat menunduk, Bathara melihat bunga kantil juga melati berjatuhan dari kepalanya. 

Kini giliran Simbok yang Bathara minta jadi perwakilan Ibu, dengan setengah hati, ia ambil satu gayung penuh air yang bersumber dari tujuh mata air yang telah diberkati. Dengan tangan yang tergurat garis hidup dalam, ia usapkan air itu pada wajah Bathara yang sembab. Jari-jarinya menyisir halus rambut seseorang yang telah ia anggap sebagai anak. Ia tatap mata keruh karena telah terlalu banyak mengeluarkan tangis pagi tadi.

Siraman memiliki arti mensucikan dari keburukan lahir dan batin, juga memberikan restu bagi pasangan mempelai. Namun, Bathara tahu, apakah air ini juga akan menghanyutkan segala risau? Membersihkan tak hanya buruk yang ada di sekujur tubuhnya, juga segala kekhawatiran tentang hari depan. Alih-alih bahagia, ia berbelasungkawa. Di Bangsal Sekar Kedaton di mana prosesi ini dilangsungkan, Bathara pura-pura tidak peduli. Meskipun ia rasa tatapan iba abdi dalem hadir dari segala sisi.

Setidaknya ia pernah berjuang. Untuk dirinya, untuk hidupnya.

Sayup-sayup terdengar suara genderang dan gong, bersahutan dengan logam yang dipukul. Dari kejauhan, terlihat barisan abdi yang menjemputnya tlah datang. Rambut miliknya dibiarkan tergerai, sedang air yang masih membasahi tubuhnya sama sekali tak ia seka, gelang di kakinya ikut berbunyi setiap langkah yang diambil. Ia singkap tirai hijau yang menutupi tempat ini. Berserah pada takdir dan segala yang telah digariskan untuknya. Tepat ketika oranye rebah di peraduan, dan malam mulai merambat naik. Ia dibawa ke emper Gedong Prabayeksa, lantas ditanya tentang kemantapan hatinya.

Gotta Be You - JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang