Ada yang berbeda, Alishaba terpaksa sering menyerahkan Faith dan Elea bersama pengasuhnya. Tak hanya itu, ia juga selalu mengeluh pusing pun pandangan berkunang-kunang. Selain kondisi organ dalam, kulit di permukaan wajah juga menampakan bintik-bintik hitam.
Seharusnya kulitnya menjadi lebih mulus karena sejak menikah, ia kembali melakukan rutinitas merawat tubuh termasuk penggunaan pada skin care. Namun, seiring berjalannya waktu, ibu dua anak itu justru merasa kulitnya tampak bermasalah. Kering dan kusam.
"Kamu mungkin harus sering berada di dalam daripada di luar ruangan."
Ucapan itu menambah kobaran api di dadanya, Shaba merasa ada yang salah dengan tubuhnya.
"Lalu aku akan menjadi seorang pesakitan jika terus di kamar?" Tak bisa menyembunyikan kekecewaan, Shaba berbaring menyamping membelakangi Sam. Denyutan di kepala semakin terasa dan membuat ringisan lirih keluar dari bibirnya.
"Bukan maksudku seperti itu, Sayang. Akhir-akhir ini... kamu terlalu serius bekerja keras dengan kebun. Nggak ada salahnya untuk sementara, istirahat demi kebaikan tubuh kamu."
Walau diucapkan hati-hati agar tak menyinggung sang istri, wanita itu tetap saja belum berbalik, dan tetap membelakangi.
Tak tahan akan keadaan istrinya, lelaki itu melangkah memutari ranjang agar bisa memperhatikan Shaba. Di matanya, wajah perempuan itu tampak kuyu. Wanitanya itu, tergolek lemah dan Sam benci akan hal itu. Ia seakan tak becus menjadi seorang suami.
"Kita ke dokter ya?" Sam duduk di tepi ranjang, jemari besarnya mengelus kepala dan pelipis istrinya.
Wanita itu berdecak mendengarnya. Mengapa sulit sekali meyakinkan Sam bahwa ia baik-baik saja. Sakit kepala seperti ini, dibawa tidur juga hilang.
"Aku nggak mau terus membuat kamu repot, Sam. Dua hari ini, Faith dan Elea selalu kamu yang menemaninya," katanya dengan sorot redup dan hampa. Jika seperti ini, Shaba seolah wanita manja.
Bingung menghadapi keras kepala sang istri. Sam mengalah saja, daripada Shaba tertekan lalu berakhir membawa pergi anak-anak. Lebih baik ia mencari jalan lain agar kondisinya menjadi seperti semula.
"Baiklah, kita nggak akan ke dokter. Tapi untuk sementara, kamu berhenti dulu mengurus kebun. Aku nggak mau kamu panas-panasan."
Shaba tercengang, nasihat lelaki itu seolah diperuntukkan anak kecil. Cahaya matahari juga bagus buat tubuh, lucu sekali seorang Sam.
"Nggak boleh nolak!" tegas pria itu tak ingin dibantah.
Lelah selalu mendengar segala rentetan peringatan Sam. Alishaba berakhir mengalah.
Melihat itu, Sam tersenyum lega. "Aku akan menyusul Faith dan Elea. Kamu istirahatlah."
Wanita itu baru teringat, usai sarapan anak-anaknya memang izin pergi menengok bebek dan lembu di lahan sebelah. Keduanya, tak hanya ditemani sang pengasuh juga ada Liana. Gadis kecil yang menurutnya agak aneh. Kadang terlihat tulus dan ceria, selebihnya kelihatan diam dengan sorot mata gelap tak terbaca.
Meski begitu, Shaba yakin anak itu pantas dipercaya.
Mata Alishaba sejenak terpejam merasakan kecupan hangat dari bibir Sam.
"Aku keluar."
***
Hamparan rumput hijau terpangkas rapi menjadikan anak-anak leluasa berlarian dan melompat. Terlebih lagi di sisi kiri terdapat kandang lembu yang tampak bersih dan rapi karena ada dua orang pekerja diperintahkan Sam mengawasi kebersihan kandang.
Sementara tak jauh dari kandang lembu, lahan berpagar kawat nan luas menjadikan bebek berkeliaran tanpa takut kabur menghilang. Suara hewan dengan ciri khas berisik menjadi atensi Faith. Anak itu berderap mendekat kala mendapati sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life Recently [END]
RomanceKalau saja saat itu Alishaba menerima pinangan Sam, ia tidak akan terlantar dengan keadaan memiliki anak kembar. Mantan suami yang dahulu paling ia harapkan, ternyata hanya membawanya pada sebuah kesengsaraan. Tubuh kecil putri kembarnya, tampak lay...