SPECIAL CHAPTER

3.8K 82 6
                                    

Kita kembali ke masalalu Alishaba saat menjadi istri Leon Raguna

Selamat membaca

***

Seorang perempuan melangkah tanpa alas kaki menapaki sepetak kebun di belakang rumah. Tangan ringkihnya yang memegang cangkul kecil berusaha menggemburkan tanah dan berakhir digali tak begitu dalam. Setelahnya, ia tanam bibit ubi jalar dengan harapan tumbuh menghasilkan buah yang besar.

Ketika terik matahari semakin menyengat, wanita yang mengenakan gaun lusuh bergegas mencuci tangan saat mendengar tangisan anaknya dari dalam.

"Faith dan Elea lapar ya... " nada suara perempuan itu terdengar sayang seraya menyusui kedua anaknya. Karena Faith dan Elea tak ingin ada yang bergantian, tubuh ringkih Alishaba terpaksa memangku mereka sambil mengisap bagian dadanya.

Namun, tak lama kemudian, suara tangisan kembali terdengar kala dada Alishaba tak lagi mengeluarkan sumber nutrisinya. Akibat rengekkan pilu, Shaba tersedu lara. Batinnya terluka, lagi-lagi tak mampu memberikan asi terbaik untuk anaknya.

"Bisa diam tidak kalian!" Suara bentakan menggelegar membuat ketiganya menjadi meringkuk ketakutan. Tubuh anak berusia dua tahun tersebut bergetar menyaksikan aura permusuhan.

"Nggak anak nggak istri bisanya bikin pening kepala." Usai menyemburkan kalimat menyakitkan, pria tersebut keluar disertai suara bantingan pintu yang memekakkan telinga.

"Ibuuu..." Tubuh kecil terbalut kaus kutang lusuh dan celana pendek yang tampak koyak mendekap sang ibu.

"Ada ibu.. Faith dan Elea, aman. Kalian aman... " Berulang-ulang Alishaba berkata dengan nada menenangkan. Walau batinnya kembali meradang. Suaminya itu kapan menjadi sosok yang menyenangkan?

Beberapa hari kemudian, Alishaba berakhir mengubur kembali sebuah angan, kala Leon kedapatan menjual perabotan.

"Itu kipas angin untuk anak-anak. Kasian mereka kegerahan kalau dijual."

Ia mencengkeram erat benda itu, tak rela melihat kipas angin dibawa pergi mengingat benda itu satu-satunya yang membuat Faith dan Elea nyenyak tidur siang.

"Persetan dengan anak itu! Kemarikan!"

Tubuh wanita itu hampir terhuyung karena tarikan suaminya.

Leon tersenyum menang karena berhasil merebut kipas angin itu lalu bergegas membawanya ke luar untuk segera dijual.

***

Bertahun-tahun menghadapi sosok Leon yang temperamen, Alishaba masih mampu bersabar. Namun, kala rumah satu-satunya yang menjadi tempat bernaung harus dijual membuat Alishaba menjadi berang. Wanita itu tak segan menggugat cerai.

Namun, bukannya terpukul, Leon justru tertawa senang.

"Aku memang akan menceraikan kamu. Lagipula dengan kepergian kalian, hidupku terjamin aman."

Kebingungannya terjawab kala mendengar selentingan tetangga jika seorang pria asing akan melunasi hutang milyaran milik suaminya, tentu kabar mengejutkan ini baru saja diketahuinya.

"Sejujurnya kamu hutang buat apa, Leon? Anak-anak jarang kamu beri makan enak, kamu punya otak?!" Untuk pertama kalinya Alishaba berani berkata jelek pada suaminya. Pria yang sedari dulu amat ia harapkan.

Ini aneh, Alishaba menatap nyalang disertai rasa kecewa bukan kepalang. Akan tetapi, Leon tak juga berbalik mencacinya. Pria itu malah menjawab tenang seolah manusia paling menyesal.

"Aku tau bukan ayah yang baik buat mereka. Tapi, aku nggak berdaya, Shaba. Aku pecandu dan penjudi. Aku nggak layak buat kalian sayangi."

Lantas tawa perempuan itu berderai diiringi mata memerah dengan dada terasa sesak seakan bongkahan batu tengah menindih.

Life Recently [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang