CHAPTER 21

1.7K 97 0
                                    

Semakin hari, Liana sering berkunjung ke rumah untuk bermain bersama Faith dan Elea. Gadis berkulit coklat dan berhidung besar tak lagi segan saat bertemu dengan Sam. Sosok dewasa yang penuh kasih sayang dari Sam menjadikan Liana ingin selalu berinteraksi.

Shaba sendiri tampak tak keberatan ketika mengetahui sang suami dikelilingi anak-anak. Perbincangan penuh canda tawa mereka terdengar jelas sampai ke dalam. Sam memang tengah berada di teras depan.

Sejak kepulangan pria itu setelah membeli lembu tak henti-hentinya Faith dan Elea meminta bertemu. Padahal, kandang yang akan menjadi tempat lembu belum rampung dikerjakan. Dengan alasan seadanya, Sam memberi pengertian bahwa lembu dan bebek akan di antar ketika kandang telah selesai dibuat.

"Nanti setelah bebeknya datang, Liana saja yang mengangon. Boleh kan, Paman?"

Tak lama suara gelak tawa Sam terdengar. Pria itu merasa lucu akan permintaan Liana.

"Sepertinya seru mengobrolnya?" Tawa Sam perlahan mereda kala sang istri menghampiri mereka. Shaba datang sambil membawa nampan berisi camilan.

Faith dan Elea lantas berdiri hendak melihat makanan apa yang dibawa ibunya. Lalu ketika mendapati sepiring crepes, anak itu pun bersorak. Keduanya bersiap berebut meraih, namun demi keamanan, Shaba segera melerai lalu menyerahkan satu persatu.

Terakhir Liana mendapatkan bagiannya. Gadis kecil itu, menatap lekat makanan berbentuk panekuk tipis yang dilipat dengan isian stroberi es krim.

"Itu namanya, Crepes. Bibi, baru belajar membuat. Semoga Liana suka," Kata Shaba kembali datang membawa lima gelas minuman Matcha panna cotta.

Sebagai tamu yang tinggal terima enaknya, tentu Liana menganguk saja. Perlahan, ia pun menggigit Crepes  yang tampilannya tampak menggoda.

"Ibu, tambah lagi," kata Faith menyodorkan tangan mungilnya. Melihat itu, Sam hanya tertawa.

Disela-sela menikmati camilan, Shaba dan Sam saling pandang. Keduanya merasa damai ketika melihat anak-anak lahap menikmati makanan.

Sambil membiarkan anak-anak fokus menghabiskan beberapa crepes. Shaba bergerak mendekati suaminya. Ia pun berbisik, "Kamu seolah telah memiliki 3 anak."

Mendengarnya, telinga lelaki itu memerah. Berusaha terlihat normal, Sam berdehem kemudian meremas gemas pinggang sang istri, lalu ia pun balas berbisik. "Maunya anak dari kamu."

Sontak pipi Shaba bersemu. Dalam hati, ia mengaminkan keinginan suaminya itu.

***

Sore hari ditemani cahaya senja, Sam jalan-jalan bersama Faith dan Elea. Ketiganya terlihat rapi dan wangi karena terlebih dahulu membersihkan diri sebelum pergi. Tujuan Sam meminta sang anak jalan-jalan ingin melihat progres pembuatan kandang.

"Papi, kapan lembunya datang?" Suara Elea kembali terdengar. Anaknya itu sampai berhenti melangkah demi memperhatikan raut wajah Sam.

Pria itu ikut berhenti, ia menarik napas panjang berusaha kembali menjelaskan.

"Tunggu kandang selesai dikerjakan, ya, Nak."

"Lalu kapan itu selesainya, Papi?" Seolah tak puas, kini beralih Faith yang bertanya.

Lelaki yang mengenakan pakaian santai menggaruk tengkuk kebingungan. Ia pun menoleh ke belakang seakan mencari pertolongan. Namun sosok yang katanya akan segera menyusul tak juga muncul. Ke mana Shaba? Apa masih dandan pikirnya.

"Kapan, Papi?"

Sam tersadar, ia berusaha tersenyum lebar. "Mungkin besok sudah selesai. Faith dan Elea, mau kan sabar menunggu?"

Tak ada pilihan lain, Sam menjawab tanpa pikir panjang. Tolong ingatkan dia agar lekas menambah pekerja agar cepat rampung pengerjaannya.

Tak lama suara gembira Faith, Elea terdengar menggema. Sam menarik napas lega, baguslah anak-anak tak lagi bertanya.

Karena hati Faith dan Elea berbalik bahagia, keduanya kembali melanjutkan langkahnya. Tak jarang, Faith dan Elea berlarian saling mengejar serta melompat-lompat tanda gembira.

"Sayang..."

Sam tersenyum lebar mendapati Shaba berjalan mendekat. Perempuan yang ditunggu terlihat anggun memakai gaun santai berwarna biru.

"Kamu kenapa?" Shaba tertawa geli melihat senyum lebar suaminya.

Sam terdiam menggeleng, ia kembali berjalan bersisian bersama Shaba sambil mengawasi kedua putrinya.

"Semua anak-anak terus membicarakan lembu, begitu juga dengan kamu," ujar lelaki itu terpaksa protes.

Paham mengapa sang suami kurang suka lembu, Shaba tertawa kecil menanggapi protesan itu.

"Sabar ya, Papi sayang."

Mendengar godaan itu, Sam tersenyum tipis. Batinnya berbunga akan suara lembut istrinya.

"Mungkin kita harus menambah satu anggota keluarga, agar aku punya sekutu."

"Oh ya, contohnya?" tanya Shaba mengerling pada suaminya.

"Anak lelaki yang menyukai kuda," jawabnya.

Shaba tertawa saja.

Sam terpana melihatnya, boleh jadi saat ini istrinya hanya menganggap ucapan belaka. Namun perihal anak lelaki memang sudah Sam nantikan kehadirannya. Karena, rencana membuat pacuan kuda sebuah revolusi ke depannya.

"Semoga keinginan kamu didengar sama Allah," balas Shaba menggenggam jemari besar suaminya.

"Amin." Sam tentu bahagia tak terkira jika Allah mengabulkan doanya.

"Ibuuu!"

Atensi Sam dan Shaba beralih melihat Faith dan Elea yang berlari mendekatinya.

"Itu kah kandangnya?" tanya mereka dengan sorot berbinar.

Sebuah kandang yang belum selesai dikerjakan, berukuran 5x5 meter tampak berdiri tegak tinggal menunggu pasang atap.

"Apa tidak terlalu luas kalau hanya untuk 3 lembu?" tanya Shaba tak percaya memperhatikan betapa lebar sekali kandangnya.

"Itu sudah lebih dari cukup. Tidak akan lama, lembu betina pasti akan melahirkan bayinya."

Tiga lembu yang kemarin baru dibeli memang sengaja dipilih dua betina serta satu jantan, agar cepat proses perkembangbiakkan.

Lantas Shaba mengangguk mengerti mendengar penjelasan sang suami.

"Itu kandang bebeknya memang niat dibuat terlalu jauh dari kandang lembu?" Shaba bertanya kembali sesaat mengetahui sebagian lahan dipasang kawat agar para bebek bebas bergerak tanpa kabur sendiri.

Kandang bebek sengaja ditempatkan agak ke belakang yang memiliki tekstur tanah lembek berair.

"Aku kira bebeknya dibiarkan berkeliaran."

"Dengan begitu para bebek akan menghancurkan tanaman sayur," sahut Sam.

Shaba tertunduk malu. "Kan ada yang angon."

Sam berdecak tak setuju. Itu akan memakan waktu.

"Daripada kecolongan lalu kamu berakhir sedih akibat kerusakan, aku lebih memilih jalan aman," kata pria itu memberi pengertian.

Sedetik kemudian Shaba membayangkan semua tanamam sayur yang ia sayang-sayang berakhir mengenaskan, tentu ia tidak akan  membiarkan.

"Kamu benar," gumamnya setuju.

"Kita kembali ke rumah." Sam berbalik arah menggandeng tangan mungil Faith dan Elea.

Perempuan itu mengikuti di belakang. Dalam diam, Shaba bersyukur Sam selalu paling mengerti akan dirinya.

-tbc-

Life Recently [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang