Tinggalkan yang Kemarin, Jangan Disimpan

581 128 79
                                    

Ketika dunia mempertemukan kita kembali, akan kuceritakan hari-hari yang kulewati tanpamu.

Begitu kiranya yang Bathara yakini selama ini. Namun, jika justru ia bahkan tak pernah menetap di memorinya, ia bisa apa? Catatan hari-hari belakang hanya menjadi rangkaian kata tanpa makna. 

☁︎☁︎☁︎

Bathara tak pernah menyangka bahwa ia akan kembali melihat Nakula. Tingginya hampir bertambah lima senti, bahunya semakin kokoh, rahangnya semakin tegas, dan rambutnya yang sepertinya baru dipangkas rapi. Senyumannya semakin lebar ketika melihat abdi-abdi dalem yang dahulu merawatnya. Memberikan satu usapan di punggung yang lain pada tiap pelukan yang diberikan dengan erat-erat. Kemudian ketika angin menyapa helaian rambutnya yang sedikit menutupi dahi, kedua matanya menatap Bathara. Tepat pada manik kedua mata milik Bathara.

Namun, alih-alih berlari seperti yang hendak Bathara lakukan jika saja kedua kakinya tak mati rasa. Nakula melewatinya. Melintasinya seolah ia adalah makluk tak kasat mata, membiarkan kedua mata iba Gusti Ratu tertuju pada Bathara.

Tak ada yang menyadarinya kecuali Gusti Ratu. Semua orang larut dalam euforia. Mereka menyambut kembali datangnya pangeran ketiga dengan bahagia.

☁︎☁︎☁︎

"Begitu memang keadaan Nakula, Anakku Bathara. Anehnya, satu-satunya yang ia lupa hanya kamu, anakku. Ia masih mengingat dengan jelas letak-letak istana ini, pun dengan nama-nama abdi yang merawatnya. Ia hanya melupakanmu."

Di malam-malam yang sedih, Bathara hanya menelan fakta itu bulat-bulat. Rasa nyeri yang datang bersama dengan kalimat yang selesai di katakan. Ia dilupakan.

"Kami kira hanya sementara. Namun, nampaknya empat tahun ini tak ada perubahan yang berarti." Bathara mencari kebohongan licik yang mungkin saja terselip, tetapi nihil, semuanya diucapkan tanpa siasat pelik.

"Masih harus menunggu, apa kamu ndak apa-apa, Nak?"

Tidak apa-apa?

Tidak apa-apa katanya?

Untuk segala rasa sakit yang datang tanpa permisi? Untuk segala kesedihan yang tak berkesudahan. Ia masih harus menunggu untuk waktu yang tak kunjung datang. Sedetik? Setahun? Bahkan selamanya? Semua waktu yang Nakula ambil lebih dari itu. Dan dengan seenaknya ia bisa melupakannya? Hanya dirinya? Di antara ribuan, mungkin puluhan ribu manusia yang pernah Nakula temui. Kenapa hanya dirinya yang ia lupakan?

Kenapa hanya Bathara?

Bagaimana rasanya hidup dengan mengingat segala kenangan yang hanya disimpan berdua? Malam-malam jalanan Malioboro, deru napas yang saling beradu di Beteng Cepuri, mimpi-mimpi yang dibawa terbang oleh angin di Pantai Parangkusumo, juga dengan pengharapan yang dibawa pergi di atas dataran tinggi Kaliurang. 

Lalu jika satu-satunya orang yang bisa kamu bagi kenangan itu juga hinggap lupanya. Lalu kamu bisa apa? Mengenangnya sendirian? 

"Jadi, selama ini Gusti Ratu tahu kalau Nakula masih ada?"

Gusti Ratu hanya mengangguk, seakan gestur kecilnya barusan bisa menjawab segala pertanyaan yang ada di dalam benak Bathara. Tanpa penjelasan lebih lanjut.

"Tapi... kenapa?"

Satu helaan napas terdengar. "Karena memang itu yang seharusnya dilakukan," Gusti Ratu memalingkan wajahnya. Pandangannya beralih pada tanaman perdu yang ada di sekeliling halaman.

"Ketika hamba hampir gila? Ketika hamba seakan setiap hari berjalan pada seutas benang? Memegang sedikit harapan bahwa suatu hari semuanya akan menjadi lebih jelas jika hamba tetap hidup?"

Gotta Be You - JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang