CHAPTER 12

2.5K 138 0
                                    

Alishaba tengah duduk dengan kaki menyilang, menyesap teh disela-sela mengawasi kedua anak kembar. Setiap pagi akhir-akhir ini, selalu diawali mendengar sebuah rengekkan. Faith dan Elea ingin segera bermain bersama para binatang kesayangan, tidak peduli belum mandi dan sarapan.

"Sepuluh menit lagi, ibu mau kalian segera mandi." Perempuan itu perlahan bangkit lalu bergerak mendekati sang putri.

Elea masih tak merespons begitu juga dengan Faith, kakak beradik sibuk beradu mulut perkara siapa pemilik hak kelinci berwarna belang.

"Anak-anak, apa kalian mendengarkan ibu?" Kini wanita cantik dengan rambut terurai ikut berjongkok. Matanya menatap lekat interaksi mereka. Masih juga tak menghiraukan, Alishaba mulai menahan kesal. Masalahnya, ini bukan sekali saja mereka mengacuhkan panggilan.

"Faith... Elea."

Nada suara tegas yang jarang keluar dari bibir sang ibu lantas menghentikan adu mulut itu. Faith dan Elea terdiam menunduk, sedikit ragu untuk memandang mata sang ibu.

"Iya, Ibu." Itu suara lirih Faith, sebagai kakak, ia sepertinya merasa bersalah telah mengacuhkan sang ibu.

Alishaba menarik napas berusaha meredakan gejolak di dada. Ia tidak ingin membuat takut sang anak. Melebarkan senyum sambil menyentuh kedua lengan mungil, ia meminta sang anak menatap.

"Boleh lihat ibu sebentar?" tanyanya lembut.

Faith dan Elea mengangguk bersamaan itu keduanya memandang mata cerah sang ibu.

Melihat itu, Alishaba tersenyum teduh. "Faith dan Elea sudah puas bermain? Sudah senang melihat kelinci?"

"Sudah, Ibu." Faith dan Elea menjawab pelan, walau kenyataannya berbeda dengan raut wajah tak rela karena kesenangan mereka segera berakhir.

"Jika sudah, boleh ibu meminta kalian mandi?" tanya perempuan itu selembut mungkin.

Meskipun lesu, kedua balita itu mengangguk. "Boleh, Ibu."

Bibir Alishaba lantas mengembang, ingin mandi saja banyak sekali mengeluarkan energi. Sebagai seorang ibu, tentu di luar sana banyak yang mengalami. Hanya saja, tinggal bagaimana cara menyikapi serta membujuk rayu sang buah hati.

30 menit berlalu setelah drama perkara mandi, kini Faith dan Elea tampak segar dan wangi mengenakan gaun bunga-bunga. Keduanya duduk anteng menikmati sarapan bersama papinya. Omong-omong mengenai kakek neneknya, para orangtua terlihat sibuk berbincang di teras halaman samping.

Emran bersama sang istri akan tinggal di Jakarta sedikit lama, apalagi saat mengetahui kepindahan Sam dan Alishaba. Pria paruh baya itu tidak mau melewatkan kesempatan untuk mengantar anak menantunya sekaligus ingin mengetahui tempat tinggal baru mereka.

"Papi... "

"Iya, Sayang?" Sam mengalihkan perhatian pada sosok anak kecil dengan rambut diikat dua.

"Elea, mau tambah." Anak itu menyodorkan piring kecilnya yang telah bersih tanpa sisa.

Melihat beberapa nasi tercecer di meja serta lengket di tangan Elea, Samson takkuasa menahan senyum. Dua hari ini, anaknya begitu lahap sampai-sampai ingin menambah.

"Sebentar ya, papi bersihkan pipi kakak Faith dulu." Bersamaan itu, datang Alishaba menghampiri. Perempuan itu berpakaian rapi dengan rambut disanggul formal.

Aroma manis khas Alishaba menguar di penjuru ruangan ketika wanita itu memutuskan duduk di samping Sam.

"Kenapa?" Alishaba menatap aneh anak dan suaminya. Bagaimana tidak jika wajah mereka begitu serius menatapnya.

Life Recently [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang