Terbaring

685 114 36
                                    


"Apakah tidak mau merdeka, bahkan dengan diri sendiri?"


"Perkawinan boleh jadi satu di antara banyak jalan membentuk persekutuan, mengukuhkan penguasaan raja dalam suatu daerah, dan juga alasan-alasan politis lain. Ini bukan hal yang baru lagi. Bahkan ini juga menjadi alasan ketika penguasa ini memilih menikahi kerabat-kerabat dekat mereka. Raja Hayam Wuruk menikah dengan anak suami bibinya, Wikramawarddhana menikah dengan Kusumawarddhani, putri kakak laki-laki ibunya, sedangkan Dewi Suhita menikah dengan Ratnapangkaja, anak dari adik perempuan ayahnya. 

Tapi ada yang luput dari perhatian sejarah, kekuasaan selalu berbicara tentang kekayaan. Alih-alih alasan politis itu, ada satu alasan yang menjadi tabiat dari setiap manusia; uang. Bisa jadi mereka melakukan itu semua untuk mempertahankan kekayaan mereka agar jatuh di tangan keluarga sendiri dan bukannya orang lain. Dan di masa sekarang, hal ini tak lagi dilakukan. Akibatnya, alih-alih menjaga kekayaan kerajaan, mereka akan semakin memperbanyak pundi-pundi mereka dengan siasat lain.

Menikahkan putra putrinya dengan keluarga berada, Bathara. Keluargamu, cucu kesayangan Suryodiputran. Seseorang yang akan mewarisi semua perkebunan rempahnya di Temangung sana.

Kamu tahu, Bathara? Pada 1812 terjadi penyerangan Inggris pada pagi-pagi buta. Fajar bahkan belum datang kala itu, pada saat itu Swargi Kanjeng Raja Kedua ditangkap dan diasingkan ke Pulau Pinang.* Jatuh ribuan korban jiwa, barang-barang jarahan diangkut besar-besaran selama empat hari lamanya, terus hilir mudik keluar dari alun-alun, termasuk manuskrip-manuskrip yang seharusnya disimpan di Banjar Willapa. Tertulis ada 57.000 ton emas yang dijarah. Namun, saya juga sangsi apakah itu jumlah yang benar-benar tertulis, atau siasat dari penguasa untuk mengembalikan lebih dan lebih. Emas yang pernah ditambang sepanjang sejarah manusia hanya 190.000 ton, bagaimana caranya seperempat lebihnya ada di pulau Jawa, bahkan di kota ini?

Lalu katakan padaku, jika bukan siasat untuk menambah pundi-pundinya, lalu apa kata yang lebih baik untuk menggambarkannya? Lawan semuanya dengan siasat yang lebih pelik, Bathara. Karena uang, semuanya melakukan segala cara."

Wanita tua itu hanya bermonolog sendirian. 

Hal yang Bathara bisa lihat dari dipannya yang ditutupi kelambu itu adalah rambutnya yang berwarna perak, dan ditata dengan sangat rapi, juga dengan giginya yang penuh dengan noda merah sirih. Ia berdiri di batas ambang perpotongan pintu, jarik bermotif parang rusak itu koyak di beberapa bagiannya. Ada satu hal yang bisa Bathara tangkap dari indranya yang lain. Aroma ini, aroma anyelir yang bercampur dengan anyir darah. Seluruh bulu di tubunya berdiri seiring dengan gending Ayak-Ayak Manyura bergema di keheningan malam. 

Dhuh Gusti ingkang murbeng dumadi jejimat kawula, (Tuhan yang menentukan nasib manusia)

Nyuwun agunging samodra pangaksami lan pangapura, (Mohon maaf dan ampunanmu)

Mugi-mugi kawula saget dados jalmi kang utami.... (Semoga saya dapat menjadi manusia yang utama)**

☁︎☁︎☁︎

Kabut raib ditelan cahaya matahari. Menghitung tujuh hari sebelum upacara perkawinan dilakukan. Semuanya terlihat nyata sekarang. Bagi Bathara semuanya seperti mimpi buruk yang tak berkesudahan. Hari-hari begitu sulit dilewati, bahkan hanya untuk bernapas. Ia seperti tercekik, seperti ada rantai yang melilit lehernya.

Ia seperti peliharaan yang dipasung. Ditarik oleh takdir dengan paksa.

Sudah berhari-hari Bathara mengurung diri dalam kamar, bahkan yang tertelan hanya air garam. Ritual ini dinamakan dengan mutih. Bagi masyarakat Jawa, ritual ini akan mendatangkan aura dan wibawa bagi para pelakonnya. Seharusnya bisa saja Bathara memakan umbi-umbian yang direbus, dan nasi dengan putihan telur, namun perutnya menolak, semua dimuntahkan setelahnya.

Gotta Be You - JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang