CHAPTER 24

1.6K 82 0
                                    

Pulang dari acara, keluarga Sam berencana mampir ke pusat perbelanjaan. Ada beberapa barang yang harus mereka beli mengingat akhir-akhir ini baru bisa pergi membawa kedua anaknya.

"Mau warna pink atau biru muda?" tanya sang ibu pada Faith dan Elea.

Kedua anak itu sibuk berpikir seolah menimbang mana yang lebih menarik dari salah satu di antaranya.

"Beli saja semuanya," sahut Sam yang terbiasa tanpa pilihan. Lagipula, isi dompetnya lebih dari sanggup untuk membelinya.

Sontak ucapan sang papi bagaikan angin segar, Faith dan Elea kompak mengiakan. Melihat itu, Sam tersenyum lebar kemenangan, sedangkan Shaba menarik napas sabar.

Karena tiga lawan satu, Alishaba pasrah menyerahkan empat pasang piama pada pramuniaga toko agar segera dibungkus.

"Ini saja, Bu? Tidak tambah jaketnya?" tanyanya.

Sam yang paling penasaran lekas memperhatikan dua jaket bermotif kelinci, bahannya kelihatan lembut dan nyaman sekali.

"Boleh, bungkus saja sekalian," jawab lelaki itu tanpa pikir panjang.

Lagi-lagi Shaba menarik napas, namun saat menatap raut berseri sang anak, wanita itu membiarkan walau bagaimanapun barang tersebut dibayar pakai uang Sam.

"Baik, total semuanya 1.979.000,00 dengan transaksi debit ya, Bu?"

Shaba mengangguk. Selesai membayar dan meraih tiga paper bag, keluarga kecil Sam bergerak keluar dari toko tersebut.

"Kamu ingin apa?" tanya Sam pada istrinya. "Selagi masih di sini, beli saja."

Shaba terdiam lama seraya menggandeng kedua tangan putrinya, sementara pria itu membawa paper bag sambil menatap lekat wanitanya.

"Aku belum butuh apa-apa," ungkap Shaba mengingat semua kebutuhan selalu dipenuhi oleh suaminya. Ia juga bukan perempuan tukang menumpuk barang dan berakhir tidak terpakai.

Mendengar itu, Sam mengangguk paham. Namun, langkah kakinya justru membawa mereka pada toko perhiasan, sampai Shaba kebingungan.

"Sam?"

Pria itu tersenyum tipis. "Masuk saja, percaya sama aku."

Meski ragu dan bertanya-tanya, ia mengikuti langkah kaki suaminya. Di lain sisi, Faith dan Elea yang pertama kalinya melihat, terkagum-kagum akan kilauan perhiasan yang berjejer rapi di dalam kotak kaca. Indah sekali pikir mereka.

"Selamat datang, ada yang bisa kami bantu, Bapak?" tanya pramuniaga toko tersebut ramah.

"Pilihkan gelang yang paling bagus untuk istri saya!" Tak perlu repot  berbasa-basi, lelaki itu cepat meminta.

Memahami jika pelanggan tersebut bukan orang biasa. Pramuniaga itu dengan cekatan mengeluarkan beberapa koleksi gelang terbaru yang dimiliki tokonya. Selanjutnya, Alishaba diminta untuk memilih.

Gelang paling sederhana namun memiliki kesan manis menjadi pilihan perempuan itu. Sam yang hendak protes terpaksa bungkam tak ingin membuat sang istri berubah tertekan.

Setelah gelang milik Alishaba terpilih, tak lupa pria itu juga memesan dua pasang anting cantik terkhusus untuk putrinya. Faith dan Elea tersenyum gembira.

Usai membayar semua perhiasan, jantung Alishaba berdegup mendengar nominal yang dibayar oleh Sam.

"Terimakasih sudah belanja di toko kami, Bapak, Ibu."

Mereka tersenyum saja sebelum benar-benar keluar dari sana.

Di dalam mobil, Sam sibuk bertelepon dengan mamanya. Di sana Jelena terdengar mengomel karena Sam tak juga membawa Faith dan Elea berkunjung kembali ke Jakarta.

"Mama itu rindu, Sam. Usahakan minggu ini kalian datang."

Lelaki itu terpaksa mengiakan jika tidak ingin terus mendengar omelan panjang. Kemudian di seberang, Jelena bersorak senang.

"Pokoknya mama tunggu kalian di sini, katakan juga pada Faith dan Elea jika mama sudah mengadopsi anak doggie."

Sam pun mengangguk sebelum benar-benar memutus panggilan.

"Mama kenapa, Sam?" tanya Shaba usai melihat Sam memasukkan ponsel ke saku celana.

"Rindu Faith dan Elea," jawab pria itu.

Mendengarnya, Shaba pun menoleh ke belakang memperhatikan anak-anak yang sudah terlelap di carseat.

"Mungkin secepatnya kita harus ke Jakarta," kata wanita itu beralih menatap sang suami dan disetujui oleh si lelaki.

Setelah itu hening kembali melanda saat kendaraan melaju tenang di jalan. Tak lama kemudian, mobil mereka tiba di pelataran rumah kayu.

Shaba dan Sam keluar dari mobil, masing-masing menggendong tubuh terlelap sang anak. Sesudah membaringkan Faith dan Elea di ranjang serta melepas sepatu dan kaos kakinya mereka keluar lalu menutup pintu rapat-rapat.

Beralih ke kamar utama, Sam melepas kancing kemeja satu persatu di bawah pengawasan istrinya. Diperhatikan lekat saat dirinya tak lagi mengenakan atasan, kini dada bidang Sam menjadi atensi seseorang.

"Mau mandi bersama?" goda lelaki itu ketika Shaba tak berhenti menatap.

Sontak pipi wanita itu memanas. "Lain kali saja, aku akan mandi di kamar Faith dan Elea."

Sam mendesah seolah kecewa, tapi matanya menyiratkan kerlingan nakal.

"Kamu benar. Mandi bersama bukan opsi menguntungkan, mengingat sebentar lagi akan azan."

Dan benar, kumandang azan magrib sayup-sayup terdengar. Tak ingin ketinggalan, bergegas keduanya mandi dan segera melakukan kewajiban.

***

Suara berisik bebek mengawali perjalanan Liana menuju ke rumah bibi Alishaba. Pagi ini, ia diundang oleh Faith dan Elea untuk menjajal kolam renang barunya. Gadis kecil itu tak sabar mencoba, pun sepasang pakaian renang tak lupa ia bawa.

"Selamat pagi, sudah sarapan?" tanya Shaba begitu Liana sampai di rumah.

Anak itu mengangguk. Pagi tadi, Liana sarapan nasi goreng buatan sang kakek.

"Ibuuu.. Bebek pelampungnya cuma satu?!" Suara Elea terdengar dari kamar.

Lekas wanita itu menyusul sang anak setelah mempersilakan Liana berganti pakaian di kamar mandi belakang.

"Maunya dua, Ibu." Elea merengut sebal karena diperingatkan untuk bergantian.

"Faith nggak perlu bebek pelampung, Bu," ujar anak itu tiba-tiba. Tubuh kecil Faith sudah terbalut pakaian renang, di tangannya ada boneka plastik putri duyung yang memiliki ekor mermaid.

"Yakin tidak apa-apa?" tanya Shaba ragu pasalnya putrinya yang satu ini seringkali berperilaku dewasa dan mengalah. Selain itu, Faith juga jarang cerewet seperti saudari kembarnya.

"Iya, Ibu, biarkan saja Elea yang memainkan."

Shaba menyerah setelah meyakinkan diri, jika Faith baik-baik saja.

"Baiklah, nanti akan ada kakak Liana yang ikut berenang. Kalian harus akur, Oke?"

"Oke, Ibuu!"

Keduanya menjawab kompak. Melihatnya, Alishaba tersenyum lega, ia langsung menggiring anak-anak menuju ke kolam renang. Nanti dua pengasuh tetap mengawasi kegiatan.

"Ingat, kalian hanya punya waktu satu jam. Jika ada apa-apa, Ibu dan Papi ada di dalam."

Ketiganya mengangguk patuh, selanjutnya gesit bergerak turun ke kolam.

Shaba tersenyum tipis menatap pemandangan anak-anak tertawa ceria. Perempuan itu kembali melangkah ke dalam setelah memastikan anak-anak aman bersama pengasuhnya.

-tbc-

Life Recently [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang