Shaba terbangun lebih cepat ketika merasakan area sensitifnya tak nyaman. Waktu yang masih menunjukkan pukul empat pagi, tidak menyurutkan niat perempuan itu untuk segera membersihkan diri.
Sebelum benar-benar beranjak turun, terlebih dahulu ia menatap lekat sang suami. Sam tertidur nyenyak dengan posisi tengkurap membelakangi. Punggung lebar tanpa busana terpampang jelas di mata. Perlahan tatapannya beralih pada leher sang pria, mata Alishaba melebar saat mendapati bercak merah samar. Itu beneran dirinya yang membuat tanda?
Merasa malu akan keagresifan tadi malam, pipi wanita itu memanas. Dirinya seolah perempuan yang haus belaian. Menarik napas panjang, teringat kedua orangtua lelaki itu masih menginap, mendadak perasaan dihinggapi rasa malu. Bagaimana jika esok Jelena mengetahui tanda itu?
Berusaha tenang, Alishaba tak ingin memikirkan. Semoga saja Jelena tak menyadari akibat perbuatannya itu.
"Jam berapa?" Sam bergerak telentang dengan suara serak. Ternyata gerakan Alishaba yang hendak turun dari ranjang mengganggu tidur suaminya.
Perempuan itu mencengkeram kuat selimut yang menutupi dada. Jantungnya berdetak kencang saat Sam mulai membuka mata dan menatap intens ke arahnya.
"Mau ke mana? Masih gelap sayang." Sam malah merapatkan tubuh ke pangkuan Shaba. Posisi wanita itu seolah mengundang agar kepala Sam tertidur di paha.
"Aku mau mandi."
Jawaban lirih dari bibir sang istri tak mengindahkan lelaki itu.
"Sam... "
Mendengarnya Sam mendongak seraya berdecak. "Nanti saja, masih malam Shaba."
"Tapi aku merasa nggak nyaman."
Tak tega melihat raut wajah Shaba, pria itu menyerah dan membiarkan sang istri berjalan tertatih untuk segera membersihkan diri. Kini Sam hanya terdiam di ranjang kusut diiringi suara gemericik air dari kamar mandi.
Menarik selimut hingga ke pinggang, pria yang tengah duduk menyandar di kepala ranjang memandang pakaian mereka tercecer di lantai akibat pertempuran. Sam terkekeh begitu mengingat adegan yang baru beberapa jam dilakukan.
"Sudah punya dua anak masih saja sempit."
Terkutuklah Sam berkata tanpa beban. Untung saja Alishaba tak mendengar.
***
Jelena mengulum senyum menatap satu persatu wajah berseri itu. Bisa dipastikan agenda Faith dan Elea yang tidur bersamanya membawa berkah pada Sam dan Shaba. Saking senangnya, perempuan paruh baya itu tak mendengar seruan cucunya.
"Nenek!"
"Nenek bengong?!"
Perempuan itu tersentak lalu ditatapnya sang cucu. "Oh nenek baik-baik saja, Sayang. Faith mau sarapan apa?"
"Es krim."
Sontak Jelena menggeleng. "No! Pagi-pagi tidak baik makan manis. Bagaimana jika bubur ayam spesial?"
"Bubur?" Elea tampak berbinar, ketiganya berada di dapur ditemani beberapa pelayan tampak heboh membahas menu sarapan.
Mengenai Shaba dan Sam keduanya kembali ke kamar setelah menyapa sang anak sebentar. Namun, Faith dan Elea justru lebih tertarik memasak bersama sang nenek. Tentunya Sam dan Shaba memilih menyingkir ketimbang ditatap menggoda oleh Jelena.
"Baiklah sarapan pagi ini bubur ayam dan sandwich tuna."
Jelena menyiapkan bahan-bahan dibantu beberapa pelayan. Ia tidak sepenuhnya memasak karena waktunya lebih banyak menanggapi celotehan Faith dan Elea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life Recently [END]
RomanceKalau saja saat itu Alishaba menerima pinangan Sam, ia tidak akan terlantar dengan keadaan memiliki anak kembar. Mantan suami yang dahulu paling ia harapkan, ternyata hanya membawanya pada sebuah kesengsaraan. Tubuh kecil putri kembarnya, tampak lay...