CHAPTER 15

2.1K 106 0
                                    

Tidak biasanya, Faith dan Elea terlihat berlama-lama saat menyantap menu makan malamnya. Balita tersebut lebih banyak memandang nasi yang telah dibentuk bola-bola kecil dicampur rumput laut kering. Binar mata keduanya terheran-heran bercampur dengan rasa penasaran.

"Kenapa makanannya dimainkan? Nggak enak ya?" Alishaba bergerak mendekati khawatir.

Faith memandang sang ibu dengan gelengan. "Bola nasinya lucu, Ibu. Kalau di makan sayang."

Elea mengangguk antusias seolah menyetujui ucapan sang kakak. "Ini seperti bola apa, Ibu? Bola pingpong ya?"

"No! Itu kelihatan seperti telur puyuh," sahut Faith tak setuju lantas membuat bibir Elea mengerucut.

Melihat perdebatan kedua anaknya, Sam yang baru turun dari lantai atas tersenyum kecil. Ia berderap menuju ruang makan untuk melihat keseruan keluarga kecilnya, bisa dikatakan persoalan Miranda mulai tersisihkan hanya karena melihat tawa manis kedua putrinya.

"Papi!"

Lelaki itu terkekeh lalu menepati kursi di depan sang anak. "Sepertinya seru, Faith dan Elea suka masakan, Ibu?"

"Suka, Papi. Bola nasinya lucu, telur dadarnya enak. Tapi Elea kurang suka daging salmon." Salah satu dari balita tampak mengadu.

Merasa aneh karena daging ikan salmon yang ia beli dengan kualitas terbaik dikatakan seperti itu. "Elea, tidak suka?"

Anak itu mengangguk. "Rasanya aneh."

Alishaba terdiam meringis. "Sebenarnya bukan karena nggak enak, Sam. Ini untuk pertama kalinya, anak-anak mencoba ikan salmon."

"Ini enak, Ibu. Elea saja yang pilih-pilih," kata Faith sambil mengunyah nikmat.

Merasa tak terima dikatakan pemilih, bibir Elea mencebik. "Elea, nggak pemilih, Ibu. Memang di mulut
rasanya aneh."

Paham dengan yang namanya rasa asing itu, Sam mencoba menengahi. "Sudah, tidak apa-apa jika Elea kurang suka. Sekarang kalian habiskan makanannya ya."

Faith dan Elea terdiam menurut lalu sibuk menekuri piring masing-masing. Melihat mereka kembali damai, Alishaba dan Sam tersenyum senang.

"Lidah Elea memang sedikit sensitif. Berbeda dengan Faith yang suka apa saja," kata Alishaba sembari menaruh nasi di piring milik sang suami.

"Tidak apa-apa. Saat ini anak-anak mulai fase memilih makanan yang disuka. Lihat saja ke depannya, akan ada masanya mereka protes dengan menu masakan kamu," ujar lelaki itu tertawa pelan. Ini mengingatkan dirinya sewaktu kecil, begitu rewel dengan asupan yang disiapkan sang mama. Bahkan tak jarang Jelena kerepotan mengatur menu makanannya.

Keduanya lantas terkekeh, ke depannya mungkin Alishaba sedikit pusing memikirkan cara untuk menenangkan. Namun, atas kehadiran pria yang sibuk menikmati makanan, ibu dua anak itu yakin Sam akan menjadi garda terdepan dan Shaba tidak akan merasa sendirian.

"Menurut kamu, apa aku terlalu cuek dengan istri Baba?" tanya Alishaba seketika teringat sore tadi babanya dan sang istri izin pergi bertujuan adanya kepentingan. Akan tetapi, yang mengherankan mereka berencana tidak pulang dan memilih tidur di penginapan.

Sam mengangguk paham lalu segera menandaskan air di dalam gelas. Setelah habis, ia berdehem. "Kamu tidak berubah, kamu seperti biasa saat berinteraksi dengan seseorang yang belum terlalu di kenal. Tidak terlalu ramah, tetapi tetap sopan."

"Aku merasa, mereka izin menginap atas dasar keinginannya istri Baba."

Benak Alishaba berkecamuk, seminggu lebih tinggal di sini, Shatara Malik banyak terdiam, interaksi dengannya juga jarang.

Life Recently [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang